Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kenapa dan Bagaimana Rusia Tetap Lincah Mengekspor Minyak Mentahnya?

7 Februari 2023   21:23 Diperbarui: 10 Februari 2023   17:30 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumur minyak Yukos di Prirazlomnoye, di luar Nefteyugansk, Rusia (AFP PHOTO/TATYANA MAKEYEVA via KOMPAS.com)

Meski didera dengan sanksi ekonomi yang berjilid-jilid, khususnya terhadap ekspor minyak mentahnya, Rusia relatif masih survive. Kenapa dan mengapa?

Produksi minyak mentah Rusia

Berdasarkan data yang terpublikasi dari tahun 2010 hingga 2021, Rusia rata-rata memproduksi minyak mentah sekitar 10 (sepuluh) juta barel per hari. Dan hanya sekitar 30 persen di antaranya yang dipakai untuk konsumsi dalam negeri Rusia. Sebagian diekspor setelah disuling. Artinya, Rusia memiliki surplus produksi sekitar sekitar 5 juta barel per hari, yang tentu saja perlu dieskspor (dicarikan pembeli) di luar negeri.

Tingkat produksi itu sempat menurun selama tiga bulan pertama Perang Ukraina (Maret-April-Mei 2022). Tapi setelah itu, kembali lagi ke posisi hampir normal seperti sebelum Perang.

Relatif stabilnya tingkat produksi minyak Rusia ini antara lain karena sebagian untuk memenuhi perjanjian kontrak pembelian jangka panjang. Sebab kontrak-kontrak penjualan-pembelian minyak lazimnya diikat dengan klausul komitmen berjangka panjang, lima sampai sepuluh tahun bahkan lebih.

Karena itu, tingkat produksi minyak mentah Rusia relatif tidak berubah, bahkan setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022 hingga saat ini.

Dan secara praktis ataupun teoritis, ekspor minyak mentah Rusia memang tidak mungkin dihentikan secara total.

Jika ekspor minyak mentah Rusia langsung dihentikan, dengan jumlah surplus produksi yang besar (sekitar 5 juta barel per hari), sangat berpotensi memicu gonjang-ganjing harga minyak dunia.

Dari sinilah kemudian muncul ide memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Rusia melalui kebijakan atau skema price cap.

Sanksi price cap

Negara-negara anggota G7 bersama Uni Eropa dan juga Australia memerlukan waktu sekitar sepuluh bulan (Februari-Desember 2022) untuk mencapai kata final terkait sanksi price cap yang bertujuan mengontrol ekspor minyak mentah Rusia, yang keuntungannya diasumsikan digunakan membiayai operasi militernya di Ukraina.

Konon sanksi atau skema price cap ini diinisiasi dan dirumuskan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen. Mulai digodok sejak Mei 2022, dan dipublikasikan pada 2 September 2022.

Skema price cap itu akhirnya resmi diumumkan pada 02 Desember 2022 oleh G7, Uni Eropa, plus Inggris dan Australia, dengan poin utama: pembatasan harga minyak mentah Rusia maksimal 60 USD per barel, dan dinyatakan berlaku efektif mulai 05 Desember 2022.

Skema price cap juga dilengkapi klausul yang melarang atau akan mendenda perusahaan-perusahaan perkapalan (tanker), perbankan dan perusahaan asuransi dan logistik yang memfasilitasi ekspor minyak Rusia, kecuali jika minyak tersebut dijual dengan harga maksimal 60 USD per barel,.

Tentu saja Presiden Rusia Vladimir Putin mencoba melawan. Pada Desember 2022, Putin menandatangani dekrit yang melarang suplai minyak mentah Rusia kepada negara-negara yang tunduk dan menerapkan skema price cap, mulai 01 Februari 2023.

Tetapi perlawanan Putin tersebut diperkirakan tidak akan terlalu efektif. Negara-negara G7 dan Uni Eropa diasumsikan akan berkomitmen menerapkan secara ketat semua pasal dalam sanksi price cap, sesuai jadwal (mulai 5 Februari 2023) dan sampai muncul kebijakan baru.

Negara-negara lain yang bukan anggota G7 dan Uni Eropa juga diasumsikan akan relatif mengikuti dan menerapkan sanksi price cap, meskipun untuk sementara waktu. Selalu ada celah dan ruang manuver yang bisa "dimainkan" oleh Rusia dan negara pembeli minyak Rusia.

Lagi pula, sanksi price cap sejak awal memang didesain bukan untuk menghentikan total ekspor minyak Rusia, tetapi membatasinya. Karena jika dihentikan total, justru akan memicu gonjang-ganjing harga minyak dunia, yang sulit dikendalikan dan berpotensi menjadi bumerang bagi negara-negara industri besar.

Artinya, price cap lebih bertujuan merealisasikan dua hal secara paralel: membatasi volume ekspor minyak Rusia dan pada saat yang sama, membatasi keuntungan yang diraup oleh Rusia melalui pasar minyak dunia yang normal.

Itulah sebabnya, price cap itu kadang disebut sebagai "sanksi yang tanggung" atau sanksi parsial. Saya menyebutnya, saksi yang terkesan banci, yang sekaligus membuktikan bahwa produksi dan ekspor minyak Rusia tidak mungkin dianggap enteng, apalagi diperlakukan sembarangan.

Tegasnya, sanksi price cap lebih merupakan kebijakan yang menghindari konfrontasi penuh dengan minyak mentah Rusia.

Modus grey network dan black market

Itulah sebabnya, meskipun dengan volume ekspor yang relatif terbatas, Rusia tetap bisa menjual minyaknya melalui dua mekanisme utama.

Pertama, menjual minyak mentahnya (khususnya jenis Urals) melalui mekanisme sanksi Price Cap, yang berlaku efektif sejak 5 Februari 2023, dengan harga di bawah 60 USD per barel. Melalui mekanisme ini, Rusia bisa menjual minyak mentahnya tanpa batas, tentu dengan harga yang relatif murah.

Namun seperti diketahui, harga minyak dunia selalu fluktuatif. Berbagai sumber menyebutkan, harga minyak jenis Urals di pasaran selama minggu pertama Februari 2023, diperjualbelikan dengan harga sekitar 50 USD per barel. Artinya masih di bawah ambang batas yang disyaratkan oleh sanksi/skema price cap (60 USD per barel).

Kedua, melalui grey network (jaringan abu-abu) atau black market (pasar gelap), yang dilakukan dengan berbagai modus.

Dan kita tahu, jaringan calo dan pedagang (trader) minyak mentah kadang beroperasi layaknya mafia, dan merupakan salah satu sektor perdagangan yang paling settle di dunia, dan melibatkan jaringan pemain-pemain dari sektor perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi (yang mengasuransi perusahaan asuransi), termasuk para pencari rente, baik aktor swasta ataupun aktor negara atau gabungan dari keduanya.

Pengalaman Iran

Sebagai perbandingan, Iran sudah bertahun-tahun diembargo ekspor minyaknya sejak 2010. Namun Iran relatif masih bisa bergeliat. Selanjutnya pada 2018, Amerika memberlakukan sanksi maximum pressure (tekanan maksimal) terhadap Iran dengan tujuan utama mencegah total ekspor minyak mentah Iran.

Namun lagi-lagi Iran masih tetap punya ruang bermanuver, dengan memanfaatkan klausul yang mengecualikan beberapa negara yang tetap boleh membeli minyak mentah Iran, meskipun dengan menggunakan barter.

Pada Desember 2022, misalnya, Iran dipaksa menerima pembayaran dengan komoditas teh dari Sri Langka, sebagai pembayaran utang minyaknya kepada Iran sebesar 251 juta USD.

Tapi sebagai negara yang terjepit selama bertahun-tahun, Iran diasumsikan telah membangun jaringan penyelundupan minyak ke luar negeri, dengan berbagai cara. Sebagai ilustrasi, ekspor minyak Iran dilakukan melalui empat modus sebagai berikut:

Pertama, kapal tanker berbendera Iran mengangkut minyak dari satu pelabuhan di Iran, lalu di tengah laut, tanker itu mengganti benderanya, mematikan transpondernya agar tak terdeteksi, bahkan mengganti cat warna kapal berkali-kali di tengah laut sebelum tiba di pelabuhan tujuan.

Kedua, kapal tanker Iran berangkat dari satu pelabuhan di Iran, lalu di tengah laut, umumnya di malam hari, memindahkan muatannya ke kapal tanker lainnya.

Ketiga, kapal tanker berbendera Iran mengangkut minyak dari satu pelabuhan di Iran, lalu berlayar ke salah satu pelabuhan terminal yang sibuk (misalnya pelabuhan Fujairah di Uni Arab Emirates), selanjutnya minyak Iran di tanker itu dicampur dengan minyak yang kualitasnya sama, yang berasal dari negara lain (misalnya minyak dari Kuwait), kemudian campuran minyak di tanker di jual ulang (re-export) ke pasar normal, dengan asumsi minyak di tanker itu adalah minyak Kuwait.

Keempat, sebagian penyelundupan minyak mentah Iran juga dilakukan via jalur darat, yang dilakoni jaringan penyelundup darat. Cuma memang, volume penyelundupan via darat ini sangat terbatas, jika dibandingkan dengan penyelundupan via laut (kapal tanker).

Tentu saja, Rusia jauh lebih superior dibanding Iran. Dan hingga saat ini, Rusia mungkin belum perlu untuk menempuh modus dan trik-trik pasar gelap dan tipu-tipu penjualan minyak, seperti yang dilakukan oleh Iran. Sebab Rusia tetap dibiarkan dan boleh mengekspor minyak mentahnya, selama dijual dengan harga maksimal 60 USD per barel.

Faktor China dan India

Karena kegiatan industri yang masif, China dan India menjadi dua negara yang boleh disebut "negara yang haus minyak mentah", dan kebutuhannya terus menerus bertambah.

Dan seperti diketahui, terhadap perang Ukraina, China berpihak ke Rusia. Hanya berselang sekitar tiga pekan hari sebelum menyerang Ukraina, Vladimir Putin melakukan kunjungan ke Beijing untuk bertemu Presiden Xi Jinping.

Benar saja, dalam kunjungan yang berlangsung kurang dari separuh hari itu, Putin mendapatkan mendapatkan komintemen Xi Jinping yang tegas mengatakan, "Limitless partnership with Russia (Kemitraan tanpa batas dengan Rusia)". Beberapa media berbahasa Inggris menerjemahkannya dengan kalimat "unlimited friendship" (pertemanan tanpa batas) antara China Rusia.

Sementara India lebih memilih bersikap netral, sebagai upaya untuk menjaga hubungannya dengan negara-negara Barat, dan pada saat yang sama, tidak menunjukkan sikap memusuhi Rusia.

Karena itu, ke depan, China dan India hampir bisa dipastikan akan memainkan peran kunci untuk menjadi semacam pihak yang mampu menggantikan posisi Uni Eropa untuk "meminum" pasokan minyak mentah Rusia.

Dan bisa diduga, berdasarkan logika Tanah Abang, China dan India akan memanfaatkan situasi itu dengan prinsip: belilah komoditas ketika murah. Karena itu, Vladimir Putin untuk sementara bisa menjamin adanya pembeli minyak mentah Rusia.

Sumber: vesselfinder.com
Sumber: vesselfinder.com

Dari Swiss Bergeser ke Hongkong dan Dubai

Secara tradisional, kantor perusahaan-perusahaan (kapal tanker, perbankan, perusahaan asuransi dan reasuransi serta logistik) yang menangani perdagangan minyak global umumnya berbasis di Swiss.

Lebih spesifik disebutkan, dalam keadaan normal, perdagangan minyak dunia bekerja dengan menggunakan kapal tanker Yunani, perusahaan asuransi Inggris, dan kredit perbankan Belanda dan Jepang.

Tapi sejak paruh kedua terakhir tahun 2022, perusahaan-perusahaan yang berbasis di Eropa itu telah membuka kantor barunya dan/atau kantor cabangnya di Dubai dan Hongkong, sebagian menggunakan nama baru (The Economist, 30 Januari 2023). Termonitor sekitar 30 perusahaan minyak Rusia, yang awalnya berbasis di Swiss, termonitor mendirikan kantor cabang di Dubai UAE.

Intinya, jaringan dan logistik perdagangan minyak mentah secara global telah mengalami perubahan signifikan. Tidak aneh jika jumlah kapal tanker yang berlayar di laut bola bumi disinyalir telah bertambah secara signifikan. Sebagian di antaranya tak diketahui tujuan pelabuhan akhirnya. Sebagian kapal tanker tersebut bahkan kembali mengoperasikan kapal tanker tua, yang berusia lebih dari 20 tahunan.

Berdasarkan catatan The Economist, Rusia saat ini memiliki lebih dari 360 armada kapal tanker yang mengangkut minyak mentah Rusia, yang setara sekitar 16 persen dari total kapasitas semua kapal tanker yang beroperasi secara global. Dan jumlah armada itu akan memungkinkan Rusia mempertahankan volume ekspor minyak mentahnya.

Selama periode 2022, tercatat sekitar 200 kapal tanker berpindah tangan (pemilik), umumnya tanker jenis Aframax dan Suezmax (catatan teknis: kapal tanker kelas Aframax berkapasitas antara 80.00 and 120,000 metrik ton. Sementara kapal tanker kelas Suezmax, tonase bobot matinya mencapai 160.000 ton).

Lebih dari itu, permintaan dan pemesanan terhadap kapal tanker baru kelas Suezmax dan Aframax juga disebutkan meningkat.

Singkat kalimat, perkembangan jaringan, dan suplay chain dan infra-struktur perdagangan minyak mentah global ini menunjukkan seolah-olah para pelaku utama perdagangan minyak mentah global telah-dan-sedang mempersiapkan infrastruktur baru untuk mengantisipasi jika perang Ukraina berlanjut dan semakin berlarut-larut.

How far Rusia can go?

Pertanyaan paling menggelitik sebenarnya adalah sejauh mana dan sekuat apa Rusia akan bertahan dan mampu menyiasati sanksi ekonomi yang berjilid-jilid, yang telah-sedang-dan-akan diberlakukan negara-negara Barat, agar mampu bertahan dan membiayai special military operation-nya di Ukraina?

Sejujurnya, semua sanksi ekonomi yang telah-sedang diberlakukan terhadap Rusia, masih relatif membuka ruang bagi manuver Rusia. Itulah sebabnya, Presiden Ukraina tetap lantang mengkritik kebijakan price cap yang 60 USD per barel itu. Menurut Volodymyr Zelenskyy, untuk membuat Rusia bertekuk lutut terhadap sanksi, ambang batas price cap itu mestinya dibuat 30 USD saja per berel.

Akibatnya, setelah perang Ukraina berlangsung satu tahun (kurang beberapa hari), Rusia cq Vladimir Putin tetap menunjukkan relatif mampu menyiasati tiap paket sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh negara-negara Barat.

Dan satu hal yang hampir pasti: selama minyak mentah Urals Rusia tetap mengalir ke berbagai titik di bumi, baik secara legal ataupun menggunakan trik tipu-tipu penyelundupan, maka sulit membayangkan apalagi berharap Vladimir Putin akan tiba-tiba menarik pasukannya dari Ukraina dan menghentikan perang.

Syarifuddin Abdullah | 07 Februari 2023/ 15 Rajab 1444H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun