Mohon tunggu...
Sabilla Oktaviano Safitri
Sabilla Oktaviano Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223010021 - Program Studi S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Sarjana dan Menciptakan Etika Kebahagiaan Aristoteles

8 Oktober 2024   21:38 Diperbarui: 25 Oktober 2024   07:32 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan sepanjang hayat atau lifelong learning juga sangat penting dalam mempertahankan kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang. Konsep ini menekankan pentingnya belajar secara terus-menerus untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan. Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membantu seseorang untuk memahami dunia di sekitarnya serta mengembangkan potensi pribadi dan profesional.

Proses belajar yang terus-menerus ini memungkinkan seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam karier. Selain itu, dengan terus belajar, seseorang juga dapat membangun hubungan sosial yang lebih baik, yang merupakan komponen penting dalam mencapai kebahagiaan yang berkelanjutan.

Pendidikan tinggi, khususnya gelar sarjana, sering kali dikaitkan dengan kesuksesan dan kesejahteraan dalam hidup. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki gelar sarjana cenderung memiliki kehidupan yang lebih stabil, dengan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dalam berbagai aspek, termasuk pekerjaan, hubungan, dan kesehatan. Studi dari Pew Research Center pada tahun 2016 menemukan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki harapan hidup yang lebih tinggi, pernikahan yang lebih stabil, dan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak menempuh pendidikan tinggi. Selain itu, mereka juga cenderung lebih puas dengan kehidupan mereka dan memiliki pandangan yang lebih optimis tentang masa depan.

Namun, Aristoteles mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya berasal dari pencapaian materi atau pendidikan formal, tetapi dari cara kita menjalani hidup dengan etika dan kebajikan. Aristoteles menegaskan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang mencukupi diri sendiri dan menjadi tujuan akhir dari segala tindakan manusia. Kebahagiaan tidak dapat dicapai melalui kekayaan atau status sosial semata, tetapi melalui kehidupan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan dan moralitas.

Etika Aristoteles juga menyoroti pentingnya persahabatan dalam mencapai kebahagiaan. Menurutnya, persahabatan lebih utama daripada keadilan, karena keadilan akan muncul secara alami di antara teman-teman yang memiliki hubungan yang baik. 

Persahabatan adalah salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan, karena melalui persahabatan, seseorang dapat menemukan dukungan emosional dan moral yang penting untuk menjalani kehidupan yang baik. Aristoteles membedakan dua jenis keadilan: keadilan distributif, yang berkaitan dengan pembagian sumber daya secara adil, dan keadilan korektif, yang berfokus pada memperbaiki kerugian yang terjadi akibat tindakan yang tidak adil.

Selain pemikiran Aristoteles, konsep kebahagiaan dan etika juga telah berevolusi dalam banyak bidang, termasuk psikologi modern. Salah satu cabang psikologi yang relevan dengan etika kebahagiaan adalah psikologi positif. Martin Seligman, yang dikenal sebagai bapak psikologi positif, menekankan bahwa kebahagiaan tidak hanya berasal dari pencapaian materi atau kesuksesan eksternal, tetapi juga dari rasa keterlibatan, makna hidup, hubungan sosial yang baik, dan pencapaian personal. 

Seligman mengembangkan model PERMA (Positive Emotion, Engagement, Relationships, Meaning, Achievement) untuk menggambarkan lima unsur penting yang berkontribusi pada kesejahteraan manusia. Hal ini melengkapi pandangan Aristoteles bahwa kebahagiaan adalah hasil dari kebajikan dan keseimbangan hidup.

Modul Dosen: Prof. Dr, Apollo, M. Si. Ak
Modul Dosen: Prof. Dr, Apollo, M. Si. Ak
  • How

Psikologi positif mendorong pendekatan yang lebih proaktif dalam mengejar kebahagiaan, mengajak individu untuk mengidentifikasi dan memperkuat aspek-aspek positif dari kehidupan mereka. Ini mencakup praktik syukur, pengelolaan stres yang efektif, dan pengembangan hubungan sosial yang sehat. Seligman juga berfokus pada pentingnya pemahaman diri dan pengaturan emosi untuk meningkatkan kesejahteraan jangka panjang. Meskipun terpisah dalam waktu dan disiplin, pemikiran Seligman tetap menggemakan pandangan Aristoteles tentang kebahagiaan, yaitu bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya bergantung pada faktor eksternal, tetapi juga pada pengembangan karakter, kebajikan, dan hubungan yang bermakna dengan orang lain.

Melalui pendekatan etika Aristoteles dan psikologi positif, kita bisa melihat bahwa kebahagiaan adalah perpaduan antara tindakan baik, hubungan sosial yang sehat, dan pemahaman diri yang mendalam. Pendidikan, etika, dan pembentukan karakter menjadi pilar utama dalam meraih kebahagiaan yang berkelanjutan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun