Kegaduhan soal benar tidaknya terdapat nasab yang bersambung kepada Nabi Agung Muhammad SAW sedang ramai diperdebatkan banyak pihak. Terlepas dari perdebatan itu, penulis tidak punya kapasitas untuk menolak atau mengafirmasi keduabelah pihak. Disini penulis hanya ingin merefleksikan tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi perdebatan sengit ini?
Kita semua punya hak untuk menjatuhkan keberpihakan kita terhadap salah satu pihak tersebut. Namun tentu harus berdasarkan pada validasi ilmiah dan kemantapan hati, bukan sekedar oleh ego semata. Oleh karena itu, perdebatan ini harus melalui forum ilmiah yang menghadirkan pihak-pihak yang berkapasitas dan disertai dengan bukti yang konkrit pula. Bukan sekedar debat kusir semata yang selama ini kita saksikan di media sosial yang hanya akan semakin membuat gaduh dan menyamarkan fakta yang sebenarnya.
Tapi yang lebih penting dari itu, jika kita berada di pihak yang meyakini kebenaran nasab tersebut dan mencintai sepenuh hati para habib tersebut, jangan lupa pula untuk mencintai dengan sepenuh hati juga semua saudara sesama manusia lainnya, apapun nasab dan latar belakangnya, termasuk kepada pihak yang menolak meyakini kebenaran nasab yang kita yakini. Karena sikap itulah yang Sang Nabi Agung teladankan. Menjadi kasih sayang kepada seluruh alam. Juga jangan sungkan untuk membenci dan menolak sikap buruk--bukan personal-- yang seorang habib lakukan, karena bagaimanapun juga, manusia tidak akan pernah lepas dari kesalahan dan tugas kita adalah saling mengingatkan sesama kepada kebajikan.
Jika kita berada di pihak yang menolak meyakini kebenaran nasab tersebut, tetaplah menjadi pribadi yang mencintai sepenuh hati semua saudara sasama manusia, termasuk kepada mereka yang mengaku sebagai habib dan para pengikutnya tersebut. Karena tugas kita hanyalah mengkritisi sikap dan pemikiran seseorang bukan membenci secara personal pribadinya. Tetaplah mengambil pelajaran-pelajaran baik, sekalipun itu datangnya dari pihak yang bersebrangan dengan kita. Lihatlah apa yang dikatakannya bukan siapa yang mengatakannya.
Mengutib perkataan Quraish Syihab, Habib itu mencintai dan dicintai. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah mencintai semua umat manusia, baru kemudian mereka akan dicintai pula, sebagaimana yang buyut Agung mereka lakukan dan dapatkan. Beban tanggung jawab besar sebagai teladan baik telah dan akan selalu mereka pikul. Sekali saja mereka melenceng, maka itu sama dengan melukai martabat keluarga terkhusus pribadi Nabi Agung Muhammad SAW.
Berada dipihak manapun kita berlabuh, sikap saling menghormati dan menyayangi sesama tetaplah harus menjadi pilar bersama, karena pada sejatinya Tuhan tidak memandang apa dan siapa kita ini, yang dipandang-Nya adalah kualitas kebajikan yang ada dalam pribadi kita semua. Tetaplah menjadi pribadi yang bersikap 'bijaksana' dan 'bijaksini'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H