Singkat cerita, kami pun berlima, dua tiga kali seminggu, dibimbing dan dilatih langsung oleh Pak Azyumardi tentang berbagai trik dan cara menulis terutama cara mengolah dan membuat artikel untuk konsumsi opini populer di media-media kontemporer.
Sebagai catatan, di tahun 1990, belum ada media sosial. Penggunaan komputer pun belum jamak di kalangan mahasiswa Kairo. Hanya segelintir mahasiswa Kairo yang dapat mengetik menggunakan komputer.
Karena itu, metode pembimbingan Azyumardi Azra kepada kami dilakukan secara manual. Jadi, setiap pertemuan, masing-masing dari kami sudah membuat artikel (sesuai dengan minat kami masing-masing), yang diketik dengan mesin ketik manual, lalu Pak Azyumardi Azra mengorekai artikel itu, dengan pulpen langsung di depan kami.Â
Koreksiannya bervariasi: menambahkan, mengurangi, memperbaiki redaksionalnya, sambil berdiskusi secara intens tentang kalimat efektif, main-idea, supporting-idea, alur pikir dan basic theory tentang tema artikel hingga penggunaan istilah-istilah kontemporer bahasa Inggris.
Setiap artikel yang sudah dikoreksi, kami ketik ulang. Setelah itu, diserahkan lagi ke Pak Azyumardi untuk dibaca dan dikoreksi lagi. Kadang satu artikel bisa dikoreksi dan diketik ulang sampai lima kali berulang-ulang. Melelahkan namun mengasyikkan. Karena selain mengoreksi, kami juga terlibat dalam diskusi secara intens mengenai tema artikelnya.
Kebetulan juga, masing-masing dari kami berlima (saya, Noor Kholis Mukti, Muh Nawir Arsyad, Hamid Usman dan juga ustadz Rusli Hasbi Aceh), pada tahun 1990 itu, sudah dapat dikategorikan mahasiswa yang relatif senior dan aktivis, dengan spektrum bacaan yang juga relatif cukup luas, dan memiliki banyak informasi tentang fokus riset Azyumardi Azra.Â
Jadi ada semacam pertukaran informasi antara kami berlima dengan Pak Azyumardi Azra tentang tema risetnya.
Dan salah satu poin yang paling membekas di benak saya: dari Pak Azyumardi Azra-lah saya belajar apa yang disebut "logika bahasa" dalam setiap karya tulis.
Yang luar biasa, dan awalnya saya tidak menduga, setelah Pak Azyumardi menilai bahwa sebuah artikel (punya salah satu dari kami berlima) sudah layak muat di media, Pak Azyumardi Azra akan membuat surat dengan tulisan tangan, sebagai pengantar sekaligus rekomendasi ke salah satu redaktur kenalannya yang bekerja di berbagai media nasional, agar artikel kami yang lolos sensornya itu bisa dipertimbangkan untuk dimuat di halaman opini.
Tentu saja, ketika itu, pengiriman naskah artikel dari Kairo ke Jakarta dilakukan melalui faksimili, sebagian di antaranya malah lewat pos kilat.