Oleh: Sabila Aqiilahnur Fitrah dan Syamsul Yakin (Mahasiswa dan Dosen UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta)
Ruang lingkup adalah batasan atau cakupan. Ruang lingkup retorika adalah batasan subjek yang dicakup retorika seperti definisi, materi, unsur, tujuan, komponen dan hubungannya dengan ilmu lain. Ruang  lingkup retorika juga mencakap pembicara, pesan, dan pendengar.
Ruang lingkup retorika adalah semua arus komunikasi yang terjadi antara pembicara dan pendengar secara tatap muka atau tatap maya, baik verbal yang melingkupi lisan dan tulisan maupun nonverbal yang meliputi bahasa tubuh dan gerakan tubuh.
Retorika dapat didefinisikan secara sempit dan luas. Retorika hanya berarti seni berbicara atau kecakapan berbicara. Secara luas retorika seni, keterampilan, pengetahuan, dan ilmu berkomunikasi secara lisan dan tulisan serta bahasa dan gerakan tubuh.
Dalam pengertian sempit, retorika berkelindan dengan tata bahasa, logika, dan dialektika dari pembicara kepada mendengar. Dalam pengertian luas, retorika bukan hanya pidato atau ceramah, namun mencakup semua masalah arus komunikasi yang terus berkembang. Dalam konteks ini, retorika dikatakan sebagai warisan budaya.
Sifat ilmiah retorika itu adalah empirik, sistematik, analitik, objektif, verifikatif, kritis dan logis. Tujuan utama retorika yang mencakup memengaruhi sikap, opini, dan perbuatan pendenagar secara efektif dan efisien  dapat ditempuh dengan menggunakan sifat ilmiah  retorika tersebut.
Secara filosofis, retorika mencakup pertanyaan, pertama, ontologis, yakni apa itu hakikat retorika. Kedua, mencakup pertanyaan epistemologis, yakni bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan terkait retorika. Ketiga, aksiologis, apa manfaat retorika.
Pada awalnya, unsur-unsur retorika ada tiga, yakni.pembicara, pendengar dan pesan yang bersifat informatif, persuasif, dan rekreatif yang biasa materi atau isi  pidato. Namun belakangan, media merupakan unsur penting  retorika, baik media tradisional, konvensional maupun media sosial.
Komponen retorika setidaknya ada tiga. Pertama, pathos. Artiinya kemampuan persuasi (membujuk atau memengaruhi hati dan pikiran). Seorang pembicara harus memiliki pathos agar mampu menarik emosi pendengar sehingga pendengar hanyut dalam kesedihan, merasa kasihan, dan simpati.
Kedua, logos. Logos maknanya adalah sesuai dengan akal. Sebaiknya buah pikiran yang diungkapkan dalam berpidato mempertimbangkan nalar. Nalar adalah pikiran, kemampuan intelektualitas atau pemahaman yang mendalam.
Ketiga, ethos. Secara harfiah ethos artinya sikap, kepribadian, watak, karakter.  Dalam konteks keberhasilan beretorika seorang pembicara harus memiliki sikap, kepribadian, watak, dan karakter agar pesan  yang disampaikan dapat dipercaya pendengar.
Retorika terkait erat dengan ilmu komunikasi karena keduanya berbicara tentang interaksi komunikatif manusia, baik proses pengiriman pesan dari pembicara, penerimaan pesan oleh pendengar maupun pemerosesan pesan melalui media tertentu.
Retorika juga beririsan dengan psikologi. Utamanya psikologi pembicara dan pendengar. Persamaan keadaannya ada pada objek, yakni berbicara tentang perilaku dan mental manusia. Secara  epistemologis, keduanya mencakup ilmu pengetahuan dan ilmu terapan. Ketika seseorang berpidato, yang terjadi sebenarnya tidak hanya proses retorika tapi juga proses psikologi.
Secara praksis, retorika dapat ditinjau dalam beberapa aspek. Pertama, retorika pidato atau biasa disebut retorika penceramah yang cenderung informatif dan edukatif. Kedua retorika politisi yang cenderung persuasif. Ketiga, retorika  pemerintah yang cenderung informatif dan persuasif.
Inilah ruang lingkup retorika yang mencakup definisi, sifat ilmiah, kerangka filosofis dan praksis, unsur, komponen, dan hubungannya dengan ilmu lain.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H