Mohon tunggu...
Sabila Hayuningtyas
Sabila Hayuningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030109

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030109

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kisah Pedagang Kantin Sekolah yang Terpaksa Alih Profesi di Tengah Pandemi

16 April 2021   13:45 Diperbarui: 16 April 2021   14:49 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di satu sisi ini adalah cara yang bagus untuk perusahaan dalam mengurangi penyebaran COVID dengan memperkerjakan karyawannya di rumah. Tapi yang sangat disayangkan adalah perusahaan ini memberikan upah yang terlalu sedikit dan sangat tidak setara dengan mereka yang berkerja di pabrik dengan gaji UMR. 

Memang pekerjaannya terlihat mudah, tapi bagi saya pekerjaan ini tidak bisa disepelekan. Karena cukup menguras waktu dan juga tenaga, bayangkan saja, di zaman sekarang, dalam waktu dua hari Sodiyah hanya menerima upah sebesar tujuh ribu lima ratus rupiah per karung. Untuk bertahan hidup, ia hanya mengandalkan uang tabungannya dari hasil berjualan di kantin dan penghasilan suaminya.

Perusahaan sangat diuntungkan dengan cara kerja seperti ini, bahkan tak hanya perusahaan ini saja yang melakukan cara tersebut. Hal itu dilakukan untuk menghemat biaya yang dikeluarkan untuk karyawan, karena dengan begitu perusahaan tidak memiliki tanggungan biaya uang makan, transport, dan lain-lain.

Hal tersebut merupakan cara cerdas perusahaan dalam bertahan di tengah pandemi agar tidak gulung tikar, dengan cara mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga yang perlu mengisi kesibukan di tengah pandemi. Pasalnya harga sepasang sandal jepit ini biasanya dijual dengan bandrol harga sekitar 10 ribu rupiah. 

Berbeda jika dibandingkan dengan pabrik sepatu yang memproduksi merek sepatu ternama seperti Nike, Adidas, dll yang harga sepasang sepatunya dapat menyentuh angka belasan bahkan puluhan juta. Maka, wajar saja jika perusahaan sepatu lebih mampu memberikan gaji karyawannya dengan layak.

Meski begitu saya salut dengan kegigihannya, Ibu Sodiyah tidak pernah mengeluh, ia terlihat sangat menikmati pekerjannya dan selalu mengerjekan pekerjaannya dengan ikhlas. Baginya pekerjaan ini adalah caranya beristirahat dan mengisi kesibukan selepas ia menyelesaikan pekerjaan rumahnya seperti memasak, mencuci, dan lain-lain. Ia sangat bersyukur dengan berapapun upah yang diberikan, karena baginya tidak ada pilihan hanya itu yang bisa ia lakukan sembari menunggu pandemi berakhir dan kembali berjualan di kantin sekolah.

Sebetulnya Ibu Sodiyah mengaku rindu berjualan di kantin dan sangat berharap bisa kembali berjualan di kantin sekolah. Ya, baru-baru ini ia juga mendapat kabar bahwa sebentar lagi sekolah akan kembali dibuka. Mendengar kabar tersebut, ia merasa begitu senang. 

Namun yang disayangkan adalah ternyata pihak sekolah tidak mengizinkan kantin berjualan demi menghindari adanya kerumunan. Ya, pandemi belum betul-betul berakhir. Kegiatan pembelajaran tatap muka secara langsung pun masih dibatasi. 

Pihak sekolah menganjurkan siswanya membawa bekal dari rumah masing-masing dan kegiatan belajar mengajar pun dilakukan lebih sebentar atau tidak sehari penuh seperti biasanya.

"Sebenarnya sekolah udah mau dibuka, tapi denger-denger, kantin gak boleh jualan dan anak-anak disuruh bawa bekal masing-masing. Ah, kalau boleh jualan pun percuma, lagi begini mah sekolah gak fullday kayak dulu, dibatasin jamnya. Anak-anak pasti udah kenyang sama sarapan dari rumah." Ujar Sodiyah

Sodiyah hanya bisa pasrah dan berharap ada kabar baik untuknya dan ibu-ibu kantin lainnya. Ya, kepada saya ia juga menceritakan nasib rekan sesama ibu kantin yang bahkan merupakan tulang punggung di keluarga. Selama pandemi, rekan Sodiyah tersebut tetap berjualan di rumah, memang tak seramai atau selaris ketika ia berjualan di kantin sekolah tapi setidaknya itulah yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun