Mohon tunggu...
Sabilla Oktaviano Safitri
Sabilla Oktaviano Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223010021 - Program Studi S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

2 Desember 2024   23:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:00 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Dalam konteks actus reus, tindakan para pelaku dianggap memenuhi elemen perbuatan melawan hukum karena secara langsung merugikan keuangan negara. Proyek e-KTP, yang seharusnya meningkatkan efisiensi dan keamanan data kependudukan, justru menjadi sarana untuk memperkaya individu-individu tertentu. Kerugian negara akibat tindakan ini juga merupakan bukti penting untuk membuktikan dampak dari tindakan fisik yang dilakukan oleh para pelaku. 

            Kasus e-KTP menunjukkan betapa pentingnya analisis terhadap actus reus untuk memastikan bahwa setiap tindakan melawan hukum dapat diidentifikasi dengan jelas. Dengan membuktikan adanya tindakan-tindakan konkret yang melanggar aturan pengadaan barang dan jasa, pengadilan dapat memberikan hukuman yang sesuai kepada para pelaku. Analisis ini juga membantu mengungkap modus operandi yang sering digunakan dalam kasus korupsi, sehingga upaya pencegahan dapat ditingkatkan.

            Salah satu kasus kejahatan korporasi di Indonesia yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kekuatan hukum tetap adalah kasus PT Duta Graha Indah (DGI), yang sekarang bernama PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE). Perusahaan ini terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan konstruksi dan pembangunan infrastruktur di beberapa kementerian dan institusi pemerintah. Kasus ini mencuat setelah ditemukan adanya manipulasi dalam proses pengadaan, seperti penggelembungan anggaran dan pemberian suap kepada pejabat pemerintah. 

            KPK menetapkan PT DGI sebagai tersangka korporasi pada 2017, menjadikannya salah satu dari sedikit kasus korupsi di mana entitas korporasi, bukan hanya individu, diproses secara hukum. Dalam persidangan, PT DGI terbukti bersalah atas tindakan korupsi yang dilakukan melalui direksinya. Kejahatan korporasi ini melibatkan keuntungan yang diperoleh dari proyek-proyek bermasalah, dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah. Pengadilan memutuskan PT DGI harus membayar denda sebesar Rp 700 juta dan uang pengganti sebesar Rp 85,4 miliar, mencerminkan dampak serius dari kejahatan ini terhadap keuangan negara. 

            Kasus ini menyoroti pentingnya pertanggungjawaban hukum bagi entitas korporasi yang terlibat dalam kejahatan korupsi. Dalam pembuktiannya, KPK menggunakan pendekatan yang komprehensif, termasuk menelusuri aliran dana perusahaan, pola tindakan korupsi, dan keterlibatan para eksekutif dalam pengambilan keputusan. Keputusan untuk menetapkan PT DGI sebagai pelaku tindak pidana korporasi menunjukkan bahwa perusahaan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, terutama jika korupsi dilakukan sebagai bagian dari kebijakan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Hal ini menjadi peringatan keras bagi perusahaan lain di Indonesia agar lebih berhati-hati dan mematuhi peraturan yang berlaku. 

            Penindakan hukum terhadap PT DGI juga menjadi langkah penting dalam pemberantasan korupsi di sektor swasta, terutama di industri konstruksi yang sering kali menjadi sasaran praktik korupsi. Kasus ini memberikan pesan bahwa korporasi tidak kebal terhadap hukum dan dapat dikenakan sanksi pidana jika terlibat dalam kejahatan. Langkah KPK dalam menindak kejahatan korporasi ini juga menjadi preseden penting untuk mendorong transparansi, akuntabilitas, dan perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia, sehingga mencegah kerugian negara lebih lanjut di masa depan. Keberhasilan KPK dalam menangani kasus ini juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap kemampuan lembaga hukum Indonesia dalam menegakkan keadilan, termasuk di sektor korporasi. 

Daftar Pustaka

COKE, EDWARD (1552--1634). (n.d.). Retrieved from https://www.encyclopedia.com/politics/encyclopedias-almanacs-transcripts-and-maps/coke-edward-1552-1634

In-Depth Analysis: KPK Tetapkan PT. DGI Sebagai Tersangka Korporasi Pertama. (2017, Agustus 3). Retrieved from https://antikorupsi.org/id/article/depth-analysis-kpk-tetapkan-pt-dgi-sebagai-tersangka-korporasi-pertama

Tahe, A. P. (2017, Juli 15). Seluk-Beluk PT DGI, Perusahaan Pertama Tersangka Korupsi. Retrieved from https://tirto.id/seluk-beluk-pt-dgi-perusahaan-pertama-tersangka-korupsi-csLT#google_vignette

Edward Coke
Edward Coke
Actus Reus & Mens Rea
Actus Reus & Mens Rea
Modul
Modul
Modul
Modul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun