Hari ini, Ahad 18 September 2022, Prof. Dr. Azyumardi Azra wafat di Malaysia. Almarhum sedang dalam perjalanan ke Malaysia untuk memberikan kuliah umum dalam acara konferensi yang digelar Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM).Â
Di pesawat, almarhum mengalami gangguan kesehatan, konon serangan jantung. Dan begitu mendarat, langsung dilarikan ke Rumah Sakit Serdang, Selangor. Hasil pengecekan terakhir, beliau juga dinyatakan positif Covid-19. Dan hal pertama yang saya lakukan setelah membaca berita wafanya adalah menunaikan shalat gaib untuk almarhum.
Dan Indonesia pun kehilangan seorang intelektual yang mumpuni di bidangnya, Azyumardi Azra, yang sedang menjabat Ketua Dewan Pers, periode 2022-2025.
Melalui artikel takziyah ini, saya ingin mengulas sekilas perkenalan saya secara pribadi dengan Pak Azyumardi Azra sekitar 32 tahun lalu, tepatnya di akhir tahun 1990, saat saya masih mahasiswa di Kairo Mesir.
Momentum perkenalan yang merupakan sebuah karunia. Ketika itu, Prof Azyumardi sedang menyelesaikan tesis doktoralnya di Amerika, dan salah satu bagian fokus risetnya adalah soal Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Dari Amerika Serikat, sekitar medio 1990, beliau datang ke Kairo untuk riset tentang Ikhwanul Muslimin, untuk peridoe sekitar 6 bulanan.Â
Beberapa hari menginap di sebuah hotel di Kairo, sebelum akhirnya memutuskan menginap di rumah kontrakan seorang mahasiswa asal Aceh, ustadz Rusli Hasbi Aceh, selama periode risetnya di Kairo.
Saya kebetulan cukup dekat dengan ustadz Rusli Hasbi Aceh. Seorang pakar fikhi yang asyik diajak berdiskusi. Hanya saya tidak paham apakah Pak Azyumardi Azra dan ustadz Rusli Hasbi Aceh sudah lama berkenalan.
Dalam satu kesempatan, setelah menetap menginap di kontrakan ustad Rusli, Pak Azyumardi minta kepada ustadz Rusli agar dicarikan dua-tiga mahasiswa Kairo, yang berkenan dibimbing latihan menulis. Maksudnya, Pak Azyumardi ingin membimbing praktis sekaligus mengkader bibit-bibit mahasiswa Kairo agar bisa menulis.
Karena kedekatan personal, ustadz Rusli Hasbi Aceh akhirnya mencalonkan empat mahasiswa Kairo, salah satunya adalah saya sendiri, bersama Noor Kholis Mukti (asal Jawa Tengah), Muh Nawir Arsyad (asal Sulsel), Hamid Usman (asal Aceh), dan tentu juga ustadz Rusli Hasbi Aceh.