Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lelaki Paruh Baya (9): Panggilan Etis

3 November 2022   15:03 Diperbarui: 3 November 2022   15:08 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Di tengah gempuran kasus yang silih berganti, yang terlihat seperti saling berkejaran dan tumpang tindih, belum selesai yang satu muncul lagi lainnya. Bagaimana menjelaskan semua ini?" Begitu bunyi pesan Whatsapp, yang diterima Randu sang Lelaki Paruh Baya (LPB) dari seorang teman diskusinya bernama Rafsanjani.

Belum sempat Randu menjawab, pesan WA lanjutan Rafsanjani kembali muncul: "Coba lihat, deh! Orang-orang berbohong dianggap biasa; pengamat yang sudah berhenti membaca tak malu ditelanjangi lawan debatnya di depan kamera televisi; dalam kasus kriminal, segerombolan personil penegak hukum justru ramai-ramai menghilangkan barang bukti; drama di pengadilan menampilkan ketidakjujuran yang telanjang; banyak orang yang enteng menyalahkan orang lain, dst., dst., dst.

Randu membaca cermat semua pesan Rafsanjani, dan mencoba merenung sambil melontarkan pertanyaan retoris: "lantas apa yang salah dengan bangsa ini?"

Randu kemudian merumuskan beberapa premis: mungkin karena sebagian orang sudah kehilangan kompas etika; Ada kecenderungan lebih fokus pada soal teknis prosedural; lebih peduli pada sesuatu yang sudah didapat-dimiliki, dan tak lagi peduli mempertanyakan bagaimana cara mendapatkannya; Ingkar janji dianggap sebagai hal wajar dengan argumen bahwa publik memiliki memori pendek; lebih banyak waktu yang digunakan memelototi berbagai postingan di media sosial dibanding waktu untuk melakukan perenungan (kontemplasi) batin; Kekacauan yang muncul akibat kebijakan salah kaprah tak dianggap perlu untuk meresponsnya dengan permintaan maaf, dst., dst., dst.

Mungkin perlu juga mempertimbangkan untuk kembali mengumandangkan imbauan publik agar semua orang secara sadar melakukan ethic call (panggilan etis), yang intinya adalah selalu berusaha "mengaktifkan pertimbangan etis" yang bersifat universal pada setiap perilaku-ungkapan-dan-perbuatan dalam kehidupan keseharian.

Syarifuddin Abdullah | 03 Nopember 2022/ 08 Rabiul-tsani 1444H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun