Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kelas Harga Mobil dan Etika Kepantasan Konsumsi BBM

27 Agustus 2022   15:41 Diperbarui: 30 Agustus 2022   08:20 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi, diolah dari berbagai sumber

Di Indonesia, kluster kelas harga mobil kira-kira dapat dibagi menjadi enam kelompok utama:

Pertama, kelas mobil yang harganya berkisar Rp100 - Rp250 jutaan, misalnya Avansa, Xenia dan sekelasnya.

Kedua, kelas mobil yang kisaran harganya Rp250 - Rp350 jutaan, kayak Terios, Rush dan sekelasnya.

Ketiga, kelas mobil yang harganya berkisar antara Rp350 - Rp500 jutaan semisal Innova, Hyundai Creta, Honda HRV dan sekelasnya.

Keempat, kelas mobil yang harganya berkisar antara Rp500 - Rp900 jutaan semisal  Fortuner, Pajero dan sekelasnya.

Kelima, mobil yang dibanderol mulai Rp1 miliar hingga Rp2 miliar seperti Alphard, Vellfire, Jeep Wrangler, Mercy GLB200, BMW Coupe, Hummer, Land Cruiser, Lexus RX dan sekelasnya.

Keenam, kelas mobil mewah yang biasanya diproduksi terbatas (limited edition) dan berspesifikasi khusus sesuai permintaan pembeli, atau mobil-mobil sport produksi Ferrari, Lamborghini, Rolls Royce, yang harganya mulai dari Rp2 miliar sampai angka yang tak berbatas.

Jika keenam kelas-tipe atau kluster harga mobil itu coba dikaitkan dengan konsumsi BBM, terutama paska munculnya wacana kenaikan harga BBM, persoalannya bukan lagi hanya apakah "orang kaya" berhak atau tidak berhak mengkonsumsi BBM bersubsidi, tetapi juga soal etika atau dan kepantasan sosial.

Secara hukum, sebenarnya belum ada "peraturan yang melarang" mobil mewah atau agak mewah sekelas Pajero-Fortuner untuk menggunakan BBM bersubsidi (Pertalite atau Biosolar). Hanya memang akan terlihat kurang pantas jika ada mobil Fortuner-Pajero apalagi Alphard dan Vellfire yang ikut antri di SPBU untuk membeli BBM bersubsidi (Pertalite atau Biosolar).

Sebab seorang yang mampu membeli mobil sekelas Fortuner dan/atau Pajero, lantas masih menggerutu soal harga BBM, barangkali saja ia sebenarnya memang belum pantas punya mobil Fortuner atau Pajero.

Dengan kata lain, jika membeli mobil Pajero-Fortuner lebih karena faktor gengsi sosial, maka secara paralel dengan pertimbangan kepantasan sosial, pemiliknya seharusnya juga menjaga martabat dirinya untuk tidak perlu menggerutu apalagi ikut antri membeli BBM brrsubsidi (Pertalite atau Biosolar).

Banyak juga orang yang cerdas. Di sejumlah kota-kota besar, saya mengenal beberapa orang, yang secara finansial sebenarnya mampu membeli Pajero atau Fortuner bahkan Alphard, tapi lebih memilih membeli Innova bahkan Rush atau Terios. Alasannya, karena pertimbangan antisipasi kepantasan sosial. Biar agak enteng menanggung konsekuensi beban gengsi sosialnya, juga soal tagihan kredit bulanannya.

Apa boleh buat. Mobil telah menjadi salah satu alat ukur kelas sosial. Dan sialnya, banyak kasus yang membuktikan ada orang yang lebih menghormati jenis mobil dibanding pemilik mobilnya. Lebih menghormati benda (mobil) daripada manusia (pemilik atau supir mobil).

Pada 2016, saya pernah menulis artikel bagaimana perbedaan perlakuan terhadap jenis-jenis mobil saat memasuki gerbang sebuah instansi pemerintahan. Lihat https://www.kompasiana.com/sabdullah/57b65ff290fdfdb930ea0db4/satpam-itu-memberi-hormat-kepada-mobil-bukan-kepada-pengemudinya.

Banyak cerita orang yang berpenghasilan-bergaji pas-pasan lantas memaksakan diri membeli mobil (karena tuntutan gaya dan gengsi sosial), meskipun secara finansial ia masih berada di kelas roda dua.

Di beberapa wilayah provinsi dan kabupaten bahkan banyak cerita miris tentang misalnya para pegawai di kantor-kantor dinas, yang setelah memaksakan diri membeli mobil, terpaksa harus patungan (arisan) agar bisa membayar pajak tahunan mobilnya. Mereka ini sebenarnya masih kelas roda dua. Jika untuk membayar pajak mobil tahunan saja terpaksa harus arisan, mereka ini bahkan lebih pantas disebut bunuh diri secara finansial. Korban gengsi sosial.

Tapi saya juga pernah mendengar seorang kiai yang secara berkelakar berkata begini, " Akan 'berdosa besar' orang yang mampu membeli mobil Alphard, tapi memilih mobil Avanza atau Xenia." Dosa besarnya mungkin bukan karena pilihan mobilnya, tapi lebih karena watak perilaku pelitnya untuk dirinya sendiri.

Syarifuddin Abdullah | 27 Agustus 2022/ 29 Muharram 1444H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun