Mohon tunggu...
Sabiruddin Santaner
Sabiruddin Santaner Mohon Tunggu... -

Anak bungsu dari dua bersaudara yang melewati masa kecil sekolahnya secara nomaden. Dari kota ke desa,-desa ke kota, secara berulang-ulang. Sejak 2003, untuk kali pertama menginjakkan kaki di pulau Jawa. Tak terasa, selama tujuh tahun menimba ilmu di daratan Jawa telah dilakoni. Dan saat ini memperpanjang pencarian ilmu dengan menjadi mahasiswa paca sarjana, kajian budaya dan media, UGM. Meskipun ada teman yang baru dikenal dan bertanya "Ikut SNMPTN tahun ini ya mas"?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Review buku Teori Budaya

10 Oktober 2010   04:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:33 2042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar
Buku Teori Budaya karangan David Kaplan dan Robbert A. Manner merupakan terjemahan dari judul asli The Theory of Culture oleh Landung Simatupang ke dalam bahasa Indonesia. Buku setebal 294 halaman tersebut, terdiri dari lima pembahasan penting yang di dalalamnya memuat sub-sub
David Kaplan dan Robbert A. Manner sangat menekankan pentingnya teori. Karna teori merupkan pengetahuan yang diorganisasikan dengan cara tertentu yang meletakkan fakta di bawah kaidah umum. Berikut review buku tersebut.

SATU
ANTROPOLOGI: METODE DAN POKOK SOAL
DALAM PENYUSUNAN TEORI

Antropolgi merupakan satu-satunya ilmu yang berusaha menekankan dan membahas kedua sisi sifat-hakikat manusia sekaligus, yakni sisi biologis (antropologi ragawi) dan sisi kultural (antropologi budaya). Selain itu, antropologi juga mencakup persoalan kekerabatan dan organisasi sosial, politik, teknologi, ekologi, agama, bahasa, kesenian dan mitologi. Masalah utama dalam antropologi adalah menjelaskan kesamaan dan perbedaan budaya, pemeliharaan budaya maupun perubahannya dari masa ke masa. Budaya itu bersifat dinamis. Karenanya sebuah keharusan mempelajari mekanisme, struktur, dan sarana-sarana kolektif di luar diri manusia, yang kemudian disebut sebagai “budaya” (culture).
Tekait  keragaman pengaturan budaya, antropolog menilai bahwa ada perbedaan, pertama bahwa sesuatu yang ada begitu saja sebagai fenomen untuk dicatat, atau sebagai variasi-variasi dalam suatu tema besar yang bernama relativisme budaya, kedua keragaman tidak dipandang sebagai fenomen untuk sekedar dicatat, melainkan dipersoalkan juga alasan penjelasannya, yang berarti antropolog menuntut adanya teori.
Relativitas Lawan Perbandingan
Dalam studi antropologi kita mengenal istilah relativistik yang sering disebut tesis relativitas dan komparatif, hal tersebut berkaitan dengan teori dan metodologi, dan terkesan bertolak belakang. Relativisme menyatakan bahwa setiap budaya merupakan konfigurasi unik yang memiliki citarasa khas dan gaya serta kemampuan tersendiri. Kaum relativis menyatakan, bahwa suatu budaya harus diamati sebagai suatu kebulatan tunggal, dan hanya sebagai dirinya sendiri. Sedangkan komparativis menyatakan bahwa suatu institusi, proses, kompleks, atau ihwal, haruslah dicopot dari matriks budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan insitusi, proses, kompleks, atau ihwal-ihwal dalam konteks sosiokultural berbeda.
Perbandingan dan Tipe Struktural
Tipe struktural  merupakan fenomen yang dipelajari menurut cirinya yang penting dan menentukan dari bangunan konstruk. Kemudian karna tidak adanya klasifikasi yang mutlak maka tipe struktural bervariasi menurut masalah yang dikaji. Perbandingan yang dilakukan oleh antropolog yang lebih sadar diri dan sistematis dapat dilakukan dengan dua jenis kajian. Pertama adalah perbandingan skala kecil dalam suatu wilayah geografis, kedua budaya yang tidak memiliki hubungan histories, berupa survei lintas-budaya berskala besar.
Masalah Pendefinisian Teori
Teori yang baik adalah menunaikan fungsi ganda, berupa penjelasan fakta yang sudah diketahui dan membuka celah untuk mengantarkan ke fakta baru. Dengan demikian, teori berusaha menjelaskan fenomena empirik dan menguarai pertanyaan "Bagaimana" dalam kenyaataan.
Hubungan antara Teori Etnografi dan Fakta Etnografi
Gagasan fakta empirik dan teoritek dan perbedaan keduanya berupa pembedaan antara etnografi (pemerian/deskiripsi budaya) dan etnologi (pembentukan teori mengenai pemerian itu).
Masalah-masalah Khusus dalam Pembentukan Teori Antrologi
Persoalan yang sering timbul bagi antropolog adalah soal metodologis. Sementara, dalam menyusun deskripsi mengenai budaya yaitu menurut kategori konseptual warga budaya yang bersangkutan sering disebut pendekatan emik, atau sebaliknya berupa pendekatan etik.
Obyektifitas Pelaporan Antropologis dan Pembentukan Teori
Masalah pelaporan dalam setiap pengetahuan yang diharapkan secara obyektif atau setidaknya mendekati kebenaran, dimana seorang antropolog mengalami bias. "Kebenaran" tersebut dapat dicapai melalui obyektifitas hakiki sesuatu displin diupayakan dan ditingkatkan sacara kumulatif dari masa ke masa sebagai tradisi kritik suatu disiplin.
Ilmu pengetahuan (sains) merupakan hasil jawaban dari rentetan pertanyaan dan pembuktian. Antropologi ingin memahami pola-pola umum dan regulalaritas fenomena kebudayaan. Verstehen. Ilmu-ilmu sosial bersifat ideografis (partikularistik) dan tidak bersifat nomotetis (menggeneralisasi). Verstehen cenderung pada pengorganisasian dan presentasi data dengan cara tertentu yang menjadikan data itu dapat dipahami melalui suatu proses pemahaman dan empati individual. Historitas. Terdiri dari (a), adanya perubahan struktur, proses, dan kejadian. (b), sistem terbuka, (c), isu-isu sosial dan (ideologi).

DUA
ORIENTASI TEORETIK

Pendekatan atau orientasi teoretik berbeda dengan dengan metodologi yang bersifat formal. Teori yang dimaksuda lebih bermakna substantive dan berurusan dengan entitas, impikasi dan hubungan di antara entitas-entitas itu. Pada Pendekatan atau orientasi teoretik di bagi menjadi empat; evolusinisme, fungsionalisme, sejarah dan ekologi budaya.
Sedangkan tujuan primer antropogi adalah menjawab bagaimana sistem budaya bekerja dan bagaimana sistem budaya dapat bekerja seperti keadaanya sekarang?
Kerangka Historis Umum
Selama abad kesembilan belas terjadi dominasi oleh orientasi evolusioner dan orienasi perkembangan. Kemudian memunculkan reaksi pada abad ke dua puluh.
Evolusionisme Abad Kesembilan Belas: Suatu Perspektif Historis
Evalusionisme abad kesembilan belas menuai kritik tajam karna dianggap sangat etnosentris meskipun bergulat pada suatu telaah naturalistik mengenai sebuah fenomena kultural. Setelah sekitar 40 tahun paham evolusi budaya tenggelam maka lahirlah antropolog sebagai penerus tradisi evolusioner dengan corak yang berbeda. Seperti V. Gordon Childe (antropolog Inggris) dan Leslie A. White dan Julian Steward (antropolog Amerika)
Sementara itu, tugas yang layak seorang antropologi ilmiah adalah mencapai konsepsi tentang evolusi atau perkembangan yang memberi kerangka yang bermanfaat dalam memikirkan, meneliti dan menjelaskan perubahan budaya sebagai bentuk sumabangan baru.
Fungsionalisme
fungsionalisme memiliki kaidah yang bersifat mendasar bagi suatu antropologi yang berorientasi pada teori, yakni diktum metodologis bahwa kita harus mengeksplorasi ciri sistemik budaya. Dan menekankan dominasi dalam studi antropologi khususnya penelitian etnografis.
Perubahan Budaya
Upaya menjelaskan perubahan struktural, orang harus mempertimbangkan bobot kausal variabel-variabel tertentu. Artinya, haruslah ditentukan unsur, institusi, atau struktur mana yang lebih mendasar, lebih fungsional daripada yang lain-lain. Keluhan yang lazim dilontarkan mengenai analisis fungsional adalah karena analisis ini mempersoalkan pemeliharaan-diri sistem, ia tidak dapat menjelaskan perubahan struktural
Prasyarat Fungsional
Syarat analisis fungsional yang memadai berupa. (1)konsepsi tentang sistem; (2) daftar syarat untuk sistem itu; (3) definisi berbagai sifat dalam keadaan terpelihara; (4) pernyataan tentang kondisi eksternal yang diabayangkan memiliki pengaruh dan dengan demikian dapat dikontrol dan (5) pengetahuan tertentu tentang mekanisme internal dalam pemeliharaan sifat sistem itu.
Sejarah
Penggunaan istilah sejarah pada konteks ini adalah menunjukkan perbedaan metode yang digunakan dalam menangkap kembali masa lampau. Meskipun kajian lapangan antropolog adalah semacam sejarah dan harus dibaca pila sebagai sejarah.
Ekologi Budaya
Ciri dalam ekologi budaya adalah perhatian mengenai adaptasi pada dua tataran: pertama, sehubungan dengan cara sistem budaya beradaptasi terhadap lingkungan totalnya, dan kedua-sebagai konsekuensi adaptasi sistemik itu-perhatian terhadap cara institusi-institusi dalam sesuatu budaya beradaptasi atau saling menyesuaikan diri. Dengan demikian, berbeda dengan ekologi umum, ekologi budaya tidak sekedar membicarakan interaksi bentuk-bentuk kehidupan dalam suatu ekosistem tertentu, melainkan membahas cara manusia memanipulasi dan membentuk ekologi sistem itu sendiri. Pembahasan ekologi budaya secara prinsip berkorelasi dengan Konsep Lingkungan (environment) dan adaptasi (adaptation).

TIGA
TIPE-TIPE TEORI BUDAYA

Teori dirumuskan untuk menjawab pertanyaan menagapa (why) timbul regulasi alam, dengan demikian seorang antropolog dapat memberikan penjelasan dan merumuskan teori.
Teknoekonomi
Teknoekonomi merupakan keadaan kultural dan historis tertentu, seperangkat faktor (misalnya: alat-alat) mungkin lebih menentukan daripada faktor-faktor lainnya. demi perbaikan sosial, sebagai produk sejarah dan pengaturan sosioekonomis beserta ideologi yang mengiringinya.
Struktur Sosial
Levi-Strauss berpendapat bahwa struktur sosial adalah model. Leach mengatakannya sebagai seperangkat norma atau aturan ideal. Evans-Pritchard mengemukakan bahwa struktur sosial merupakan konfigurasi kelompok-kelompok yang mantap. Sedangkan Talcott Parsons mengatakan bahwa struktur sosial merupakan suatu sistem harapan/ekspektasi normatif (normative expectations).
Matra Politik
Institusi politik dapat pula dipandang sebagai variabel struktural yang memiliki dampak penentu atau kausal. Ketika seperangkat jabatan politik sepenuhnya menjadi terpisah dengan sistem kekerabatan, dan masyarakat itu ditata terutama bukan atas dasar kaidah kekerabatan melainkan territorial maka muncul state, "Negara".
Ideologi
Ideologi mengacu kepada kawasan ideasional dalam suatu budaya, yang meliputi nilai, norma, falsafah, dan kepercayaan religius, sentimen, kaidah etis, pengetahuan atau wawasan tentang dunia, etos, dan semacamnya. Antroplog dalam menjelaskan rasionalitas hal yang irrasional sering terbawa pada subsistem ideologi Logika Hal Irrasional.
Kepribadian: Matra Sosial dan Psikobiologis
Budaya dan kepribadian (subsistem kepribadian) mengacu pada beberapa hal pembahasan pokok soal teoritik dan metodologis yang niscaya melibatkan dalam segala upaya untuk memanfaatkan variabel-variabel kepribadian guna menjelaskan fenomena kultural.
Aliran Budaya-Kepribadian yang Lama dan Baru
Masa awal,  antropologi telah memasalahkan proses mental sebagai bidang pengetahuan yang sistematis. Dengan demikianlah maka dalam memegang teguh anggapan tersebut antropologi meninggalkan penjelasan rasial, biologis, dan genetis mengenai perubahan budaya. Antropologi beralih ke penjelasan tentang perbedaan itu sebagai fenomena sosio-kultural. Perkembangan selanjutnya, kepribadian baru, yang melekat pada Kognisi yang menaruh perhatian yang luas terhadap antropoli psikologis untuk menelaah pikiran itu sendiri. Tujuan utama antropologi kognitif ialah mengetahui alat konseptual yang digunakan suatu bangsa untuk mengklasifikasikan, menata, dan menafsir semesta sosial serta alaminya.
Bahasa dan Kode Kognitif
Kognisi dalam karya antropologi menuai kritik seperti, salah satunya adalah  Harris yang menentang karya kognitis yang memandang ambiguitas (ketaksaan) kurang berarti dan tak relevan. Kognisi dipandang bahwa telaah tentang julukan dan klasifikasi kebahasaan terkandung dalam ranah-ranah budaya seperti penyakit, warna, kerabat, tumbuhan, dan sebagainya, akan langsung mengantar kita pada kategori kognitif yang digunakan oleh para warga suatu masyarakat menata ranah-ranah itu dan bahkan dalam memikirkannya. Antropolog memandang bahwa ada relasi strukutur bahasa dengan dengan struktur pikiran kognitif. Di sisi lain, berpandangan bahwa hakekat bahasa adalah Instrumen Sosial
.

EMPAT
ANALISIS FORMAL

Bagian ini membahas dua skemata teori yaitu Strukturalisme dan etnografi-baru antara lain mencakup ancangan yang disebut etnosemantik, etnosains, dan analisis-komponen. Yang membuat strukturalisme dan etnografi-baru kelihatan menonjol sebagai perintis adalah bahwa metodologi, peristilahan, dan kerangka konseptual yang digunakannya banyak bersumber tidak hanya pada lingkungan struktural, namun juga pada perkembangan paling mutakhir dari ilmu-ilmu yang disebut high sciences: teknologi komputer, teori komunikasi, sibernetika, game theory, analisis sistem, dan logika simbolik.
Model utama yang paling berpengaruh adalah bahasa.pendefinisian model secara formal. Model ialah sebagai analogi dan metafora. Suatu model formal adalah seperangkat unsur yang didefinisikan secara cermat-tepat, ditambah dengan aturan logis untuk menggabung-gabungkannya secara terampil. Sifat paling bermanfaat pada suatu model adalah kemungkinan heuristik-nya bukan presisinya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan model, yaitu aproksimasi (penghampiran) dan isomorfis (sama bentuk).
Strukturalisme
Leach menyebut strukturalisme didirikan oleh Levis-Strauss. Bagi Levi-Strauss, budaya pada hakikatnya adalah suatu sistem simbolik atau konfigurasi sistem perlambangan. Lebih lanjut, untuk memahami sesuatu perangkat lambang budaya tertentu, orang harus lebih dulu melihatnya dalam kaitan dengan sistem keseluruhan tempat sistem perlambangan itu menjadi bagian.
Etnografi Baru
Etnografi berupaya mereproduksi realitas budaya seturut pandangan, penataan, dan penghayatan warga Ini berarti bahwa pemaparan tentang sesuatu budaya tertentu harus diungkapkan sehubungan dengan kaidah konseptual, kategori, kode, dan aturan kognitif ‘pribumi’ dan tidak sehubungan dengan kategori konseptual yang diperoleh dari pendidikan sang atropolog Dengan demikian, etnografi yang ideal harus mencakup semua aturan, kaidah dan kategori yang pasti dikenal oleh warga pribumi sendiri guna memahami dan bertindak tepat dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Demi menghindari bias budaya si etnograf dapat dinetralkan, dan suatu deskripsi yang mencerminkan realitas budaya ‘yang sesungguhnya’
Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik Terhadap Fenomena Budaya
Maksud dan kegunaan pelaksanaan penelitianlah adalah akan menentukan apakah suatu pembahasan etnografis akan diungkapkan dalam “kategori warga budaya setempat” (emik), atau menurut “kategori antropolog” (etik), atau dalam semacam kombinasi antara keduanya seperti sangat sering terjadi.
Kategori kognitif warga-budaya setempat dirancang untuk membuat orang dapat hidup membaur dalam budaya tersebut. Sedangkan kategori kognitif seorang antropolog selaku antropolog dirancang untuk kegunaan lain: tidak untuk mereproduksi “realitas kultural” melainkan untuk menjadikan realitas itu dapat dipahami dalam suatu bingkai perbandingan,

LIMA
BEBERAPA TEMA LAMA DAN ARAH BARU
Antropologi sedang mengalami krisis yang terutama disebabkan oleh lenyapnya dunia primitif. Dulu primitif memasok sebagian besar data yang dibutuhkan antropolog. Krisis tersebut juga terjadi pada disiplin ilmu lainnya.
Pandangan Tradisional
Keanekaragaman budaya memperkaya kajian antropogi. Awalnya. Antropolog dalam penelitian tidak terlibat langsung dengan obyek kajiannya secara langsung pada kalangan "bangsa primitive". Padahal Satu faktor yang telah menyumbang bagi penetapan dan pertumbuhan antropologi sebagai suatu disiplin ilmu sosial yang dikhususkan adalah penekanan pada kerja lapangan dan observasi-partisipasi yang mulai muncul sebagai piranti utama pengumpulan data antropologi kira-kira pada peralihan abad ini.
Pandangan Tradisional menuai kritik dari antropolog selanjutnya yang mempertayakan entitas yang relatif otonom dan secara fungsional independent terutama yang menyangkut persoalan metodologis.
Kecenderungan Masa Depan
Titik Temu dengan Ilmu-ilmu Sosial lain
Dalam akulturasi dan perubahan global dalam Antropogi yang masing-masing memiliki pola yang berbeda telah melahirkan setidaknya reksi dan corak yang berbeda. (a), metodologi kerja lapangan dengan obsevasi-partisipasi (b), pembatasan  masalah antripologis yang bersandar pada kerja lapangan tradisional dan (c), kelompok ini cendrung pada kegiatan metodelogis yang baru dan canggih. Susutnya keberagaman budaya dan otonomi unit sosial menyudutkan segala cabang ilmu sosial untuk saling memanfaatkan wawasan, dan data cabang ilmu lain.
Relevansi dalam perkembangan ilmu sosial bukan hanya menganalisis masalah sosial tapi diharapkan melahirkan kritik sosial atas konstruksi realitas, dan menghasilkan satu agenda "aksi" yang jelas sebagai upaya memenuhi tuntutan masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun