Ketika mendengar nama Marzuki Ali, ingatan saya langsung tertuju pada masa-masa emas Partai Demokrat. Beliau menjadi salah satu tokoh penting dalam mengharumkan nama Partai Demokrat hingga berkuasa selama dua periode, 2004-2014. Beliau termasuk orang dekat dengan Sang Ketua Umum sekaligus Presiden RI pada saat itu, sering  memberikan  ide-ide baru dan segar tentang bagaimana caranya agar Partai Demokrat menjadi partai yang modern. Sudah cukup lama namaya tidak muncul ke permukaan termasuk pada saat peralihan ketua umum Partai Demokrat dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Putra Mahkota, Agus Harimurti Yudhoyono pada 18 Maret 2020.
Namun, dalam minggu-minggu terakhir nama Marzuki Ali beserta beberapa mantan kader Demokrat yang lain mencuat ketika isu kudeta terhadap kepemimpinan AHY oleh "elemen kekuasan" berhembus kencang, dan salah satu nama yang disebutkan sebagai dalang adalah Marzuki Ali.Â
Mendengar namanya disebut-sebut sebagi otak dari isu tersebut, sang mantan Sekretaris jenderal Partai Demokrat pada pariode 2005-2010 itu langsung mengirim pesan kepada Bapak Pembina Partai Demokrat untuk klarifikasi. Meskipun hingga saat ini belum ada penjelasan dari Pak SBY. Kata Marzuki.
Sebagai orang yang lama berkecimpung dalam dunia politik, Marzuki  tentu tahu banyak hal terkait Partai Demokrat. Ia melihat beberapa hal yang perlu dibenahi dalam internal partai berlambang mercy tersebut. Kurang lebih ada tujuh nasehat politk (kritik) Marzuki terhadap Partai Demokrat secara khusus terhadap ketua umum Agus Harimurti Yudhoyono  dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Pertama-tama beliau menyampaikan keluhan dari sejumlah kader di daerah yang mengaku dimintai sejumlah dana untuk bisa ikut pilkada. Meskipun Marzuki tidak dapat mengklarifikasi pernyataan tersebut tetapi dia mendengar keluhan seperti itu. Menurut Marzuki seharusnya para kader yang maju untuk ikut pilkda dibantu oleh DPP. "Jangan orang mau bertarung pelurunya malah diambilin," kata Marzuki Alie kepada detikcom, Rabu 2 Feb. 2021.Â
Ia membandingkan, pada saat dia menjadi sekjen, para elit di Dewan Pimpinan Pusat selalu mebantu kader-kader di daerah yang sedang bertarung di pilkada. Bahkan bila ada pengurus daerah datang ke Jakarta, biasanya dibantu untuk penginapan dan diganti biaya transportasinya.
Kedua, beliau juga memberikan kritik terhadap pola rekrutmen para calon kepala daerah yang menurut dia hanya mengandalkan hasil survei dan rekomendasi elit tertentu. Sebagai akibatnya kader kecewa dan marah karena mereka tak ikut diperhitungkan. Dia lagi-lagi membandingkan ketika ia duduk sebagai Sekjen, selalu menekankan  bahwa penjaringan calon harus berdasarkan mekanisme partai selain melihat mekanisme hasil survei dimasyarakat. Â
"Di zaman saya ada mekanisme penyaringan untuk para calon kepala daerah, selain survei. Tidak ujug-ujug direkomendasikan seseorang di pusat, sehingga kader asli kemudian kecewa dan marah," papar Marzuki. Â Hal ini yang menurutnya hilang dari Partai Demokrat pada masa kepemimpinan sekarang termasuk aturan-aturan organisasi yang dibuatnya terkait rekrutmen kader sekarang tidak ada lagi.
Ketiga, soal pelatihan kader dan kepemimpinan yang sekarang hilang dalam partai yang pernah berkuasa selama dua periode tersebut. Pada masa Demokrat berkuasa, pelatihan kader dan kepemimpinan rutin dilaksanakan. Marzuki menganggap bahwa kader-kader yang terlatih akan lebih siap secara mental meskipun pemimpinnya berganti. Ia menambahkan bahwa bicara kepemimpinan itu soal manajemen, soal pengalaman, Â wawasan dan kebijaksanaan. Sehingga penentuan seseorang menjadi ketua umum itu tidak boleh hanya berdasarkan hasil survey.
Keempat, soal pengelolaan partai. Ia menyatakan bahwa partai yang modern harus dikelola dengan sebuah sistim, bukan berdasarkan keputusan individual. Ia menyetujui tentang adanya otoritas seorang pimpinan tetapi mekanisme harus ditaati. Jika tidak mengikuti mekanisme partai maka penguasa yang memiliki power besarlah yang akan menentukan semuanya. Sebagai akibatnya, banyak anggota organisasi tidak bisa berbuat banyak dan kekecewaanlah yang muncul.
Kelima, mengenai cita-cita yang pernah diutarakan SBY pada tahun 2003 tentang profil partai Modern yang yang benar-benar dimiliki oleh publik. Partai yang tidak tergantung pada figure atau tokoh tertentu. Ia memberikan contoh PKS yang memiliki sistim yang bagus. Boleh meiliki figure dalam partai tetapi sebagai partai modern sebaiknya hal itu dirubah.