Ditemukan beberapa kasus yang dapat memperkuat bahwa proses sosialisasi pendidikan karakter saat pembelajaran daring kurang maksimal dan membuat para siswa mengalami penurunan moral atau degradasi moral. Kasus yang pertama, melansir dari data dream.co.id ketika guru memberikan tugas melalui chat Whatsapp grup kelas, siswa bukannya langsung mengerjakan tugas tetapi malah beramai-ramai keluar dari grup dan hanya tersisa satu siswa di dalam grup kelas tersebut. Lalu ketika guru kembali mengirimkan pesan yaitu bertanya mengenai progres tugas, siswa yang terakhir itupun turut meninggalkan grup tanpa menjawab pertanyaan dari sang guru. Selanjutnya pada kasus yang serupa, melansir dari hits.suara.com saat guru mengirimkan pesan kepada siswanya untuk mengerjakan tugas melalui chat Whatsapp grup, tetapi guru tersebut justu dikeluarkan dari grup kelas.
Selama pembelajaran daring melalui aplikasi contohnya via Zoom Meeting atau Google Meet sangat sedikit siswa yang menghargai guru dengan membuka kameranya selama pembelajaran berlangsung. Para siswa cenderung apatis dan minim rasa untuk menghargai orang lain. Selain itu, rasa kejujuran siswa juga menurun selama pembelajaran daring karena mudahnya akses mencari informasi sehingga pada saat berlangsungnya ujian atau pemberian tugas, mereka melakukan kerja sama antara satu dengan yang lain atau mencari jawaban di internet. Tingkat kedisiplinan juga cenderung menurun, dapat dilihat ketika absensi akan banyak siswa yang telat mengisi karena bangun kesianan. Padahal sudah seharusnya setiap hari senin sampai jumat bangun pagi untuk bersekolah tanpa memperdulikan sekolahnya via daring atau luring.
Penjelasan di atas selaras dengan data balitbangdiklat.kemenag.go.id, mengenai survei karakter siswa yang dilakukan oleh Pusat Studi Agama dan Pendidikan Agama pada tahun 2021 menunjukkan angka indeks rata-rata lebih rendah dibandingkan hasil indeks tahun lalu. Indeks kepribadian sekolah menengah tahun ini adalah 69,52, dua poin di bawah benchmark tahun lalu (71,41). Karena survei kepribadian sebenarnya dilakukan dalam suasana dunia pendidikan menghadapi pandemi infeksi virus corona baru, dampak infeksi virus corona baru diduga kuat menjadi penyebab turunnya indeks. Suasana yang akan mempengaruhi tingkat kecerdasan kepribadian mahasiswa tahun ini sudah diantisipasi sejak awal. Dari lima dimensi yang disurvei yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong dan kejujuran nyatanya hanya dimensi nasionalisme yang mendapat nilai lebih tinggi (74,26) dibandingkan survei tahun lalu (74,13). Empat dimensi lainnya mengalami penurunan, namun penurunan terbesar adalah pada kemandirian siswa.
SIMPULAN
Pada pembelajaran daring yang menjadi kebijakan pemerintah dalam menangangi covid-19 terjadi penurunan moral atau degradasi moral, seperti menurunnya tingkat kejujuran dan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran daring. Siswa terlambat dalam mengikuti proses pembelajaran, tidak menyelesaikan tugas yang diberikan guru, dan mencari jawaban tugas di Google. Hal ini dikarenakan guru tidak bertemu langsung dengan siswa, sehingga sulit untuk memberikan bimbingan dan nasehat. Dibuktikan dengan ditemukan beberapa temuan kasus mengenai tindakan siswa yang kurang sopan terhadap guru.
Sebelum pandemi, pendidikan karakter dilakukan di bawah pengawasan langsung guru. Kegiatan yang mendukung pembentukan karakter juga dilakukan secara langsung sehingga dapat diukur keberhasilannya. Kegiatan pembelajaran daring tidak menjamin siswa akan mendapatkan pendidikan karakter dari orang tua. Pembentukan karakter tidak dijalankan secara optimal ketika pembelajaran daring, karena transfer pengetahuan atau proses pembelajaran lebih mungkin terjadi.
Dalam bertindak manusia harus selalu mengukur dampak atau impaknya untuk orang lain yang terlibat dalam tindakan itu. Sekalipun ada manusia yang bertindak tanpa berpikir namun manusia mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan sosial, yakni tindakan yang terarah atau yang mempunyai tujuan tertentu dan sosialisasi menjadi media untuk memahami norma serta aturan yang menjadi pertimbangan dalam melakukan tindakan. Sosialisasi adalah proses yang bersifat dinamis. Di dalam proses itu, manusia tidak cuma menerima informasi melainkan dia menginterpretasi dan menyesuaikan informasi itu sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam sosialisasi terdapat proses sosialisasi yang menjadi media dalan penanaman pendidikan karakter siswa, dimana sekolah berperan sebagai agen sosialisasi maka sekolah harus menggunakan berbagai pola sosialisasi untuk membentuk moral siswa. Moralitas yang diterapkan di sekolah mengenai kebiasaan berperilaku baik, meliputi kebiasaan, perbuatan, perilaku, dan tindakan. Keteraturan moral ada untuk menjaga kedamaian di dalam masyarakat. Moral dibagi menjadi dua, antara lain:
a) Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan buruk yang bertentangan dengan ketentuan yang sudah berlaku di dalam suatu lingkungan masyarakat
b) Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai suatu perbuatan manusia, apakah dirinya sudah termasuk kedalam baik atau buruk.
Emile Durkheim, salah satu pendiri sosiologi modern, mengatakan dari perspektif pendidikan moral bahwa tidak ada masyarakat tanpa moralitas, tetapi moralitas masyarakat terbelakang bukanlah milik kita yang penting dalam kehidupan seorang anak yaitu untuk menjadikannya sebagai pribadi baik dan berakhlak mulia, serta membangkitkan generasi muda yang beretika dan berkarakter. Pendidikan moral ini sangat penting dalam membentuk karakter siswa, sehingga dapat mengerti penilaian moral yaitu mengenai apakah sesuatu itu baik atau buruk, layak atau tidak berharga, benar atau salah, siswa akan bisa menilai.