Mohon tunggu...
Sabrina putri
Sabrina putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi E-KTP oleh DPR RI

18 September 2023   15:23 Diperbarui: 18 September 2023   20:35 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok 3

Nama Anggota:

1. Sabrina Putri Septiana (212111017)

2. Nabyla Risfa Izzati (212111019)

3. Lintang Anggrainia (212111030)

4. Nauvilla Shandy Pasandra (202111274)

Kelas: 5A Hukum Ekonomi Syariah

Lelang e-KTP sudah dimulai sejak tahun 2011, dan banyak bermasalah karena ditandai dengan banyak terjadinya penggelembungan dana. KPK kemudian mengungkap adanya persekongkolan yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada tahun 2011-2012. KPK selama menangani kasus korupsi ini, melakukan pemanggilan terhadap puluhan anggota dewan maupun mantan anggota DPR RI. Karena hal tersebut membuat DPR sempat heboh. 

Dalam  kasus korupsi e-KTP, ada 8 orang yang sudah diproses dan divonis bersalah. Salah satunya ialah Setya Novanto yang merupakan mantan ketua DPR RI. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, pada hari Kamis tanggal 9 bulan Maret tahun 2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun itu. 

Novanto sempat membantah dan mengelak. Ia bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Meskipun sempat memenangkan praperadilan, akhirnya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan terus berproses hingga divonis bersalah. Pada September 2017, KPK memanggil Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka. Saat itu, Novanto sudah menjadi Ketua DPR RI.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun itu.

Novanto sempat membantah dan mengelak. Ia bahkan mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Sempat memenangkan praperadilan, akhirnya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan terus berproses hingga divonis bersalah.
Akibat korupsi yang terjadi, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun, sehingga mengakibatkan kerugian dalam keuangan negara.

Dalam kasus tersebut telah melanggar norma norma dalam masyarakat seperti norma kejujuran, keadilan, norma agama dan norma hukum. Kenapa melanggar norma tersebut? Karena DPR tersebut diberikan kewenangan untuk mengurus pembuatan e KTP akan tetapi dana dari pemerintah yang telah diberikan kepada DPR malah disalahgunakan ( dilakukan korupsi ), selain itu dalam agama islam sendiri tindak pidana korupsi ini sudah jelas dilarang, dan dalam hukum Indonesia telah diatur dalam Undang-undang mengenai tindak pidana korupsi. Maka dari itu kasus korupsi ini telah melanggar norma-norma tersebut.

Dari kasus tersebut telah melanggar UU pasal 2, 3 dan 4.

Pasal 2

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 4
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun