“ Rafli suka sama Keysia Bang”
Gue mulai dilema. Perasaan gue terasa tercabik-cabik. Gue bingung mau mikir apa. Rafli pasti gak akan di setujui sama orang tua Keysia. Karena Keysia keturnan baik-baik, Ayahnya lurah, ibunya PNS, satu lagi Keysia itu adik gue sendiri. Gue gak mungkin ngerestuin mereka. Gue gak akan ihlas, gak akan ridho, dan gue gak akan nyanyi dangdut kaya’ ridho rhoma.
Gue tahu trackrecord Rafli. Gue tahu semua nilai minusnya. Yang pertama, dia suka malak di sekolah. Kedua, dia sering bolos kalau pelajaran agama. Ketiga, , dia pernah ngompol di dalam kelas, waktu kelas dua SD dan yang paling memalukan, dia belum di sunat.
Saat itu, dalam otak gue Cuma ada satu, yaitu gimana ngebuat ni anak, biar gak jadi suka sama adek gue. Gue bingung. Cobaan ini terlalu berat untuk gue, gue gak sanggup, gue, gue gak bisa terima.
Dalam diam gue menghayal. Gimana kalau seandainya, adek gue juga suka sama Rafli. Gimana kalau seandainya, adek gue udah ketutup matanya?, udah gak bisa lagi ngeliat mana yang baik, mana yang buruk, gimana kalau ternyata mereka berdua udah jadian?. Atau bahkan mereka udah siap buat nikah. Tapi mereka kan baru kelas lima SD, tapi bagaimana ternyata yang jadi adik bukan lah Kesysia tapi gue, berarti Rafli akan jadi abang gue. Oh Tuhan bantu aku berpikir.
###### Zleb,Zleb####
Pikiran itu menghilang.
Tiba-tiba gue serasa berubah jadi orang bijak seperti yang biasa muncul di TV. Yang ngomongnya pake suara perut biar terdengar wibawa dan hebat. Tapi jujur gue gak suka nonton acara itu, tapi gue suka dengar kata-katanya.
Gue samarin aja namanya, kan gak enak kalau gue sebutin namanya, nanti di kira promosi. Gue sebut dia dengan Pak Mario Teguh.
“Cinta itu dapat membodohkan orang yang bijak, dan dapat membijakkan orang yang bodoh”, itu kata-kata dari Pak Mario. Gue juga gak ngerti maksudnya apa, yang penting bagus aja kalau di denger.
Gue pun mulai bicara seperti Pak Mario. Si Rafli ngangguk-ngangguk. Dia Paham. “Bagus dech” ucap gue dalam hati.