Potensi itu adalah sifat maskulinitas dan feminitas. Keduanya tidak dipengaruhi oleh kategori biologis, melainkan cerminan sifat seorang manusia yang terbentuk oleh lingkungan sosialnya. Maskulin tidak selalu melekat pada laki-laki dan begitu pula feminim tidak selalu melekat pada perempuan.
Maskulin adalah lebel potensi tinggi berupa kekuatan, kecakapan, kepandaian dan sebagainya. Adapun feminim adalah lebel potensi rendah berupa kelemahan, kebodohan dan sebagainya.
Jika konsepsi ini digunakan, maka lafadz ar-rijal dialihkan maknanya menjadi maskulin dan lafadz an-Nisa dialihkan maknanya menjadi feminim.
Dengan begitu, pihak manapun baik laki-laki atau perempuan, jika ia bersifat maskulin, maka akan menjadi pihak yang memimpin dan pihak manapun baik laki-laki atau perempuan, jika ia bersifat feminim, maka akan menjadi pihak yang dipimpin.
Terlepas dari perbedaan penafsiran diatas, kemuliaan dan kehinaan seorang manusia tidaklah ditentukan oleh kategoris keduniaan, dihadapan Tuhan hanya ketakwaanlah yang menjadi tolak ukurnya.
---
Disclaimer: Tulisan ini bukan opini penulis, melainkan rangkuman dari poin-poin penting buku karya Dr. Aksin Wijaya yang berjudul Menalar Autentitas Wahyu Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H