balon China yang terbang (atau diterbangkan) di langit Amerika, tepatnya di wilayah Negara Bagian Montana.
Sejak 02 Februari 2023, para pemerhati intelijen global sibuk berwacana dan menganalisis kasusYang unik dan sangat menarik, China tidak membantahnya. Bahkan dengan cepat dan secara resmi mengakui balon itu adalah milik China, yang diterbangkan dengan misi riset metereologi.
Respons Amerika
Sejauh ini, Amerika secara resmi sudah merespon kasus itu dengan tiga keputusan-tindakan: melancarkan kecaman keras kepada Pemerintah China; Menunda kunjungan Menlu Amerika Antony Blinken ke China yang awalnya dijadwalkan Minggu 5 Februari 2023; menembak jatuh balon tersebut pada Sabtu, 04 Februari 2023, ketika balon itu sudah bergeser dan berada di atas Samudera Pasifik. Rekaman video detik-detik penembakan itu bahkan dipublikasikan dan menjadi tontonan publik.
Dan bisa diprediksi, ke depan, Amerika Serikat akan mengambil langkah-langkah dan respon lanjutan, yang antara lain bertujuan menyelamatkan air muka.
Memicu berbagai spekulasi
Kalau kasus balon China itu coba diurai, akan muncul beberapa catatan spekulatif yang menarik:
Pertama, Montana adalah negara bagian yang terletak di utara-tengah Amerika Serikat, yang berbatasan dengan Kanada. Jika diasumsikan balon itu terbang dari arah Pasifik, berarti balon itu sudah melintasi Negara Bagian Washington (Seattle) dan/atau Oregon. Dengan asumsi balon itu terbang dengan kecepatan yang tidak terlalu kencang, berarti balon itu sudah berhari-hari terbang di wilayah Amerika.
Kedua, besar kemungkinan balon itu awalnya diterbangkan dari satu titik di perairan Pasifik, melintas di wilayah Kanada lebih dulu, kemudian diarahkan terbang ke selatan (Montana).
Sebagai catatan, laporan awal Pentagon pada 2 Februari 2023 menyebutkan, balon itu diterbangkan dari daratan China, ka arah timur, melintasi Pulau Aleutian di Alaska, lanjut memasuki wilayah barat-laut Kanada, kemudian terbang ke arah Montana.
Dan publik tahu, di Montana itu, terletak kota Great Falls, salah satu dari tiga pangkalan udara Amerika yang mengoperasikan Minuteman III intercontinetnal ballistic missiles.
Ketiga, ketika terdeteksi, balon itu terbang dengan ketinggian 18.000 meter di atas permukaan laut (ketinggian ini di atas rata-rata ketinggian pesawat penumpang). Dengan kata lain, foto-foto awal tentang balon yang beredar di media bukan jepretan kamera biasa dari bumi, tetapi dipotret dengan kamera khusus atau bahkan citra satelit. Sebab dengan ketinggian 18.000 meter, praktis tidak akan terlihat oleh mata telanjang manusia di bumi.
Keempat, balon dilengkapi dengan panel tenaga matahari (solar panel). Artinya menggunakan tenaga matahari. Fakta ini mengindikasikan balon itu diasumsikan mampu terbang berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Kelima, sulit membayangkan balon China itu diterbangkan dari daratan China. Sebab harus menempuh jarak beribu-ribu kilometer. Karena itu, kemungkinan diterbangkan dari kapal mata-mata militer China yang berlayar-berlabuh di perairan Samudera Pasifik.
Keenam, boleh jadi, balon itu lebih merupakan test the water. Menguji kemampuan deteksi pertahanan udara Amerika. Tetapi jangan-jangan balon China yang terdeteksi pada 2 Februari 2023 tersebut bukan balon pertama China, yang berhasil memasuki wilayah udara Amerika tanpa izin. Terbuka kemungkinan sudah berkali-kali China berhasil menerbangkan balon serupa di wilayah Negara-Bagian Amerika lainnya.
Ketujuh, balon China itu sejatinya adalah drone (dalam bentuk balon). Dan argumen China bahwa balon itu terbang dengan misi metereologi atau civilian airship (barupa zeppelin atau kapal udara sipil) yang memasuki wilayah Amerika akibat force majeure (secara darurat) memang terkesan merendahkan akal sehat publik.
Mungkin karena itulah, sejak awal Amerika mencurigai bahkan menegaskan balon itu melakukan misi intelijen dan menyebutnya surveilance balloon (balon yang melakukan pengintaian). Sebelum mengumumkan ke publik, pada 2 Februari 2023, Pentagon mengaku sudah mengikuti dan memonitor pergerakan balon itu. Entah karena jengkel, mantan Presiden Amerika Donald Trump, melalui akun media sosialnya di platform Truth Social, merespon keras: "SHOOT DOWN THE BALLOON! (Tembak jatuh balon itu!)"
Kedelapan, meski takkan pernah cukup bukti, tetapi adalah beralasan bahwa balon itu mengemban misi intelijen. Dan jika benar, berarti balon itu juga dilengkapi bukan hanya panel tenaga surya (solar panel), tapi juga inteligence devices (peralatan teknis intelijen) yang mampu menerima-dan-mengirim data secara real-time.
Sebagian pakar mengatakan, jika pun diasumsikan balon itu melakukan misi intelijen (information gathering), hasilnya diperkirakan tidak terlalu signifikan.
Namun pakar lain menguraikan sebaliknya tentang beberapa keunggulan balon dibandingkan satelit untuk kegiatan collecting data: biayanya lebih murah; lebih gampang ditarik; mampu beroperasi dengan ketinggian 24.000 hingga 37.000 meter di atas permukaan laut (bandingkan dengan satelit yang umumnya ditempatkan di orbit dengan jarak sekitar 160 sampai 2.000km dari bumi).
Yang menarik, menurut analisis sementara, balon itu diperkirakan membawa peralatan yang bukan untuk memotret obyek di bumi, tapi juga mampu "mengisap data digigtal" (to suck up digital data) dari obyek sasarannya di bumi.
Kesembilan, kasus balon udara China itu menunjukkan wilayah udara Amerika relatif "telanjang" di mata China. Artinya, jika tujuannya adalah "mempermalukan" kemampuan daya lindung-dan-tangkal pertahanan udara Amerika Serikat terhadap penetrasi airship (kapal udara) ke wilayah udara Amerika, maka balon yang sudah ditembak jatuh itu telah mengemban tugasnya dengan baik dan boleh jadi juga sukses.
Syarifuddin Abdullah | 05 Februari 2023/ 13 Rajab 444H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H