Pada 25 Januari 2023, Jerman dan Amerika memutuskan mengirim bantuan tank ke Ukraina. Beberapa negara anggota NATO lainnya segera menyusul. Maka fase baru pertempuran pun akan segera dimulai.
Lantas faktor kunci apa yang paling dominan, yang kemudian mengubah kebijakan Amerika dan Jerman, yang awalnya ragu (selama hampir satu tahun) untuk memberikan bantuan tank kepada Ukraina?
Kondisi faktual hasil pertempuran
Menjelang satu tahun pertempuran (serangan Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022), suka tidak suka, dan dalam hitung-hitungan sederhana, Rusia sampai hari ini telah menguasai/menduduki 132.866 km persegi wilayah dari total 603.548 km persegi luas Ukraina.
Jika dihitung dengan wilayah Semenanjung Crimea yang dicaplok Rusia pada 2014, Rusia saat ini total menduduki sekitar 158.947 km persegi atau sekitar 26,3 persen dari total wilayah Ukraina.
Tentu saja, pasukan Rusia juga mengalami kerugian materil (banyak peralatan tempur Rusia yang berhasil direbut oleh pasukan Ukraina) dan juga korban jiwa pasukan (meski belum ada publikasi tentang berapa persisnya jumlah pasukan Rusia yang tewas di medan tempur).
Dan secara teoritis, ukuran sukses-gagalnya sebuah agresi militer adalah penguasaan wilayah. Artinya, hingga hari ini, Rusia berhak mengklaim menang sementara di Ukraina.
Itulah sebabnya, berkali-kali keterangan pers komando operasi militer Rusia menegaskan: "sejauh ini, semua tujuan strategis operasi militer Rusia di Ukraina telah direalisasikan".
Kota Kiev bukan target utama Rusia
Mobilisasi dan manuver serangan pasukan Rusia ke arah Kiev di awal-awal pertempuran, lebih sebagai taktik tipu-tipu. Tujuannya untuk mengalihkan perhatian pasukan Ukraina dan koalisinya.
Memang banyak pengamat yang menyebut Rusia gagal merebut kota Kiev, ibukota Ukraina. Menurut saya tidak.
Sebab jika dilihat dari segi jumlah pasukan dan peralatan tempur yang dikerahkan, memang sejak awal Rusia tidak menjadikan Kiev sebagai sasaran utama operasi militer yang harus dikuasai dan diduduki. Risiko militer dan politisnya terlalu besar.
Dengan kata lain, mobilisasi pasukan Rusia dari arah utara di awal-awal pertempuran pada Februari hingga Maret 2022, lebih sebagai taktik pengelabuan (tipu-tipu). Tujuannya untuk mengalihkan konsentrasi dan mobilisasi pasukan Ukraina plus koalisinya untuk lebih fokus mempertahankan Kiev.
Dengan demikian, pasukan Rusia yang dimobilisasi di wiliyah timur Ukraina lebih leluasa memantapkan cengkremannya. Tidak aneh, setelah pertempuran berlangsung sekitar tujuh bulan, tepatnya pada 29 September 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tenang mengumumkan aneksasi empat wilayah timur Ukraina (Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, Kherson) ke dalam Federasi Rusia. Pada kesempatan itu Putin mengajak Ukraina untuk berunding, tapi tidak boleh menyinggung soal empat wilayah yang telah dianeksasi.
Dengan keputusan aneksasi Putin itu, Ukraina secara praktis menjadi negara land-lock alias tidak memiliki akses laut ke Laut Hitam (Black Sea).
"Taktik tipu-tipu" dan hit-and-run
Selama hampir satu tahun, dan karena ketidakberimbangan jumlah pasukan dan kualitas peralatan tempur, Ukraina lebih banyak mengandalkan taktik pengelabuan (tipu-tipu) juga, misalnya menutupi dan menyembunyikan peluncur roket di gedung atau pemukiman yang sudah hancur, atau di kebun-ladang yang ditutupi terpal.
Taktik tipu-tipu pasukan Ukraina juga juga lebih sering menggunakan metode hit-and-run, yang lebih mirip dengan taktik perang gerilya.
Tentu saja, taktik seperti ini tidak mungkin diandalkan untuk memenangkan pertempuran melawan pasukan Rusia yang secara kualitas dan kuantitas pasukan dan peralatan tempur jauh lebih unggul.
Dengan kata lain, taktik tipu-tipu seperti itu tidak bisa berlangsung lama. Sebab hampir semua taktik tipu-tipu pasukan Ukraina akhirnya terdeteksi dan berhasil dihancurkan oleh pasukan Rusia.
Sementara sejak awal, Rusia menggempur Ukraina dengan kekuatan penuh: mobilisasi pasukan darat, jet tempur, rudal darat-darat, rudal udara-darat, serangan via drone (pesawat tanpa awak).
Mungkin karena itulah, bagi NATO (baca Amerika dan juga Jerman) melihat bahwa level taktik pertempuran harus ditingkatkan. Dan pilihannya adalah pertempuran tank.
Suplai tank dari Eropa Barat dan Amerika
Memang tidak ada pilihan lain: Amerika dan negara-negara Eropa Barat akhirnya memutuskan mengirim bantuan tank ke Ukraina, untuk mengimbangi superiotas pasukan Rusia.
Sebagai catatan, sejak hari ketujuh serangan Rusia (awal Maret 2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sudah berteriak minta bantuan dan suplai tank dari negara-negara Eropa Barat (Uni Eropa). Namun permohonan itu tak kunjung dipenuhi, dengan berbagai alasan. Konon, karena Amerika dan Jerman tidak ingin memancing Rusia untuk melancarkan serangan lebih agresif.
Keputusan NATO (baca Amerika, Jerman, Perancis, Inggris dan Polandia) tentang suplai tank ke Ukraina ini, dikomentari oleh majalah The Economist (26 Januari 2023), dengan kalimat "Sometimes patience is rewarded (kadang kesabaran itu akan membuahkan hasil). Volodymyr Zelenskyy sementara boleh tersenyum.
Yang diketahui tentang suplai tank untuk Ukraina
Meski telat, Amerika, Jerman, Inggris, Perancis, Polandia telah berkomitmen untuk mensuplai tank ke Ukraina.
Dan komitmen itu sudah-sedang dimobilisasi. Tapi berdasarkan data hingga 23 Januari 2023, jumlah suplai tank itu relatif masih terbatas. Dan belum semua negara anggota NATO menyatakan komitmennya mengirim tank.
Rincian komitmen pengiriman tank ke Ukraina: Amerika (31 tank Abrams), Jerman (14 tank Leopard-2), Inggris 14 tank Challenger-2), Belanda (18 tank Leopard), Portugal (4 tank Leopard), Norwegia (4 tank Leopard).
Jika ditotal, tahap awal suplai tank ke Ukraina ini sekitar 80 unit tank, atau setara dengan komposisi pasukan dua batalion. Tapi jumlah ini diprediksi akan terus bertambah.
Vadym Omelchenko, Dubes Ukraina di Paris Perancis dalam pernyataannya melalui French TV station pada 27 Januari 2023 menegaskan, negara-negara Barat akan mengirim total 321 tank ke Ukraina.
Sebagai perbandingan, berdasarkan beberapa sumber, Rusia mengerahkan lebih dari 3.000 (tiga ribu) tanknya untuk bertempur di Ukraina. Dan sebagian di antaranya berhasil dilumpuhkan atau dihancurkan oleh pasukan Ukraina dengan menggunakan rudal anti tank.
Jerman sebagai andalan
Salah satu fakta militer yang terungkap gamblang dari Perang Rusia-Ukraina adalah bahwa Jerman tetap menjadi kunci dan andalan militer di Eropa bagi NATO.Â
Dan berdasarkan data berbagai sumber, sejauh ini, Jerman merupakan negara yang paling besar kontribusi bantuannya ke Ukraina, baik yang disalurkan secara bilateral atau via Uni Eropa.
Dan secara militer, salah satu peran kunci Jerman itu adalah produksi tank jenis Leopard. Berdasarkan data yang terpublikasi, di seluruh wilayah Eropa saat ini, tercatat sekitar 2.000 (dua ribu) unit tank Leopard, baik yang digunakan sendiri oleh Jerman, ataupun yang sudah dibeli dan digunakan oleh negara Eropa lainnya.
Dengan demikian, bagi Ukraina, keputusan Jerman itu sangat signifikan. Sebab awalnya Jerman ragu mengirim bantuan tank, bahkan Jerman tidak mengizinkan negara pengguna tank Leopard untuk mengirimkan tank Leopard-nya (yang sudah dibeli dari Jerman) ke Ukraina.
Tank Leopard Jerman lebih pas untuk medan tempur di UkrainaÂ
Setiap tank memiliki keunggulannya masing-masing, baik dari segi keunggulan teknis manuver dan kecepatannya, bobot beratnya, jenis bahan bakar, jenis peluru yang bisa ditembakkan, dan level kestabilannya yang menentukan tingkat akurasi tembakannya saat sedang bergerak/bermanuver.
Tank Abrams Amerika, misalnya bermesin turbin (engine turbin) dan berbahan bakar jet, tapi tidak memiliki dukungan spare-part yang memadai di Ukraina. Sementara Leopard Jerman berbahan bakar diesel, serta sumber dan  jaringan dukungan spare-part-nya lebih dekat dan mudah diekspor ke Ukraina.
Kecepatan manuver setiap jenis tank juga berbeda. Leopard (Jerman) bermanuver dengan kecepatan 72 km per jam; tank Abrams (Amerika) bergerak dengan kecepatan 68 km per jam, sementara Challenger (Inggris) hanya 56 km per jam.
Jika tangki bahan bakarnya diisi penuh, tank Leopard (Jerman) bisa menempuh jarak 550 km, sementara tank Abrams (Amerika) harus mengisi ulang bahan bakar setelah menempuh jarak 426 km.
Selain itu, penggunaan tank memerlukan latihan khusus bagi pasukan Ukraina, dan periode latihan ini bisa berlangsung berbulan-bulan. Sementara ini, beberapa negara Eropa sudah bersedia bahkan sedang melatih pasukan Ukraina untuk mengoperasikan tank Leopard (Jerman), Abrams (Amerika) dan Challenger (Inggris) dan Leclerc (Perancis).
Kesimpulan:
Pertama, jika fase pertama pertempuran saja sudah berlangsung selama sekitar satu tahun, maka fase tempur lanjutannya, dengan karakter perang antar tank, bisa berujung pada dua kemungkinan: pertempuran akan selesai lebih cepat, dan/atau perlu waktu paling kurang satu tahun lagi.
Kedua, belum dapat dipastikan apakah suplai tank dari Amerika dan Eropa Barat ke Ukraina akan menciptakan perimbangan di medan tempur. Karena Rusia tentu saja sudah mengantisipasinya. Yang bisa dipastikan, pertempuran akan semakin sengit. Dan korban jiwa (body-count) akan terus berjatuhan.
Ketiga, suplai tank oleh Amerika dan NATO ke Ukraina akan mulai memperlihatkan hasilnya di medan tempur sekitar tiga sampai enam bulan ke depan.
Keempat, untuk merebut kembali wilayah yang sudah dikuasai oleh Rusia bukan perkara enteng. Bantuan pasukan tank memang merupakan peningkatan bobot perlawanan pasukan Ukraina. Tapi untuk merebut kembali wilayah timur Ukraina yang sudah dikuasai oleh Rusia, diperlukan peningkatan ke fase berikut: pasukan udara Ukraina. Dan sejauh ini, belum ada wacana dan publikasi bahwa Ukraina dan koalisinya akan melawan dengan pasukan udara yang signifikan.
Kelima, perang Ukraina semakin membuktikan bahwa semua pihak mempertaruhkan gengsi dan harga dirinya (figur, negara, dan pakta pertahanan). Amerika dan NATO bertaruh harga diri, dan karena itu sejak awal menegaskan: tidak akan membiarkan Rusia memenangkan perang di Ukraina. Sebaliknya, Rusia cq Vladimir Putin bertaruh harga diri negara Rusia sebagai salah satu negara adidaya dengan kekuatan nuklirnya.
Keenam, meskipun perang Ukraina sudah-sedang-dan-akan terus berkecamuk, bisa diprediksi bahwa pada akhirnya, perang itu akan berakhir di meja perundingan. Masalahnya, tidak seorang pun yang bisa memastikan kapan waktu solusi damai itu akan terjadi.
Ketujuh, mencermati semua variabel dan dinamika yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam pertempuran (militer-politik-sosial-ekonomi), bisa diprediksi bahwa perang Rusia-Ukraina berpotensi berlangsung paling tidak hingga tahun 2024.
Syarifuddin Abdullah | 28 Januari 2023/ 05 Rajab 1444H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H