Kedai bawah tanah Bull's Head di Amerika akan terus diingat sebagai tempat favorit John Wilkes Booth mabuk-mabukan.
Ia memang seorang pengkhianat fenomenal, brutusnya Amerika, yang menembak Abraham Lincoln saat sang presiden sedang menyaksikan pertunjukkan di Ford Theater, Washington DC, pada 14 April 1865.
Booth sebetulnya aktor yang berbakat, berparas tampan, karismatik. Kehidupan ekonominya juga cukup beres. Namun ia akan selamanya dikenang sebagai musuh negara. Kepalanya pada waktu itu bahkan dihargai seratus ribu dolar, bagi siapa yang menemukannya karena ia mencoba kabur usai pembunuhan itu.
Abraham Lincoln kita tahu adalah presiden yang demokratis. Saat itu ia hendak menghapus perbudakan dan menghilangkan rasisme. Â Namun langkah itu ditentang penduduk bagian selatan yang kemudian tergabung dalam kubu konfederasi, hingga menimbulkan perang saudara.
Saat itulah Booth, yang tinggal di utara (kubu Union) diam-diam justru menjadi agen rahasia kubu selatan, mata-mata konfederasi, dan ikut merencakanan penculikan Abraham Lincoln.
Tidak ada yang mencurigai Booth sebagai simpatisan konfederasi tentu saja. Ia pun tidak terpantau radar pengamanan negara. Ia juga bebas melenggang kesana-kemari. Hingga puncaknya petaka itu datang saat Abraham Lincoln sedang bersandar santai di bangku VIP menyaksikan pertunjukkan "Saudara Amerika Kita". Booth tiba-tiba mendatanginya dari belakang, lalu menyarangkan peluru tepat di kepala sang presiden, hingga tersungkur.
Begitulah seorang pengkhianat, ia bisa teramat keji dan mengerikan. Booth tak mungkin dilupakan, dia pun akan selamanya dikenang sebagai pengkhianat negara.
Dimana pun tempatnya orang seperti Booth memang selalu ada. Sulit dihilangkan. Termasuk juga di Indonesia.
Watak Booth inilah yang juga saya lihat pada diri Emanuel Ebenezer atau Noel. Bayangkan saja ia komisaris BUMN, gajinya besar, mendapatkan kenyamanan dan fasilitas berlimpah dari negara. Siapa pula coba yang curiga Noel ternyata punya kedekatan khusus dengan kaum ektrimis?
Noel membela habis-habisan Munarman, petinggi FPI, terdakwa kasus terorisme yang sudah jelas terbukti bersalah, dan sudah divonis karens terlibat jaringan berbahaya.
Serangan bom gereja serentak pada malam natal tahun 2000 yang menyebabkan 16 korban meninggal dan puluhan luka-luka, tragedi bom Bali, baku tembak di Thamrin Jakarta pada 2016, bom bunuh diri di gereja Surabaya, belum lagi peristiwa penyerangan di sejumlah kantor polisi, adalah aksi-aksi teror yang sangat meresahkan masyarakat.
Kita juga bisa saksikan sendiri bagaimana kebengisan mereka dalam tragedi Mako Brimob. Lima anggota polisi harus meregangkan nyawa atas kericuhan yang disebabkan para napi teroris tersebut. Salah satu dari petugas itu bahkan tidak bisa melihat istrinya yang sedang melahirkan karena harus mati di tangan para napi.
Toleransi kelihatanya memang sepele. Namun perjuangan mewujudkan itu juga tidak semudah yang dibayangkan. Presiden Jokowi sudah tegas membubarkan organisasi yang bisa menjadi bibit-bibit paham ekstimis, dari HTI hingga FPI. Namun perlawanan masih terus diterimanya.
Bahkan perlawanan itu datang dari kubunya sendiri. Orang yang selama ini mengaku sebagai pendukungnya sendiri.
Sama seperti ketika Abraham Lincoln  menghapus perbudakan karena melanggar kemanusiaan, juga mendapat perlawanan sengit. Bahkan ia harus mati ditembak oleh Booth, orang yang dikira sebagai pendukungnya.
Noel memang tidak sebrutal Booth. Ia tidak membunuh Jokowi secara fisik. Namun jika kita cermati sikap dan pergerakannya, rasanya tidak jauh berbeda, keduanya melawan negara yang jelas-jelas sedang berjuang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Kini Noel pun semakin terbuka untuk menebar perlawanan itu. Ia melepas GP Mania lalu mendukung Anies, yang disebut sebagai antitesa Jokowi. Tapi Noel sesumbar bahwa dirinya masih menjadi pendukung setia Jokowi. Itulah kedangkalan pikiran seorang aktor politik macam Noel.
Ia memang bukan siapa-siapa. Dulu tidak ada orang yang tahu sepak terjang dan kontribusinya dalam memenangkan Jokowi. Namun sekarang semua orang tahu, Noel akan selamanya dikenal sebagai seorang pengkhianat.
Kemanapun dia berlabuh, aroma pekhianatan akan terus menguar dari tubuhnya. Bau yang tidak akan pernah bisa dihilangkan. Layaknya John Wilkes Booth yang aroma pengkhianatannya terus tercium di seantero Amerika. Penyanyi legendaris Bob Dylan menyebutnya sebagai hantu roh jahat. Ya, seorang pengkhianat memang sulit dilupakan, sekalipun sudah beribu-ribu tahun lamanya peristiwa itu berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H