Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Arung Jeram di Septic Tank Terpanjang di Dunia

8 November 2011   03:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:56 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_216231" align="aligncenter" width="560" caption="...jeram-jeram menantang di depan mata...(dok WS)"][/caption] Saat hari Lebaran Haji (7/11) beranjak siang dan lingkungan sekitar terasa lengang karena mayoritas warga terkonsentrasi di tempat-tempat pemotongan hewan kurban, ajakan Lani untuk menjajal jeram Sungai Citarum terasa begitu menyegarkan. Sungai yang sering dicemooh sebagai septic tank terpanjang di dunia itu memang menjanjikan sodokan adrenalin melalui tiga titik jeramnya yang lumayan menantang. Tingkat kesulitan jeram bergantung pada level air buangan dari kolam penampungan milik PLTA Saguling. Pengarungan akan lebih menantang jika bersamaan dengan dibukanya pintu air. Para pengarung harus mewaspadai daerah jelajah yang terletak di wilayah hilir itu karena alirannya sangat deras dan bisa mengancam keselamatan bila kurang berhati-hati. Hujan turun lumayan deras saat saya memondong ransel menumpang angkutan umum untuk menemui Lani yang menunggu di halte bis depan Kampus Unpad di jalan Dipati Ukur Bandung. Kami melompat masuk ke dalam bis kota jurusan Dipati Ukur - Jatinangor yang tiketnya hanya tigaribu perak. Bis melaju menembus tirai hujan yang kian kerap berjatuhan dan kami mengisi waktu dengan berbincang tentang apa saja yang menyenangkan untuk dibahas. Di pintu tol Mohammad Toha kami meminta supir menepikan kendaraan lalu setengah berlari memburu mobil yang diparkir di pinggir jalan. Marwoto beserta Pamariana dan tiga putri mereka telah menanti lumayan lama. [caption id="attachment_216239" align="alignleft" width="300" caption="...bersiap mendayung, mengarungi Citarum...(dok WS)"]

1349327042515614049
1349327042515614049
[/caption] Mobil pun segera melaju memburu kawasan PLTA Saguling tempat pengarung senior Wawan Purwana beserta Tim Kapinis asuhannya menanti kami untuk bermain jeram sore ini. Hujan yang mengguyur Bandung ternyata tak sampai ke wilayah Cibiru dan setelahnya, jalanan kering merata sampai kami memasuki kawasan Waduk Saguling. Saguling adalahwaduk buatan yang terletak di Bandung Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut. Lokasinya kurang lebih 1,5 jam dari pintu keluar tol Padalarang. Ambil arah Cianjur dan 8 kilometer kemudian sampai di pertigaan Raja Mandala. Kemudian belok kiri, ikuti petunjuk arah, dan 13 kilometer dari pertigaan itulah letak Waduk Saguling. Aroma belerang yang pekat menerobos masuk saat jendela mobil dibuka dan melahirkan saling tebak antar penumpang mengenai siapa yang kebelet buang gas. Melintasi perkebunan coklat, tak berapa lama kemudian kami pun tiba di Desa Raja Mandala- kecamatan Cipatat yang terdapat jembatan penghubung perbatan Bandung - Cianjur. Kang Wawan sudah sejak pagi berada di lokasi dan setelah berbincang sebentar, dia segera menyuruh anak-anak Tim Kapinis asuhannya untuk menyiapkan perahu karet beserta perlengkapan arung jeram lainnya yang akan kami pakai nanti. Saya memanfaatkan waktu persiapan itu untuk menumpang shalat Ashar di rumah penduduk setempat. Setelah mengenakan pelampung dan helm; saya bersama Lani,Pam, Mar, dan si kecil Nisa mengikuti Unyil alias Solichin yang menjadi skipper didampingi Rival dan Dodi sebagai navigator kiri-kanan perahu. Kami berdelapan menapaki turunan yang ditumbuhi rerumputan liar di tepi jalan desa lalu menaiki perahu karet yang telah diapungkan di permukaan sungai Citarum yang kecoklatan. Rival-Dodi mengapit Nisa di bagian depan perahu,di belakang mereka berturut-turut Mar-Pam, saya-Lani, dan di ujung belakang duduk Unyil yang bertindak sebagai pemegang komando pergerakan para pendayung. Setelah menyelipkan kaki ke tempatnya agar tak terpelanting keluar saat ditabrak jeram, Unyil pun meneriakkan aba-aba agar kami semua mulai mendayung. Gerimis mulai turun, permukaan air bergejolak menyenangkan, ujung dayungku sering bertabrakan dengan dayung Pam yang duduk di depanku...ha-ha,maklum masih amatiran! Unyil berteriak,"Dayung depan...maju!!" setiap muncul jeram yang menentang ke arah kami. Lani meneriakkan aba-aba berhitung dengan penuh semangat sambil terus mendayung, sesekali kutimpali dengan canda dan kami semua tertawa. Perahu berputar,melaju,terjun dalam pusaran jeram yang menyimbahi tubuh-tubuh kami tanpa ampun. Saat Unyil berseru,"Stop!" kami semua berhenti mendayung. Perahu karet melayang seiring arus tenang permukaan Citarum dan kami memuaskan mata dengan keelokan pemandangan di kiri-kanan lintasan yang begitu menghijau. Beberapa perahu nelayan ditambatkan di sisi-sisi sungai. Menurut Unyil,jalur yang kami arungi ini sepanjang 7 kilometer arah hulu Waduk Saguling. Dia dan teman-temannya juga berlatih keras di sepanjang Citarum siang-malam untuk dapat tampil maksimal di Alas Indonesia Rafting Championship (AIRC) yang akan berlangsung 22-26 Nopember 2011 mendatang di Sungai Alas Aceh Tenggara. Kejuaraan yang merupakan bagian dari world series organisasi arung jeram dunia International Rafting Federation (IRF) itu juga merupakan sebuah tantangan bagi Unyil dan kawan-kawan untuk semaksimal mungkin menjaga keharuman nama Kapinis yang memang sangat disegani di kalangan pengarung jeram nasional saat ini. "Hiyaaaaaaa...!!" perahu memasuki jeram yang lumayan besar,lalu perlahan kembali menyusuri [caption id="attachment_216248" align="alignright" width="300" caption="...ayooo, dayung terus ! yang kompak !...(dok WS)"]
1349327693248781739
1349327693248781739
[/caption] permukaan yang relatif tenang. Nisa memutuskan untuk turun dari perahu dan melakukan riverboarding, merenangi jeram dengan berpegang pada sebuah board khusus ,membarengi dua bocah kecil warga setempat yang telah melakukannya sejak tadi. Mereka menggunakan sepasang kaki untuk mendayung di air, begitu ceria tanpa kenal takut dipermainkan gelombang sungai yang susul menyusul. Pengarungan kami berakhir di bawah jembatan lama Kabupaten Cianjur. Semua beranjak ke tepian, perahu karet pun diangkat lalu dinaikkan ke atas atap mobil Kang Wawan yang telah menanti. Kami yang basah kuyup naik angkutan umum ke basecamp untuk menjemput ransel berisi baju ganti dan selanjutnya berangkat kembali ke tempat pemandian air panas yang masih berada di kawasan itu. Cukup membayar Rp 2,000 untuk mandi guyur atau Rp 5,000 untuk mandi berendam per 25 menitnya,maka kehangatan air panas belerang pun segera dapat membasuh tubuh menghantar perasaan nyaman. Secangkir minuman bandrek yang terbuat dari air jahe panas bisa dinikmati sesudahnya.

[caption id="attachment_216254" align="aligncenter" width="560" caption="Suasana kawasan pemandian air panas (dok WS)"]

134932827780796027
134932827780796027
[/caption] Selanjutnya kami kembali basecampuntuk makan malam bersama dengan hidangan khas Idul Adha : Sate kambing/sapi plus sop kambing. Semakin lengkap karena ada pula ikan bakar dengan sambal kecap-jahe sebagai sausnya. Maknyuss asli karena Kang Wawan lumayan jago untuk urusan masak ini. Pam menambah kaya menu dengan oseng-oseng kacang panjang petainya. Shanty dan keluarganya yang sudah berada di lokasi sejak tadi siang ikut menambah semarak suasana. Mata sudah sangat lengket saat saya dan Lani menumpang mobil Pam-Marwoto kembali ke Bandung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun