Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berapa Sudah Korban Tewas dalam Perang Rusia-Ukraina?

25 Juli 2022   16:44 Diperbarui: 26 Juli 2022   06:40 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: www.kompas.com/global

Berdasarkan pengalaman dari perang-perang lainnya, ada rasio yang relatif baku digunakan untuk menghitung jumlah tewas dan cedera. Umumnya adalah rasio 3:1 (artinya, terdapat tiga orang cedera, dalam setiap satu tentara yang tewas).

Namun dengan perkembangan teknologi, ratio 3:1 sudah berubah. Dalam Perang Irak 2003-2011, tentara Amerika mengalami ratio 9:1 (Sembilan orang cedera, untuk setiap satu tentara yang tewas). Dan di Afghanistan rasionya bahkan menjadi 10:1.

Salah satu faktor yang menentukan tinggi-rendahnya rasio antara cedara-dan-tewas adalah efektivitas tindakan medis terhadap tentara yang cedera di medan tempur. Amerika menggunakan helikopter untuk melakukan bantuan medis.

Dengan kata lain, tentara yang mengalami cedera, jika bisa dievakuasi dan diberikan pertolongan medis dalam tempo sekitar satu jam sejak mengalami cedera, kemungkinan besar jiwanya bisa diselamatkan. Karena itu, dalam perang, periode satu jam pertama bagi tentara yang cedera dikenal dengan istilah Golden Hour (satu jam emas). Ini periode 60 menit yang paling menentukan dalam jiwa seorang prajurit yang cedera.

Karena itu, disebutkan salah satu penyebab tingginya angka korban tewas tentara Rusia di Ukraina karena mekanisme dan jaringan penyelamatan medisnya tidak secanggih yang dimiliki oleh Barat (Amerika misalnya). Rusia masih lebih mengandalkan pengiriman tentara-tentara cedera ke dokter-dokter yang berbasis di rumah sakit-rumah sakit yang didirikan di garis belakang medan tempur. Sehingga garis evakuasi menjadi lebih panjang.

Catatan:

Pertama, korban perang adalah sesuatu yang tak terelakkan, betapapun dhindarinya. Yang bisa dilakukan oleh kedua pihak hanya memperkecil korban tewas. Sebab dalam perang, hanya ada dua kemungkinan: to kill or to be killed (membunuh atau dibunuh). Atau kalau masih mujur, hanya to be wounded = cedera saja).

Kedua, kondisi saat ini, kedua pihak (Rusia-Ukraina) masih berasumsi dan bahkan bersikukuh bisa memenangkan perang atau memaksa lawan untuk mengaku kalah. Namun jika mencermati perkembangan pertempuran dari hari ke hari, kecil kemungkinan akan ada pihak yang mengakui kalah dalam waktu dekat.

Ketiga, Rusia cq Putin akan terus menggempur dengan segala sumber dayanya, sebagai sebuah negara adidaya, yang tentu akan gengsi mengaku gagal di Ukraina. Sementara Ukraina akan terus bertahan dengan segala cara, tentu juga dengan dukungan Barat (Amerika dan sekutunya), yang sejak awal mengucapkan satu komitmen dasar: tidak akan membiarkan Rusia cq Putin memenangkan perang Ukraina. Konsekuensinya, perang masih berlangsung. Besar kemungkinan akan berlanjut ke tahun 2023.

Keempat, selama kedua pihak masih berasumsi bisa memenangkan perang, maka dentuman senjata dan amunisi akan terus dibidikkan dan diledakkan. Jjumlah korban tewas di kedua pihak masih akan terus bertambah. Padahal, berdasarkan perkiraan kasar pun, total jumlah korban tewas di kedua pihak pada 25 Juli 2022, sudah lebih dari 60.000 prajurit kombatan (Rusia 25.000 dan Ukraina 38.000). Jika digabung dengan korban tewas dari kalangan sipil, jumlah body-count atau kantong mayat pasti jauh lebih banyak.

Kelima, Istanbul Deal (kesepakatan Rusia-Ukraina yang dimediasi oleh Turki) yang diteken pada 22 Juli 2022, untuk mengoperasikan kembali pelabuhan-pelabuhan Ukraina agar dapat mengekspor gandum dan hasil pertanian lainnya, memang merupakan satu isyarat dan terobosan positif. Tapi kesepakatan ini masih sangat rentan. Sewaktu-waktu bisa bubar. Karena itu, belum bisa dijadikan acuan untuk memperkirakan kapan perang akan berakhir. Apalagi dalam Istanbul Deal itu, ada klausul yang menyebutkan, kesepakatan akan valid selama 120 hari, yang bisa diperpanjang. Dengan kata lain, bisa juga tidak diperpanjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun