Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kezaliman dan Collateral Damage

25 April 2022   10:28 Diperbarui: 25 April 2022   10:35 6406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kezaliman betapapun kecilnya, di manapun dan kapan pun, selalu berpotensi mengakibatkan efek domino. Artinya, tidak pernah ada korban tunggal dalam tiap kezaliman. Selalu ada korban sampingan yang bisa berlapis-lapis yang mengalir sampai jauh.

Dan korban tak berdosa itu, dalam literatur dan legasi Barat, biasa disebut collateral damage (secara letterlejik bermakna kehancuran tambahan), yang umumnya digunakan dalam operasi-operasi militer. Kalau sempat, bolehlah menonton ulang film Tom Cruise yang berjudul "Collateral" (2004).

Dalam Quran, bentuk kezaliman tertinggi adalah fitnah, yang diperintahkan untuk dijauhi dan diihindari, sebab dampaknya bukan hanya akan menimpa pelaku dan korbannya saja (QS Al-Anfal, ayat 25).

Lalu dampak lanjutan dari kezaliman itu bisa menjadi permanen jika kezalimannya dibuat dalam bentuk kebijakan, baik dalam urusan umum ataupun dalam soal keagamaan (khususnya berupa fatwa).

Itulah sebabnya, fatwa (sebagai bagian dari kebijakan seorang ulama) sangat ketat syaratnya, sebab dampakya bisa permanen. Apalagi dalam tradisi fikhi dan usul-fikhi, fatwa seorang ulama tidak bisa dibatalkan (dianulir) oleh ulama lain. Artinya, fatwa ulama-A, hanya mungkin dibatalkan/dianulir oleh ulama-A itu sendiri. 

Sekedar catatan, fatwa Imam Khomeni yang menghalalkan darah Salman Rushdi (penulis novel the Satanic Verses) masih berlaku hingga kini. Sebab Imam Khomeni tak pernah mencabut fatwa itu sampai sampai meninggal dunia.

Kebijakan tentang satu item kebutuhan pokok dalam suatu komunitas, misalnya, bisa menciptakan kerusakan permanen dalam rumah tangga-rumah tangga yang kondisi ekonominya rentan.

Tindak dan perilaku korup seorang pejabat publik adalah salah satu bentuk kezaliman yang sangat berpotensi menciptakan kerusakan permanen. Mungkin karena itulah, sehingga dalam bahasa Arab, korupsi diterjemahkan menjadi fasad (kerusakan).

Namun kehidupan adalah perimbangan atau pertarungan atau semacam trade-off antara kebaikan dan kezaliman.

Karena itu, jika kezaliman bisa menciptakan dampak domino yang bersifat permanan, demikian juga sebaliknya: tiap kebaikan pun berpotensi menciptakan efek domino, yang juga bisa bersifat permanen. Dalam bahasa Agama, amal baik dengan efek yang permanen ini biasa disebut amal jariyah.

Syarifuddin Abdullah | Jakarta, 25 April 2022/ 23 Ramadhan 1443H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun