TKP: Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Waktu: Sabtu, 01 Oktober 2022, pukul 20.00 WIB, paska pertandingan sepakbola pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 di Stadion Kanjuruhan Malang antara keseblasan Arema Malang versus Persebaya Surabaya.
Korban: hingga pukul 20.00 (Minggu 02 Oktober 2022), sejumlah media melaporkan jumlah korban tewas mencapai 182 orang, termasuk 2 anggota Polri. Sebanyak 34 orang meninggal di lapangan Kanjuruhan. Sisanya, meninggal setelah dirawat di berbagai rumah sakit.
Kerugian material lainnya: ada 13 mobil yang rusak. Sebanyak 10 mobil adalah mobil dinas polisi. Sedangkan dua mobil lainnya adalah kendaraan pribadi.
Sementara itu, ketika tulisan ini dibuat, masi ada sekitar 170-an supporter masih dalam perawatan di berbagai rumah sakit di Malang (keterangan Kadinkes Kabupaten Malang, Wiyanto Widodo dalam wawancara media).
Menurut Mahfud MD, penonton dan suporter yang tewas adalah pendukung Arema Malang. Sebab supporter Persebaya sejak awal memang tidak dibolehkan masuk-ikut menonton di stadion.
Berdasarkan pengamatan, supporter yang turun ke tengah lapangan diperkirakan berjumlah 3000 orang.
Awalnya pertandingan berlangsung normal. Namun pada menit ke-51, pemain Persebaya Sho Yamamoto mencetak dan mengubah skor menjadi 2-3 untuk Persebaya. Arema kalah, dan supporternya mulai terprpvokasi emosinya. Meeeka tidak menerima kekalahan Arema.
Konon, selama 27 tahun berturut, Arema belum pernah kalah berhadapan dengan Persebaya. Seusai pertandingan, sebagian suporter kecewa berat, sulit menerima kekalahan kesebelasan pavoritnya.
Lalu sebagian suporter mulai terlihat melompat pagar. Tak perlu waktu lama sehingga situasi tak terkendali.
Aparat keamanan bertindak, awalnya menghalau, namun situasi semakin tak terkendali. Aparat kemanan akhirnya mengambil tindakan lebih tegas, antara lain dengan menembakkan gas air mata. Tapi jumlah supporter yang masuk ke lapangan jauh lebih membludak dibanding jumlah pasukan keamanan.
Di salah satu pintu keluar stadion, massa berjubel, yang memicu kekurangan oksigen. Sebagian terjatuh lalu terinjak-injak oleh sesama supporter.
Lalu ada sebuah pemandangan yang mengusik: pada 2 Oktober 2022, sekelompok orang (mengaku komunitas relawan ambulans), di depan RS Saiful Anwar menggelar foto-foto print-out para korban tewas, hampirnya semua foto hitam-putih, dan diletakkan begitu saja tidak beraturan di atas meja.
Lalu para warga datang mengecek satu-satu foto-foto tersebut, untuk memastikan apakah ada anggota keluarganya di antara foto-foto korban itu.
Saya membayangkan, akan lebih baik jika foto-foto itu ditempelkan di sebuah dinding, bukan digelar tak beraturan di atas meja bahkan sebagian di pelataran. Saya sempat membatin, dari mana mereka mendapatkan foto-foto korban tewas tersebut?
Catatan:
Pertama, meskipun telah diantisipasi, namun tragedi ini juga terjadi karena faktor human error. Misalnya, panitia mencetak 42.000 tiket. Dan yang terjual sekitar 40.000 tiket. Sementara kapasitas stadion cuma 38.000 kursi.
Kedua, tidak terbayangkan apa yang mungkin terjadi seandainya panitia membolehkan suporter Persebaya juga hadir di lapangan. Dan ini merupakan langkah antisipasi. Dengan kata lain, tragedi Kanjuruhan lebih tepat disebut "Tragedi Aremania", di stadion Kanjuruhan Malang, "yang malang".
Ketiga, hampir semua pemberitaan menyebutnya sebagai tragedi. Dan itu menunjukkan bahwa sebagian besar menilai peristiwa di Stadion Kanjuruhan itu sebagai sebuah kecelakaan. Dan setiap kecelakaan, tentu bukan untuk dijadikan materi untuk mendiskreditkan para pihak, namun untuk diambil hikmah dan pelajarannya. Karena itu, proses penyelidikan dan penyidikan tetap harus dilakukan.
Keempat, kalau mencermati video-video yang beredar di berbagai media, mainstream dan medsos, besar kemungkinan bahwa mereka yang meninggal dunia justru bukan supporter yang turun ke tengah lapangan.
Kelima, dalam suasana duka, apalagi dengan jumlah korban yang sangat besar (182 orang), yang masih mungkin bertambah, yang diperlukan adalah pernyataan simpati dari para pihak. Bukan untuk saling menyalahkan, apalagi mengelak dari tanggung jawab.
Keenam, keputusan Presiden Jokowi untuk menghentikan Liga-1 untuk sementara, sampai penyelidikan tuntas dilakukan, adalah kebijakan antisipasi antisipatif, yang menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam membenahi dan mencegah terjadinya tragedi serupa di masa yang akan datang. Respon langsung Presiden Jokowi juta menunjukkan "Tragedi Aremania" berkelas nasional.
Ketujuh, adanya dua anggota Polri yang ikut tewas menunjukkan bahwa suasana di lapangan Kanjuruhan Malang benar-benar gawat, dan suasana tragis itu berlangsung intens selama kurang lebih tiga sampai lima jam.
Kedelapan, secara personal, saya mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban. Duka tak tak dapat ditolak, kesedihan dapat dikelola. Sembari berdoa semoga semua korban tewas mendapatkan tempat layak, dan korban yang masih dirawat segera pulih dan sembuh.
Syarifuddin Abdullah | Jakarta, 02 Oktober 2022/ 05 Rabi'ul-awwal 1444H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H