Mohon tunggu...
Sabinus Sahaka
Sabinus Sahaka Mohon Tunggu... Guru - Vivere est Cogitare, To think is to Live

Menulis... Merawat pikiran, mengasah logika, Mengungkap rasa dan fakta yang terpendam, Belajar kritis dan berkreasi, Membuka mata, tawarkan harapan, Menulis.... Meninggalkan jejak peradaban dalam guratan,

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Oknum Polisi Terlibat Kasus Narkoba, Bagai Menampar Wajah Kepolisian Republik Indonesia

18 Februari 2021   18:37 Diperbarui: 18 Februari 2021   18:45 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering sekali mendengar dan membaca kisah heroik  dari institusi kepolisian Republik Indonesia yang membuat saya angkat topi. Salut dan kagum pada keberanian, cara kerja yang sistimatis dan konsisten dalam memberantas segala bentuk kejahatan. Mulai dari kejahatan berskala besar hingga skala kecil. 

Banyak kasus besar yang diselesaikan oleh kepolisian seperti kasus terorisme yang membuat warga Negara Indonesia takut, kasus korupsi, kasus narkotika, kenakalan remaja, menghentikan demonstran yang anarkis dan masih banyak lagi  deretan prestasi yang lainnya. Mendengar dan membaca berita seperti itu kita merasa dilindungi dan amanlah keadaan sebuah kota atau sebuah Negara. Dari segi fungsi, memang demikianlah tugas mereka, memelihara keamanan dan menegakkan hukum, memberi perlindungan dan pangayoman kepada seluruh lapisan masyarakat.

Kisah heroik kepolisian di atas  dicederai oleh keterlibatan oknum polisi  dalam kasus narkoba  sebagaimana diberitkan secara luas hari ini diberbagai media sosial. Institusi Kepolisian dibuat malu oleh anggotanya sendiri. Bayangkan, bukan hanya dilakukan oleh satu orang oknum tetapi melibatkan kurang lebih sebelas anggota polisi aktif yang menjadi tersangka. Meskipun kita mengakui bahwa polisi juga manusia yang bisa salah atau khilaf tetapi ketika itu dilaksanakan secara bersama-sama maka patut diduga bahwa hal itu bukanlah sebuah kekhilafan atau ketidaksengajaan. Meskipun kita tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, presumption of innocent.

Bagi kita, narkotika adalah barang yang sangat dilarang beredar di Indonesia. Bisa dikatakan bahwa pengedar maupun konsumen merupakan musuh bangsa ini. Narkotika dapat merusak generasi muda Bangsa Indonesia. Oleh karena setiap oknum yang menggunakan apalagi mengedarkan wajib didili dan dihukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.  Pada titik ini tentu saja kita terperangah, terkejut dan bartanya-tanya. 

Bagaimana mungkin seserong yang kita andalkan untuk menegakan hukum tetapi melanggar hukum?  Para tersangka narkotika yang saat ini ada di penjara atau dalam masa rehabilitasi mungkin  tertawa ngakak melihat  atau mengetahui bahwa oknum dari sebuah  institusi negara  memiliki kelakuan yang  tidak ada bedanya dengan mereka. Lebih lanjut kita akan bertanya, bagaimana mungkin mata rantai pengedaran narkotika di Indonesia bisa berakhir kalau oknum penegak hukum sendiri tidak memberikan contoh atau teladan? Jadi ingat pepatah lama, Guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Jangan sampai nanti masyarakat beranggapan, "Penegak hukumnya bertindak demikian maka saya juga boleh bertindak demikian". Ini jangan sampai terjadi. Oleh sebab itu menurut saya harus segera diselesaikan dan berharap tidak terjadi lagi.

Sebagai warga Negara kita tentu merasa prihatin dengan kejadian ini. Semoga dengan peristiwa yang memalukan ini menjadi kesempatan emas bagi institusi kepolisian untuk kembali berbenah diri dan memperbaiki  serta meningkatkan disiplin aparat kepolisian di seluruh Indonesia. Saya hormat dan salut kepada karya anggota Polisi Republik Indonesia. Saya masih percaya bahwa masih sangat banyak polisi yang jujur, ramah, berdedikasi dan siap mengabdi tanpa pamrih. Semoga Nila setitik tidak sampai merusak susu sebelanga. Viva Kepolisian Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun