Meskipun sudah ada ketentuan tersebut, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak pelaku korupsi yang mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan daripada apa yang seharusnya mereka terima. Sebagai contoh, Setya Novanto, salah satu tersangka utama dalam kasus korupsi e-KTP yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah, hanya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Bagi banyak pihak, hukuman ini dirasa tidak cukup memberikan efek jera, mengingat skala kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi tersebut.
Salah satu masalah utama dengan hukuman bagi pelaku korupsi di Indonesia adalah kenyataan bahwa penjara yang seharusnya menjadi tempat untuk memberikan efek jera, justru sering kali menjadi tempat peristirahatan bagi para pelaku.
Penjara yang mewah, seperti yang dimiliki oleh Setya Novanto di Lapas Sukamiskin, menimbulkan pertanyaan tentang apakah hukuman yang diberikan benar-benar efektif dalam memberikan efek jera. Sebagaimana yang dibenarkan oleh Tejo Harwanto selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas 1A Sukamiskin bahwa kamar yang dihuni Setya Novanto memiliki luas kamar yang lebih besar dari kamar lainnya dengan luas 300-500 cm. Ia juga mengatakan bahwa kamar dengan ukuran luas tidak hanya dihuni salah satu tersangka kasus korupsi e-KTP tersebut, tetapi ada sekitar 40 sel dengan ukuran serupa, seperti hunian Nazzaruddin yang juga merupakan salah satu tersangka kasus korupsi e-KTP, Joko Susilo dan Tubagus Chaeri Wardhana atau Wawan.
Fasilitas layaknya hotel bintang lima memungkinkan para pelaku korupsi untuk hidup dalam kenyamanan, sementara mereka seharusnya menjalani hukuman yang mencerminkan kejahatan yang telah mereka lakukan. Jika penjara di Indonesia memiliki fasilitas seperti ini, maka jelas tidak ada rasa takut atau penyesalan bagi para pelaku korupsi dan sebaliknya mereka justru merasa seperti sedang menjalani liburan.
Realitas menunjukkan bahwa hukum Indonesia tidak cukup memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), jumlah kasus korupsi yang ditindak pada tahun 2022 mencapai 579 kasus, hal ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya 533 kasus. Angka ini mencerminkan bahwa meskipun sudah ada sistem hukum yang mengatur tindak pidana korupsi, pelaku masih merasa aman untuk melakukan tindakan korupsi. Salah satu alasan utamanya adalah kurangnya penegakan hukum yang tegas dan konsekuen terhadap pelaku korupsi sehingga menyebabkan pelaku tidak takut terhadap hukuman yang akan mereka terima.
Keterbukaan dan peningkatan proses pembahasan anggaran yang lebih cermat diyakini dapat mencegah terulangnya skandal korupsi anggaran, seperti yang terjadi pada proyek KTP elektronik yang diperkirakan merugikan negara hingga sekitar Rp2,3 triliun.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati setelah memberikan pidato kunci dalam acara Indonesia Economic Outlook di London beberapa tahun yang lalu, tepatnya 20 Maret 2017. Sri Mulyani menekankan dua aspek penting dalam mencegah penyalahgunaan anggaran. Pertama, keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Kedua, perbaikan dalam pengelolaan biaya, khususnya dengan memastikan kepastian terkait biaya per unit atau unit cost.
Unit cost adalah metode perhitungan biaya yang digunakan untuk menentukan biaya per satuan produk atau layanan dengan membagi total biaya dengan jumlah atau kualitas output yang dihasilkan. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk lebih efektif dalam mengelola anggaran, mengurangi penggelembungan biaya (mark-up), serta memastikan bahwa dana negara digunakan secara lebih efisien dan tepat sasaran.
Proyek e-KTP yang memiliki anggaran sekitar Rp5,9 triliun, potensi kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun tersebut menggambarkan betapa besar dampak dari korupsi yang terjadi. Kasus ini, digambarkan sebagai 'megakorupsi', menyoroti pentingnya implementasi sistem yang lebih transparan dan akuntabel dalam setiap tahap penganggaran dan pengadaan barang atau jasa pemerintah, untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa depan.
Selanjutnya, kasus korupsi yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, yaitu kasus korupsi PT Timah Tbk yang menyeret suami aktris terkenal Indonesia, Harvey Moeis. Berikut penerapan penyebab kasus korupsi PT Timah Tbk dengan pendekatan Jack Bologna:
1.Ketamakan (Greed)