Allah swt akan "merasa malu" jika tidak memasukkan ke surga tiap bayi yang meninggal sebelum balig.
Tentu saja ini pernyataan ilustratif yang ekstrem. Sebab Allah swt berhak mutlak memasukkan siapapun ke surga atau neraka.
Namun bayi yang belum balig, apalagi yang meninggal di dalam kandungan atau sesaat setelah dilahirkan, adalah gambaran riil tentang fitrah (kesucian).
Karena bayi belum balig adalah sosok yang mewakili kesucian dari segala jenis dosa. Karena belum memasuki usia taklif (kewajiban melaksanakan perintah dan menjauhi larangan).
Karena itu, secara rasional, Allah swt tak memiliki alasan untuk menggiringnya dan menyiksanya di neraka. Artinya, Allah swt akan "merasa malu" atau merasa kurang nyaman jika memasukkan ke neraka bayi yang belum balig.
Itulah sebabnya, bayi yang baru dilahirkan ibunya, dalam teks-teks Sunnah yang lain, sering dijadikan perumpamaan tentang kesucian dari dosa atau pengampunan absolut dari segala dosa.
Sebuah hadits Nabi mengatakan, "Orang yang hajinya mabrur, akan kembali (bersih dari dosa) seperti ketika dilahirkan oleh ibunya".
Hadits lain mengatakan, "Dua mukmin yang saling bersalaman (bermaafan) karena Allah, dosa-dosa keduanya akan beterbangan, hingga posisi keduanya akan kembali seperti ketika dilahirkan ibunya".
Dan mereka yang menunaikan puasa ramadhan yang dilandasi keimanan dan penuh harap, maka sehabis Ramadhan, posisi spiritualnya akan kembali seperti saat dilahirkan ibunya.
Kembali ke fitrah. Dan itulah inti idul fitri, optimis merayakan telah meraih nikmat dan karunia kesucian.
Dengan catatan, tentu tidak harus menunggu datangnya idul fitri untuk meminta maaf atau memaafkan orang lainÂ
Selamat idul fitri 1443H/2022.
Syarifuddin Abdullah | Jakarta, Ahad 01 Mei 2022/ 29 Ramadhan 1443H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H