Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Quiz 10-Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Jack Bologna

12 November 2024   15:40 Diperbarui: 12 November 2024   16:20 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, greed atau keserakahan muncul dari keinginan tak terbatas yang ada dalam diri seseorang. Pelaku korupsi tidak pernah puas dengan apa yang sudah mereka miliki. Kedua, opportunity atau kesempatan muncul dari akses yang memungkinkan seseorang melakukan korupsi, meskipun awalnya mungkin tidak berniat melakukannya. Ketiga, need atau kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan korupsi, terutama ketika didorong oleh mentalitas konsumerisme yang berlebihan. Terakhir, exposes atau pengungkapan merujuk pada risiko atau konsekuensi yang dihadapi pelaku ketika korupsinya terungkap. Adanya hukuman yang tidak memberikan efek jera bagi koruptor menjadi salah satu alasan tindakan korupsi dapat terus berulang.

How

Kasus korupsi proyek KTP elektronik (E-KTP) di Indonesia adalah salah satu skandal besar yang menunjukkan bagaimana praktik korupsi dapat merugikan keuangan negara secara signifikan. Dengan anggaran yang sangat besar, proyek ini awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi data kependudukan. Namun, alih-alih mencapai tujuannya, proyek ini malah menjadi sarana bagi sejumlah oknum untuk memperkaya diri sendiri. Berikut penerapan penyebab kasus korupsi e-KTP dengan pendekatan Jack Bologna:

1.Greed (Keserakahan)

Keserakahan atau greed merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perilaku korupsi. Keserakahan adalah dorongan internal untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan atau keuntungan, sering kali tanpa memperhatikan akibatnya bagi pihak lain. Dalam konteks proyek E-KTP, anggaran proyek yang sangat besar, mencapai triliunan rupiah menjadi daya tarik tersendiri bagi oknum-oknum yang ingin memperkaya diri.

Keserakahan memotivasi mereka untuk menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan tindakan yang merugikan negara. Dalam proyek e-KTP, terdapat banyak pihak, baik dari kalangan pejabat pemerintah maupun pengusaha yang tergoda untuk memperoleh keuntungan pribadi dari anggaran besar ini. Hal ini menunjukkan bagaimana keserakahan mendorong individu untuk mengorbankan integritas dan tanggung jawab profesional, menciptakan siklus korupsi yang melibatkan banyak pihak di berbagai tingkatan.

Dalam kasus korupsi e-KTP tersebut terlihat bagaimana para tersangka memperlihatkan keserakahannya. Setelah rapat pembahasan anggaran, Burhanudin Napitupulu selalu Ketua Komisi II DPR meminta sejumlah uang kepada Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman. Uang tersebut digunakan sebagai "uang mulus" agar anggaran proyek e-KTP yang diusulkan oleh Kemendagri disetujui oleh Komisi II DPR sebagai mitra Kemendagri. Hal ini menunjukkan keserakahan untuk memperkaya diri melalui kewenangan jabatan.

Selain itu, dari total anggaran Rp5,9 triliun, hanya 51 persen digunakan untuk belanja modal atau pengeluaran riil proyek, sementara sisanya sebesar Rp 2,5 triliun atau 49 persen dari total anggaran dialokasikan untuk keuntungan pribadi dan suap bagi para pelaku korupsi dengan rincian pembagian (1) Pejabat Kemendagri 7 persen (2) Anggota Komisi II DPR 5 persen (3) Setya Novanto dan Andi 11 persen (4) Anas dan Nazaruddin 11 persen (5) sisanya sebesar 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan. Hal ini menunjukkan bahwa keserakahan telah mengalihkan tujuan awal dari proyek tersebut menjadi sarana untuk memperkaya diri.

2.Opportunity (Kesempatan)

Kesempatan merupakan situasi di mana seseorang memiliki akses atau peluang untuk melakukan korupsi. Kasus e-KTP merupakan proyek besar dengan anggaran yang sangat besar menciptakan peluang bagi para pelaku untuk melakukan korupsi. Selain itu, lemahnya sistem pengawasan, kekuasaan yang dimiliki oleh pihak tertentu dan celah dalam pengelolaan anggaran negara menjadi faktor utama yang memungkinkan terjadinya tindakan korupsi.

Anggaran proyek e-KTP membutuhkan persetujuan DPR, khususnya Komisi II yang merupakan mitra Kemendagri. Para pejabat Kemendagri dan rekanan proyek merasa perlu berkompromi dengan anggota DPR sehingga menciptakan situasi rawan suap. Hal ini menjadi kesempatan bagi pihak-pihak di DPR untuk meminta suap dengan menggunakan wewenang persetujuan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun