Mohon tunggu...
Sabrina Meirizqa Khaerunnisa
Sabrina Meirizqa Khaerunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga. Saya tertarik dengan isu mengenai kesehatan mental, politik dalam negeri, budaya lokal, dan lain-lain. Saya ingin berkontribusi dengan menyuarakan opini yang saya ketahui. Saya juga terbuka dengan pandangan atau pendapat lain dan terbuka untuk mendiskusikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Open Minded: Toleransi atau Hate Speech yang Tersembunyi?

4 Juli 2022   05:26 Diperbarui: 4 Juli 2022   06:40 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang yang mengaku dirinya 'open minded' ini juga mendukung prinsip liberal seperti free sex, narkoba, minum miras, aborsi, islamophobia, dan lain sebagainya sebagai hal yang wajar dan tidak perlu dihakimi. 

Apabila ada yang tidak setuju dengan pendapat atau prinsip tersebut, pihak ini akan mendebat siapapun yang menentang mereka. Padahal, dalam konsep berpikir secara terbuka adalah memahami dan menerima pemikiran yang berbeda dari prinsip kita namun tidak menghakimi ataupun mengintimidasi. 

Open minded adalah cara berpikir tanpa prasangka buruk (unprejudiced) dan willing to consider any ideas. Semua orang memiliki prinsipnya masing-masing. Ketika berada di lingkungan masyarakat, ragam dari berbagai prinsip setiap individu bertemu. 

Di sinilah kita harus memilah dan menyaring pendapat-pendapat di luar prinsip kita apakah sejalan atau justru pemahaman kita yang salah. Sebagai orang yang open minded, kita tidak bisa langsung menyimpulkan ketika hanya mendengar dari satu perspektif. Melihat berbagai perspektif kemudian dianalisis lagi apakah sejalan atau tidak dengan kita. 

Apabila cocok, maka kita akan mendapatkan insight baru dan meluruskan pemikiran yang sebelumnya salah. Namun, apabila tidak selaras, sebagai orang dengan pemikiran terbuka tidak akan menghakimi atau menentang. Cukup dihargai saja walaupun tidak mendukung pemikiran yang berbeda itu.

Selain itu, apabila kita telah memahami dan mengerti berbagai macam perspektif yang didapat, kita tidak seharusnya mengolok orang-orang yang tidak sepemahaman dengan kita sebagai orang yang close minded. 

Hal yang sebaiknya dilakukan adalah turut mendengarkan perspektif mereka yang menentang, apabila memang keliru, kita sebaiknya tetap merangkul dan memberitahu mereka tanpa diiringi paksaan untuk mengikuti prinsip yang telah kita anut ataupun menjustifikasi mereka sebagai orang-orang yang keliru.

Menjadi open minded bukan berarti dijadikan ajang flexing saja, tetapi bagaimana cara mengolah berbagai informasi yang ada, teguh pada pendirian, serta mem-filter mana yang baik mana yang buruk bagi diri sendiri, mengendalikan diri, serta menghargai perbedaan. 

Referensi :

Price, E., Ottati, V., Wilson, C., & Kim, S. (2015). Open-minded cognition. Personality and Social Psychology Bulletin, 41(11), 1488-1504.

Lpmmata.com (2020). Mau Open Minded Malah Jadi Over Minded. Diakses pada tanggal 4 Juli 2022, dari http://www.lpmmata.com/2021/02/mau-open-minded-malah-jadi-over-minded.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun