Mohon tunggu...
Muhammad Sabiq Hilmi
Muhammad Sabiq Hilmi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri

Alumni Perguruan Islam Mathali'ul Falah Kajen-Pati Sekarang nyantri di Pondok Pesantren Mamba'ul Ulum Pakis Tayu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Maratib Al-Idrak: Tingkatan Pengetahuan dalam Ilmu Mantik

3 April 2024   23:28 Diperbarui: 3 April 2024   23:32 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Misalnya, ada seseorang bercita-cita menjadi presiden, tetapi dia tidak mau sekolah tinggi dan bekerja keras. Keyakinan seseorang untuk menjadi presiden, dengan tidak adaya usaha untuk mewujudkannya adalah bagian dari ilusi (wahm).

5.Kebodohan (Jahl)
Tingkatan paling rendah dalam maratib al-idrak adalah jahl atau kebodohan. Dalam konteks ini, para logikawan membagi jahl menjadi dua bagian. Pertama jahl basith. Kedua, jahl murakkab. Jahl basith adalah kebodohan yang bermakna tidak tahu sama sekali tentang sesuatu tersebut.

Para logikawan memasukkannya ke dalam pembagian ini hanya untuk memperinci saja dan sebagai perbandingan dengan jahl murakkab yang diartikan sebagai “pengetahuan tentang sesuatu, yang bertolak-belakang dengan kenyataan, dan disertai keyakinan.”

Misalnya ketika ada yang bertanya kepada anda “dimana Monas itu?” Kemudian dengan penuh keyakinan anda menjawab “di Bandung”. Artinya, anda yakin dengan keyakinan anda dan tidak merasa salah, padahal faktanya jelas salah. Inilah jahl murakkab. Berbeda ketika anda menjawab “tidak tau”. Maka. ketidaktahuan anda dinamakan jahl basith.

Jahl murakkab masuk dalam tingkatan pengetahuan dikarenakan adanya gambaran kebenaran yang terlintas di dalam pikiran, walaupun pada kenyataannya salah. Namun, kalau kita kembali ke definisi awal tentang ilmu, maka hal ini mencakup jahl murakkab.

Itulah tadi kelima tingkatan pengetahuan (maratib al-idrak) dalam ilmu logika. Semoga dengan adanya pengetahun ini, kita bisa mengambil manfaat khusunya bagi diri kita dan orang lain agar tidak adanya kesalahan berfikir yang sekarang marak terjadi di media social. Wallahu a’lam.

Refrensi
1.Muhammad Nuruddin, Ilmu Mantik, (Depok: Keira: 2021), hal.32-36

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun