4. Ketidakseimbangan Neraca Pembayaran: Perubahan nilai tukar yang terlalu besar bisa mengakibatkan ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran suatu negara. Penurunan nilai tukar yang tiba-tiba dalam mata uang domestik bisa meningkatkan harga impor dan mengurangi daya beli konsumen lokal, yang bisa menyebabkan defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran, serta meningkatkan risiko krisis ekonomi.
5. Peningkatan Risiko Sistemik: Fluktuasi nilai tukar yang tidak terduga dan besar bisa meningkatkan risiko sistemik dalam sistem keuangan global. Ini bisa memperparah ketidakstabilan pasar, meningkatkan korelasi antar aset, dan memicu penyebaran cepat risiko ke seluruh sektor ekonomi, yang bisa berdampak luas dan serius terhadap stabilitas ekonomi global.
   Maka dari itu, penting bagi pemerintah, bank sentral, dan institusi keuangan untuk mengawasi fluktuasi nilai tukar dengan cermat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi risiko sistemik yang ditimbulkan oleh volatilitas mata uang terhadap stabilitas ekonomi global. Langkah-langkah ini termasuk koordinasi kebijakan antar negara, intervensi pasar yang tepat waktu, manajemen risiko yang hati-hati, dan pengembangan infrastruktur keuangan yang kuat.
   Berbagai langkah internasional telah diambil untuk mengelola risiko yang timbul akibat fluktuasi nilai tukar mata uang, dengan keterlibatan lembaga keuangan internasional. Berikut beberapa contohnya:
1. Dana Moneter Internasional (IMF): IMF berperan dalam memberikan dukungan keuangan kepada negara-negara yang menghadapi krisis keuangan, termasuk yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar. IMF memberikan pinjaman kepada negara-negara yang mengalami kesulitan pembayaran internasional untuk membantu mereka menyeimbangkan neraca pembayaran dan menstabilkan nilai tukar mereka.
2. Bank Dunia: Bank Dunia memberikan pinjaman dan bantuan teknis kepada negara-negara berkembang untuk proyek-proyek pembangunan ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar. Proyek-proyek ini meliputi pembangunan infrastruktur, perluasan sektor keuangan, dan reformasi kebijakan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi negara-negara tersebut.
3. Komite Basel tentang Pengawasan Perbankan: Komite Basel bertanggung jawab untuk menetapkan standar internasional dalam sektor keuangan, termasuk standar untuk pengelolaan risiko mata uang. Standar ini dibuat untuk membantu bank-bank mengelola risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar dalam kegiatan operasional mereka.
4. Dewan Stabilitas Keuangan (FSB): FSB memantau dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan stabilitas sistem keuangan global. FSB mengevaluasi risiko sistemik yang timbul akibat fluktuasi nilai tukar dan memberikan saran kepada negara-negara anggota untuk mengurangi risiko tersebut.
5. Bank Penyelesaian Internasional (BIS): BIS berperan sebagai bank sentral bagi bank-bank sentral dan berfungsi sebagai platform untuk diskusi dan kerjasama dalam isu keuangan internasional, termasuk pengelolaan risiko mata uang. BIS menyediakan penelitian dan analisis mengenai fluktuasi nilai tukar serta memberikan saran kepada bank-bank sentral tentang kebijakan yang tepat untuk mengatasi volatilitas mata uang.
   Melalui kerjasama antar lembaga keuangan internasional ini, berbagai langkah telah diambil untuk mengelola risiko yang ditimbulkan oleh fluktuasi nilai tukar mata uang dan meminimalkan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H