Waktu: Rabu, 25 Mei 2022 WIB (Selasa, 24 Mei 2022 waktu Texas Amerika).
Lokasi: lingkungan Sekolah Dasar (SD) "Robb Elementary School" di Uvalde, Texas, Amerika Serikat.
Korban: Â ketika artikel ini ditulis, total korban tewas 22 orang, dengan rincian 19 siswa-siswi sekolah dasar, 2 guru, dan penembak sendiri. Beberapa siswa-siswi mengalami luka-luka. Kemungkinan korban tewas masih akan bertambah.
Pelaku: diduga bernama Salvador Ramos, beruisa 18 tahun, warga negara Amerika, tercatat sebagai alumni dari sekolah itu. Dia membeli dua senjata seminggu sebelumnya di sebuah tokoh penjual senjata di Texas di waktu yang berbeda, pertama pada 17 Mei dan kedua pada 20 Mei 2022. Pelaku juga membeli sebanyak 375 peluru kalibar 5,56mm. Saat melakukan penembakan, pelaku mengenakan baju anti peluru. Konon, hal pertama yang ia lakukan setelah persisi berusia 18 tahun adalah membeli senjata.
Modus: ketika melakukan aksinya, pelaku membawa dua unit senjata laras panjang (assault riffle), menembakkan ratusan peluru secara membabi-buta, sebelum akhirnya pelaku juga tertembak mati. Beberapa sumber menyebutkan, pelaku beraksi di satu kelas saja.
Seorang warga menyebut kasus pembantaian itu sebagai tindakan "tragis dan tanpa perasaan (tragic and senseless). Presiden Amerika Joe Bidan memberikan keterangan yang menggambarkan kesedihan yang mendalam, "Kehilangan seorang anak adalah ibarat sebagian jiwa tiba-tiba dicabut secara paksa dari tubuh Anda (To lose a child is like having a piece of your soul ripped away)".
Menurut data David Riedman (peneliti di K-12 School Shooting Database di Naval Postgraduate School's Center for Homeland Defense and Security), sepanjang tahun 2021, tercatat sebanyak 249 kasus penembakan di lingkungan sekolah di Amerika, tertinggi sejak tahun 1970-an. Dan sejak Januari hingga Mei 2022 ini, sudah tercatat 137 kasus penembakan di lingkungan sekolah.
Catatan singkat:
Pertama, sebagian besar warga di lingkungan lokasi penembaskan adalah warga Hispanic (Latino, warga Amerika keturunan Amerika Latin). Dan sekitar 90 persen siswa-siswa di sekolah itu adalah keturunan Hispanic. Berdasarkan foto awal terduga pelaku, yang beredar di berbagai media, terlihat jelas bahwa garis wajah pelaku adalah juga keturunan Hispanic/Latino. Artinya, kecil kemungkinan kasus itu bermotiv rasisme.
Kedua, pelaku sungguh mengalami kondisi psikologis, yang mungkin belum ada kategorinya dalam dunia medis-psikologis. Pelaku sepertinya menyimpan bara dendam yang luar biasa. Tapi kalau korban sasarannya adalah anak-anak sekolah dasar, akal sehat yang paling tidak sehat pun akan kesulitan mencernanya.