Mohon tunggu...
Sabrina Ghaisani
Sabrina Ghaisani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

writeee

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menumpuknya Limbah Medis di Masa Covid-19 Jadi Ancaman Besar untuk Masyarakat Sekitar TPA Wilayah Bantar Gebang

9 Desember 2021   15:05 Diperbarui: 10 Desember 2021   13:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpukan Sampah Medis (Dokumentasi Media Indonesia.com)

Masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di Indonesia menyebabkan menumpuknya pula sampah medis di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Berdasarkan Data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) hingga September 2021 lalu limbah medis yang berlimpah ini diketahui sudah mencapai 15.256 ton. Hal ini tentunya juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di dekat TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Lurah Ciketing Udik, Nahwan Wawan menuturkan, limbah medis atau infeksius yang datang ke TPA Bantar Gebang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), Rumah Sakit Darurat (RSD), wisma untuk isolasi/Karantina, hingga limbah medis yang berasal dari rumah pasien positif Covid-19.

Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Kalau tidak dikelola dengan baik, limbah medis dari penanganan pasien dengan penyakit menular dikhawatirkan menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas, dan masyarakat sekitar. Berbeda dengan limbah lainnya, limbah medis memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menjadi sarang penyebaran penyakit dibanding limbah biasanya. 

Penumpukan Sampah Medis (Dokumentasi Media Indonesia.com)
Penumpukan Sampah Medis (Dokumentasi Media Indonesia.com)

Pejabat Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Yogi Ikhwan mengatakan "Kita mengumpulkan limbah COVID itu dari fasyankes sama dari tempat isolasi terpusat," Yogi juga memastikan sejak awal pandemi COVID-19 ini pihaknya telah mengusahakan penanganan limbah medis. Salah satunya dengan cara melakukan penjemputan sampah ke rumah-rumah. Selain itu cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan tempat sampah khusus untuk limbah medis atau B3 di fasilitas umum.

"Jadi kita buka layanan penjemputan limbah infeksius dari rumah nah kita umumkan nomor teleponnya setiap kecamatannya," ujarnya

Amshar, salah satu petugas kebersihan di dalam TPA Bantar Gebang menjelaskan, Ia banyak menemukan sampah-sampah medis yang datang ke TPA Bantar Gebang, hal ini sangat berbahaya karena di TPA Bantar Gebang juga banyak pemulung yang masih suka datang ke tumpukan sampah tersebut untuk mencari sampah-sampah yang bisa mereka ambil dan jual kembali. Namun saat ini ia jarang menemukan limbah medis di jalur utama, melainkan limbah medis tersebut menumpuk di tempat pembuangan.

Berdasarkan data daerah yang masuk ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) limbah medis yang dimaksud adalah: infus bekas, masker bekas, pile vaksin (botol kecil vaksin), jarum suntik, face-shield, perban, APD, sarung tangan, alat PCR, antigen, dan alkohol swab. 

Sahaya, warga berusia 40 tahun yang tinggal di sekitar TPA Bantar Gebang juga ikut menuturkan 

"Saya dan warga disini sih sering merasakan sesak nafas, batuk dan sakit mata, pokoknya semua penyakit sudah numpuk lah, ya tapi kita sudah terbiasa, habis mau bagaimana lagi mau pindah juga tidak bisa".

Ia juga menyatakan ingin mendapat dana bantuan lebih dari pemerintah, terlebih bagi warga yang rumahnya lebih dekat dengan TPA jangan disamaratakan.

Warga di daerah Bantar Gebang sendiri sebenarnya sudah diberikan fasilitas pengobatan gratis di puskesmas yang berada di setiap kelurahan. Namun hal itu dianggap tidak cukup bagi warga di sekitar Bantar Gebang, melainkan mereka juga membutuhkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bisa mereka dapatkan setiap bulannya.

Berdasarkan data KLHK per 9 Agustus 2021, hanya ada 122 rumah sakit yang memiliki incinerator atau alat pengelolaan limbah yang berizin. Namun juga, ada 112 rumah sakit yang diketahui memiliki incinerator tetapi tidak berizin. Sementara jasa pengolahan limbah B3 di Indonesia baru ada sebanyak 42 unit saja. Dukungan KLHK dan Major Project limbah medis B3 dikatakannya juga masih terbatas hanya ada 6 unit saja.

Adapun komitmen dan seruan yang disampaikan Kementerian/Lembaga dalam penanganan limbah medis secara nasional yakni :

  1. Mendorong penerapan praktik pengelolaan limbah medis agar mencegah penyebaran COVID-19 dan penyakit menular lainnya.

  2. Memastikan semua fasyankes menyediakan sarana prasarana dan peralatan yang sesuai standar dengan dukungan pemerintah daerah.

  3. Berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan seperti Kementerian/Lembaga, swasta, Lembaga Non Pemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat sipil untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkesinambungan.

  4. Mendorong Pemprov dan Pemkab/Pemkot agar berupaya mengembangkan pengelolaan limbah medis sesuai dengan kearifan lokal serta kondisi daerah agar dapat mengakselerasi penanganan limbah medis yang lebih efektif dan efisien.

Komitmen tersebut dituliskan kembali pada salah satu artikel di website Kemenkes, dimana dapat kita ketahui Komitmen Kementerian/Lembaga sampai saat ini belum dijalankan secara maksimal dan masih terdapat banyaknya sampah medis di tempat pembuangan akhir Bantar Gebang yang menyebabkan timbulnya dampak negatif terutama dalam hal kesehatan terhadap warga sekitar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun