Aparat keamanan bertindak, awalnya menghalau, namun situasi semakin tak terkendali. Aparat kemanan akhirnya mengambil tindakan lebih tegas, antara lain dengan menembakkan gas air mata. Tapi jumlah supporter yang masuk ke lapangan jauh lebih membludak dibanding jumlah pasukan keamanan.
Di salah satu pintu keluar stadion, massa berjubel, yang memicu kekurangan oksigen. Sebagian terjatuh lalu terinjak-injak oleh sesama supporter.
Lalu ada sebuah pemandangan yang mengusik: pada 2 Oktober 2022, sekelompok orang (mengaku komunitas relawan ambulans), di depan RS Saiful Anwar menggelar foto-foto print-out para korban tewas, hampirnya semua foto hitam-putih, dan diletakkan begitu saja tidak beraturan di atas meja.
Lalu para warga datang mengecek satu-satu foto-foto tersebut, untuk memastikan apakah ada anggota keluarganya di antara foto-foto korban itu.
Saya membayangkan, akan lebih baik jika foto-foto itu ditempelkan di sebuah dinding, bukan digelar tak beraturan di atas meja bahkan sebagian di pelataran. Saya sempat membatin, dari mana mereka mendapatkan foto-foto korban tewas tersebut?
Catatan:
Pertama, meskipun telah diantisipasi, namun tragedi ini juga terjadi karena faktor human error. Misalnya, panitia mencetak 42.000 tiket. Dan yang terjual sekitar 40.000 tiket. Sementara kapasitas stadion cuma 38.000 kursi.
Kedua, tidak terbayangkan apa yang mungkin terjadi seandainya panitia membolehkan suporter Persebaya juga hadir di lapangan. Dan ini merupakan langkah antisipasi. Dengan kata lain, tragedi Kanjuruhan lebih tepat disebut "Tragedi Aremania", di stadion Kanjuruhan Malang, "yang malang".
Ketiga, hampir semua pemberitaan menyebutnya sebagai tragedi. Dan itu menunjukkan bahwa sebagian besar menilai peristiwa di Stadion Kanjuruhan itu sebagai sebuah kecelakaan. Dan setiap kecelakaan, tentu bukan untuk dijadikan materi untuk mendiskreditkan para pihak, namun untuk diambil hikmah dan pelajarannya. Karena itu, proses penyelidikan dan penyidikan tetap harus dilakukan.
Keempat, kalau mencermati video-video yang beredar di berbagai media, mainstream dan medsos, besar kemungkinan bahwa mereka yang meninggal dunia justru bukan supporter yang turun ke tengah lapangan.
Kelima, dalam suasana duka, apalagi dengan jumlah korban yang sangat besar (182 orang), yang masih mungkin bertambah, yang diperlukan adalah pernyataan simpati dari para pihak. Bukan untuk saling menyalahkan, apalagi mengelak dari tanggung jawab.