Mengulang-ngulang publikasi hasil survei
Ada fakta yang membuktikan beberapa jaringan media (yang kita tahu afiliasi elektoralnya) biasanya rutin dan ngotot mempublikasikan hasil survei terentu, yang memenangkan Paslon yang didukungnya. Padahal hasil survei sudah dapat dikategorikan basi.
Beberapa jaringan media pada Februari 2024 masih aktif memberitakan hasil survei Roy Morgan (berbasis di Australia), yang nota bene diselenggarakan pada Desember 2024, dengan hasil Paslon-01 (24%); Paslon-02 (43%); Paslon-03 (30%).
Seolah-olah hasil survei Roy Morgan itu sebuah sabda ratu atau pesan sakti mandra guna yang layak diulang-ulang. Padahal angka-angka hasil survei lainnya sudah banyak yang bergeser.
Fenomena Survei The Economist
Sejak dua pekan terakhir, saya termasuk yang cukup kaget dengan publikasi survei Pilpres 2024 oleh majalah The Economist (berbasis di London, Inggris). Survei The Economist ini agak unik cenderung aneh. Sebab secara periodik, hasil surveinya diperbaharui setiap dua-atau-tiga hari. Dan tidak menyertakan data mentah minimal survei (tidak disebutkan berapa jumlah responden, margin of error dan tingkat kepercayaanya).
Bahkan pada 24 Januari 2024, The Economist mempublikasikan hasil survei: Paslon-01 (21%); Paslon-02 (50%); Paslon-03 (23%).
Sehari kemudian pada 25 Januari 2024, hasil survei itu direvisi menjadi: Paslon-01 (24%); Paslon-02 (47%); Paslon-03 (24%), dengan alasan hasil survei sebelumnya dinyatakan dan diakui unreliable (tak bisa dipertanggungjawabkan). Coba perhatikan, perolehan Paslon-01 dan Paslon-03 angkanya sama. Kan aneh!
Lantas 3 hari kemudian, pada 28 Januari 2024, The Economist mempublikasikan hasil survei: Paslon-01 (20%); Paslon-02 (53%); Paslon-03 (19%).
Karena merasa ada sesuatu, saya menelusuri lanjut hasil-hasil survei The Economist, dan ditemukan fakta bahwa The Economist memiliki catatan hasil survei sejak 11 Januari 2023 (setahun lalu), dan datanya diperbaharui beberapa kali dalam sebulan. Bahkan selama Januari 2024, sudah mempublikasikan hasil surveinya sebanyak 8 (delapan) kali.
Secara common sense dan secara teknis, hampir mustahil The Economist mampu melakukan survei sampai 8 kali dalam sebulan.