Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melepas dan Menyambut Tahun Setiap Tahun Selama Bertahun-Tahun

31 Desember 2022   00:12 Diperbarui: 31 Desember 2022   00:18 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screen-shot dari google map

Pada tahun 1582, para ahli astronomi di zaman Paus Gregorius XIII menemukan bahwa satu tahun dalam kalender Julian ternyata lebih pendek 11 menit dibanding satu putaran matahari dalam setahun. Selama bertahun-tahun, perbedaan 11 menit itu ditambahkan menjadi tiga hari ke dalam kalender setiap 400 tahun. Akibatnya, tanggal di kalender Julian menjadi tak sesuai dengan tahun matahari.

Berdasarkan koreksian itu, Paus Gregorius XIII memutuskan pencopotan (meniadakan) tanggal dari alamank. Setelah Kamis 4 Oktober 1582M adalah atau langsung menjadi Jumat 15 Oktober 1582M. Jadi tidak ada tanggal 5 sampai dengan 14 Oktober 1582. Penghapusan sebanyak 10 hari. Sejak 15 Oktober 1582M itulah berlaku kalender Gregorian (Paus Gregorius XIII), yang berlaku di banyak negara saat ini.

Sebagai catatan, hingga saat ini, Kristen Coptic Mesir merayakan Natal pada 7 Januari (bukan 25 Desember). Sebab mereka tetap mengacu pada Kalender Julian (sebelum penghapusan tanggal). Dan setelah dihitung secara lebih cermat, ditemukan bahwa kalender Julian lebih lambat 13 hari dibanding kalender Gregorian. Akibatnya, tanggal 25 Desember dalam sistem kalender Gregorian dinyatakan jatuh pada 7 Januari dalam sistem kalender Julian. Artinya perbedaan Hari Natal antara Kristen Coptic Mesir dengan Kristen Barat dan Timur, bukan karena perselisihan teologis, tapi lebih karena konsekuensi dari teknis perhitungan astronomis.

Melepas-Menyambut Pergantian Tahun

Kembali ke soal perayaan Tahun Baru. Jika sesekali bertanya kepada mereka yang merayakan Tahun Baru di ruang-ruang publik atau di ruangan privat, jawabanya akan bervariasi. Tetapi umumnya lebih dari sekedar alasan "mental gerombolan".

Persis para pialang saham dan pasar uang. yang begitu santer terdengar satu saham blue-chip lagi booming, mereka akan ramai-ramai bertransaksi (membeli atau menjual) saham itu. Mental gerombongan ini pernah digambarkan George Soros terkait krisis moneter 1997-1998. Ibaratnya ada gerombolan itik atau bebek, bila yang di depan berjalan ke kanang, kawaan itik-bebek itu akan ikut-ikutan ke kanan.

Dan sungguh keliru, jika peringatan Tahun Baru coba dikait-kaitkan dengan soal teologis keagamaan. Memang secara historis, penanggalan Juliaan atau Gregorian itu mengacu pada tradisi Kristen (makanya juga disebut Tahun Masehi). Tetapi waktu dan hari Tahun Baru 1 Januari itu semata persoalan teknis astronomis. Sebab bahkan Kalender Julian itu sudah berlaku sebelum Jesus (Nabi Isa) dilahirkan menurut keyakinan umat Kristiani.

Penanda masa silam dan harapan ke depan

Maka perayaan tahun baru lebih merupakan kesadaran kolektif yang sudah mengglobal tentang satu momen (jam 00.00 pada pergantian tahun), yang menjadi penanda bahwa kita punya masa lalu, sekaligus penanda bahwa ada harapan ke depan. Sebuah rutinitas reguler tahunan, yang tidak pernah membosankan. Seperti jamaknya sebuah pesta, dengan segala bunga-bunganya.

Suasananya persis seperti seseorang yang merayakan hari kelahirannya secara sakral setiap tahun. Tidak bosan-bosan. Alasannya, karena merayakan tahun kelahiran ke 40 misalnya, itu hanya terjadi satu kali dalam kehidupan seseorang. Peringatan tahun kelahiran di tahun berikutnya, angkanya sudah bertambah menjadi 41. Dan begitu seterusnya.

Karena semakin banyak yang merayakannya dengan meriah, yang antara lain ditunjukkan dengan membakar jutaan kembang api untuk sesaat menghiasi langit di malam-malam hari di tempat-tempat tertentu di setiap kota, di seluruh dunia, suasananya memang menjadi momentum global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun