[caption caption="Meresapi kebijaksanaan hidup dalam lakon wayang kulit (dok WS)"][/caption]
Alkisah Bima alias Sena alias Werkudara, anak kedua dari Pandawa Lima bersaudara yang terkenal dengan postur raksasa, keluguan, dan cara bertutur katanya yang sangat jauh dari sopan santun sebagaimana layaknya anak-anak dari kalangan berdarah biru diberi tugas oleh Resi Dorna, gurunya yang terkenal pakar tipu muslihat, untuk mencari Tirta Prawitasari alias air kehidupan di dasar samudera. Tentu saja tugas ini pun bagian dari aksi licik untuk mencelakai Bima sesuai pesanan paman dari Kurawa bersaudara, yakni Sengkuni, yang dengan segala cara berusaha memanjakan 100 orang keponakannya yang bermental begundal itu.
Tirta Prawitasari sebenarnya berada di dasar hati setiap manusia, bukan di dasar laut, namun sebagai murid yang taat; Bima mematuhi gurunya dan dengan sungguh-sungguh berusaha menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Begitulah, dia menyelam ke dasar Laut Selatan dan bertemu dengan banyak pertarungan berat di sana. Bima terus melanjut upaya pencarian sampai akhirnya berjumpa sosok mungil Dewa Ruci yang terbilang kerdil namun dengan kemampuan persuasi tingkat tingginya mampu meyakinkan Bima untuk bersedia masuk ke dalam lubang telinganya untuk mendapatkan wejangan tentang makna kehidupan. Di kedalaman diri Dewa Ruci itu, Bima pun menemukan sebuah tempat yang damai dan tentram. Begitu mengena pengalaman ruhaniah itu pada diri Bima hingga ia memutuskan menjadi pendeta yang kemudian digelari Begawan Bima Suci dan secara konsisten mengajarkan segala petuah yang diberikan oleh Dewa Ruci.
[caption caption="Ketaatan pada Sang Khalik mewarnai upaya berbakti pada orangtua (dok WS)"]
Pertunjukan wayang kulit yang merupakan puncak acara dalam acara Silaturahmi Akbar dan Munas Ikatan Keluarga Besar Mangunsari (IKBM) itu berlangsung di pelataran samping rumah drh Triwiyono Ketua Panitia, yang terletak di Desa Bendosari, Kecamatan Sanan Kulon, Blitar, pada jelang akhir tahun (25/12) lalu.
Pemilihan lakon Seno Maneges, menurut Ketua IKBM Dr Joni Partomo dalam sambutannya jelang pagelaran wayang kulit dilaksanakan, adalah sebagai bahan renungan bersama khususnya bagi segenap anggota keluarga besar yang dapat hadir pada acara kumpul keluarga berskala nasional pertama ini untuk dapat bersama-sama melalui proses pencarian jatidiri agar dapat menjalani kehidupan dengan baik, yang pada hakekatnya bermuara pada kedekatan dengan Sang Khalik.
Reuni yang dihadiri oleh sekitar 400 anggota keluarga besar yang merupakan anak-cucu-buyut-cicit dari 17 putra-putri pasangan almarhum Mbah Mangunsastro Suwito dan almarhumah Saripah yang berdatangan dari berbagai provinsi di Indonesia itu berlangsung meriah selama dua hari berturut-turut. Selain saling melepas kangen lewat berbagai games dengan hadiah menarik, ziarah ke makam leluhur, ada pula agenda sharing session seputar bisnis untuk membuka wawasan generasi muda mereka dan musyawarah keluarga.
[caption caption="Mengokohkan kerukunan dengan beraktifitas bersama (dok WS)"]
Reuni IKBM skala nasional pertama ini mengusung tema ‘sing guyub rukun ben tentrem uripe’ yang merupakan ajakan untuk menjaga kerukunan keluarga agar dapat menggapai kehidupan yang tentram. Bupati Blitar terpilih, Rijanto, juga menyempatkan diri hadir malam itu dan dalam sambutannya mengungkapkan bahwa,”Keluarga besar Mangunsari merupakan contoh keluarga sukses yang memiliki kontribusi yang bagus terhadap aktifitas pembangunan di Bendosari bahkan Blitar secara umum.”
Hal itu sepertinya merupakan sebuah pertanda keinginan yang kuat dari IKBM untuk memperluas ajakan kerukunan bukan hanya sebatas pada keluarga mereka namun juga ke lingkungan sosial yang lebih luas karena sebagaimana yang diungkap Joni dalam sambutannya, “Negeri ini akan maju dan menentramkan hati kalau semua warganya rukun …”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H