Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Plus-Minus dan Lika-Liku Menunaikan Ibadah Umrah di Musim Pandemi

14 Desember 2021   06:47 Diperbarui: 15 Desember 2021   02:56 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kakbah, Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi (ANTARA FOTO/REUTERS/GANOO ESSA via KOMPAS.com)

Menunaikan ibadah umrah di musim pandemi, dengan segala keribetan administrasi dan mekanisme pelaksanaannya, bisa disebut bahwa nilai plus-dan-minusnya nyaris berimbang.

Di satu sisi, prosedurnya sangat ketat dan terkontrol. Tapi di sisi lain, suasana beribadah di Makkah dan Madinah menjadi lebih nyaman, relatif tertata rapi, longgar dan bebas dari saling serobot, dan semoga saja juga lebih khusyu' dan lebih berpotensi terkabulkan sebagai umrah yang mabrur.

Sebelum lanjut, saya perlu memberikan catatan pendahuluan: artikel atau sejenis laporan perjalanan umrah yang berlangsung selama sepekan ini, dari 5 hingga 12 Desember 2021, akan relatif cukup panjang (sekitar 5.000 kata).

Niat lama yang tertunda berkali-kali

Sejak mulai berdomisili di Belanda di awal tahun 2019, saya sudah berniat menunaikan ibadah haji atau setidaknya umrah walau hanya satu kali.

Namun karena faktor pandemi di awal tahun 2020, niat haji dan/atau umrah itu tak pernah bisa ditunaikan. Dan seperti diketahui, selama dua tahun berturut-turut (2020 dan 2021), Pemerintah Saudi Arabia memutuskan tidak menerima jemaah haji dari luar Saudi.

Maka begitu mendengar dan membaca kabar bahwa pemerintah Saudi Arabia mulai membuka kesempatan umrah bagi warga Muslim dari luar Saudi, saya langsung memanfaatkannya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Ribet sejak pengurusan visa Umrah

Kesempatan itu menjadi semakin menemukan momentumnya, karena kebetulan juga ada delegasi dari Indonesia yang akan berkunjung ke Saudi Arabia, dan secara khusus, meminta saya untuk mendampingi mereka selama berada di Saudi Arabia. Dengan begitu, saya sebenarnya bisa berkunjung ke Saudi Arabia dengan mengajukan/menggunakan visa ziarah (bukan visa umrah).

Namun karena sejumlah pertimbangan, saya memutuskan mengurus visa umrah melalui sebuah biro/travel di Den Haag Belanda, meskipun dimungkinkan mengurusnya secara perorangan.

Pertimbangannya, sejak awal saya berniat mengajak si kecil yang berusia 2 tahun 9 bulan untuk umrah bersama. Tapi kemudian terbentur persyaratan yang masih berlaku: umrah hanya boleh untuk orang berusia minimal 18 tahun (belakangan diketahui, syarat minimal 18 tahun itu sudah diturunkan menjadi 12 tahun).

Karena tak bisa membawa anak berusia 2 tahun 9 bulan, saya sempat ingin membatalkan niat umrah. Namun hitung punya hitung, karena khawatir kesempatan ini tidak terulang karena faktor pandemi, akhirnya diputuskan tetap berangkat umrah tanpa membawa si kecil. Konsekuensinya, periode perjalanan umrah direvisi dari semula 11 hari, dipersingkat menjadi 7 hari saja.

Syukurlah, travel yang mengurus visa dan proses keberangakatan umrah saya menawarkan pilihan cukup fleksibel. Saya sendiri yang menentukan periodenya, tanggal berangkat dan tanggal pulangnya.

Setelah deal dengan travel pada 22 Nopember 2021, saya masih sempat agak was-was. Sebab pada periode yang sama, kasus covid-19 di Belanda relatif cukup tinggi (rata-rata lebih dari 20.000 kasus baru per hari). Dengan begitu, selalu ada kemungkinan tiba-tiba Pemerintah Saudi memberlakukan flight banning (larangan terbang) bagi pesawat yang datang dari Belanda.

Rasa was-was itu semakin menebal, karena visa umrah saya berproses sekitar 10 hari kerja di Kedubes Saudi di Den Haag. Padahal menurut pihak travel, visa umrah biasanya kelar dalam tempo tiga sampai empat hari saja.

Mungkin karena was-was itulah, sekitar sepekan sebelum berangkat umrah pada 5 Desember 2021, di akun Facebook pada 30 Nopember 2021, saya menulis bait pendek berjudul "Merindu Ka'bah dan Sang Rasul": Hati dan tubuh merindu Ka'bah # Hendak jiwa bersua Sang Rasul # Ya Rabb, berharap ijab-qabul # antara niatku dan kehendak-Mu.

Dan Alhamdulillah, ternyata bait pendek itu menjadi saksi nyata: terjadi ijab-qabul antara niat umrah dan Kehendak yang Maha Menentukan.

Vaksinasi dan PCR

Syarat utama dan pertama untuk bisa mengajukan permohonan visa umrah adalah wajib sudah melakukan vaksinasi dua dosis, dengan salah satu dari empat vaksin yang diakui Pemerintah Saudi Arabia (Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Johnson&Johnson). Beberapa sumber menyebutkan, mulai 01 Januari 2022, Saudi Arabia juga akan mengakui vaksin Sputnik (asal Rusia).

Untuk syarat utama ini, saya relatif aman. Karena saya sudah vaksin dua dosis dengan vaksin Pfizer. Selain itu, sertifikat vaksin Belanda (cq Uni Eropa) memang sudah compatible (diakui) oleh Pemerintah Saudi Arabia. QR sertifikat vaksin Belanda juga diterima (bisa di-scan) di Saudi Arabia.

Meskipun sudah vaksin dua dosis, ketika akan berangkat dari Amsterdam, saya tetap harus melakukan test PCR yang berlaku 72 jam sebelum keberangkatan.

Vaksin plus PCR ini ibarat prosedur double-check. Atau mungkin bisa juga disebut, tidak percaya sepenuhnya pada efektivitas vaksin, maka kepastian bebas dari paparan covid-19 juga harus dibuktikan dengan test PCR.

Registrasi kedatangan di Saudi

Ketika urusan visa umrah selesai pada 2 Desember 2021, langkah selanjutnya adalah melakukan pendaftaran kedatangan (arrival registration) atau rencana tanggal dan Bandara ketibaan di Saudi Arabia.

Pendaftaran dilakukan secara online melalui sebuah situs khusus, dan harus mengisi formulir, yang menjelaskan berbagai hal (nomor visa, rencana waktu-dan-bandara kedatangan di Saudi, keterangan vaksinasi dan jenis vaksinnya dan seterusnya).

Melalui arrival registration ini, kedatangan setiap jemaah umrah di Saudi Arabia (baik melalui bandara King Abul Aziz di Jeddah ataupun Bandara Prince Mohammed bin Abdul Aziz di Madinah), sudah tercatat dan terkoneksi ke semua instansi terkait di Saudi Arabia (Imigrasi, Departeman Haji dan Umrah, Departemen Kesehatan, keamanan Bandara, lembaga pengelola dua Haramain (Makkah dan Madinah), jaringan hotel, termasuk perusahaan/company yang menghandle perjalanan umrah dan lain sebagainya, dan tentu saja termasuk administrator aplikasi Tawakkalna/Eatmarna).

Dengan begitu, Pemerintah Saudi dapat melakukan monitoring ketat yang bersifat integral terhadap setiap jemaah umrah, selama berada di wilayah Saudi Arabia.

Ketika check-in di hotel, misalnya, pihak hotel hanya meminta nomor visa, dan begitu petugas resepsionis memasukkan nomor visa umrah ke sistem komputer hotel, maka pihak hotel akan langsung mendapatkan sekaligus memiliki semua data tentang jemaah umrah yang bersangkutan.

Terkait dengan arrival registration ini, ada peristiwa yang nyaris membuyarkan semuanya: saya hampir gagal berangkat dari Amsterdam.

Gara-garanya, pada isian tanggal vaksin dosis kedua di formulir arrival registration, ada kesalahan tanggal. Pihak travel di Den Haag mengisinya dengan tanggal 02-12-2021 (padahal semestinya 04-08-2021).

Sebenarnya sejak awal, saya sudah tahu ketika melihat kesalahan tanggal tersebut. Saya juga sudah meminta pihak travel untuk membetulkannya. Namun pihak travel malah menegaskan, tidak ada masalah (no problem) terkait kesalahan isian tanggal tersebut, dengan alasan saya membawa bukti vaksin (Belanda atau Uni Eropa) yang otentik. Dan ketika itu, saya manut saja apa kata pihak travel.

Namun begitu melakukan check-in di Bandara Schiphol Amsterdam, petugas check-in tegas tidak mau menerima kesalahan tanggal itu, dan menolak melanjutkan proses checkin, meskipun saya menunjukkan dokumen vaksinasi yang asli dan barcode-nya.

Sempat agak panik. Saya lalu menelepon pihak travel untuk mengabarkan kasus kesalahan tanggal itu dan memintanya untuk segera membereskannya. Jika tidak, saya tidak bisa check-in. Pihak travel lalu melakukan komunikasi dengan mitranya di Saudi Arabia.

Pada saat yang sama, pihak maskapai kembali menegaskan kepada saya, kesalahan penulisan tanggal itu harus diperbaiki. Jika tidak, ya nggak bisa berangkat.

Untunglah ada manager lapangan maskapai, yang sigap dan tahu prosedurnya, dan lantas dengan senang hati membantu saya memperbaiki kesalahan tanggal vaksin kedua itu (dari 02-12-2021 menjadi 04-08-2021), melalui situs portal pendaftaran kedatangan di Saudi Arabia yang bernama Muqeem Portal (https://muqeem.sa).

Ketika manager lapangan maskpai yang bernama Ibrahim itu sedang memperbaiki kesalahan tanggal vaksin dosis kedua di formulir arrival registration (dilakukan secara online), dia sempat bilang begini ke saya: "Kalau saya berhasil membetulkan tanggal vaksin kedua yang error tersebut dan Anda akhirnya bisa berangkat umrah, permintaan saya hanya satu: minta didoakan ketika Anda berada di Raudhah dan Multazam".

Begitu perbaikan tanggal itu selesai, dan saya bisa melanjutkan proses check-in, saya dengan tulus memastikan kepada Ibrahim: "Saya akan mendoakan Anda setulusnya".

Saya bahkan sempat bercanda kepada Ibrahim: "Apakah Anda punya permohonan atau keinginan khusus yang belum terkabulkan?" Dan dia menjawab dengan senyum lebar: "cukup doakan saya untuk kebaikan". Dan pesawat pun terbang menuju Madinah Saudi Arabia, via/transit di Amman Yordania.

Tidak ada wajib karantina setibanya di Saudi

Saya terbang dari Amsterdam ke Amman Yordania sekitar 5 jam. Transit di Amman selama sekitar 3 jam. Kemudian lanjut ke Madina dan tiba di Bandara Pangeran Muhamed bin Abdul Aziz pada Senin dinihari, 6 Desember 2021, sekitar pukul 03.00 local time.

Keluar dari pesawat menuju imigrasi, saya mengamati suasana bandara dan terlihat relatif sepi dibanding hari-hari sebelum pandemi.

Setibanya di Saudi Arabia (melalui Madinah ataupun Jeddah), setiap jemaah umrah tidak diwajibkan melakukan karantina mandiri. Tidak ada juga test PCR atau test antigen di Bandara ketibaan.

Kebijakan tanpa karantina dan tanpa test PCR/Antigen setibanya di bandara Saudi ini mungkin mengacu pada asumsi bahwa sebelum berangkat/tiba di Saudi Arabia, setiap jemaah umrah sudah melakukan vaksinasi dua dosis (sebagai syarat mengajukan visa umrah) dan sudah PCR juga (yang hasilnya negative) yang berlaku 72 jam sebelum berangkat ke Saudi Arabia.

Karena itu, secara praktis, sebenarnya tidak ada alasan untuk kembali melakukan test PCR ataupun antigen begitu tiba di Saudi Arabia.

Pergerakan jamaah umrah wajib melalui syirkat (company/travel)

Setibanya di Madinah, meskipun berangkat umrah secara individual (bukan rombongan dan bukan paket group), tapi saya tidak dibolehkan menggunakan angkutan umum (misalnya taksi) dari Bandara ke hotel tujuan di Madinah. Travel di Saudi (yang menjadi mitra travel di Belanda) sudah menyiapkan kendaraan untuk saya.

Untuk memastikan saya menggunakan kendaraan yang sudah disiapkan, dari hall kedatangan di bandara, saya keluar Bandara dengan didampingi petugas khusus untuk memastikan saya menggunakan kendaraan travel.

Demikian juga pergerakan antar kota (Makkah-Madinah-Jeddah). Saya tidak boleh menggunakan kendaraan umum. Catatan: kendaraan yang disediakan berupa mobil sedan pribadi, yang disewa khusus oleh perusahaan untuk mengantar saya dari Bandara ke hotel di Madinah dan juga antar kota Madinah-Makkah dan selanjutnya Makkah-Jeddah.

Aplikasi integratif: Tawakkalna dan/atau Eatmarna

Harus diakui, prosedur online dan pelaksanaan umrah di Makkah serta ziarah ke Raudhah dan maqam Rasul di Masjid Madinah, yang berlaku saat ini dan diterapkan untuk semua jemaah umrah, baik jemaah dalam negeri ataupun dari luar Saudi Arabia, memang sangat efektif mengatur pergerakan setiap jamaah umrah, sekaligus efektif mencegah kemungkinan penyebaran dan terjadinya cluster coronavirus.

Aplikasi tawakkalna dan Eatmarna (setiap jemaah bisa memilih salah satunya) adalah aplikasi online (yang didownload) dan secara umum berisi informasi dasar setiap jemaah umrah, terkait dengan covid-19 antara lain: keterangan bahwa seseorang telah melakukan vaksinasi dua dosis, lengkap dengan barcode, rangkaian nomor yang menjadi ID (identitas) setiap jemaah umrah; foto pemilik, beberap feature terutam feature untuk mengajukan permohonan mendapatkan slot berziarah ke Raudhah dan Maqam Rasul di Madinah atau permohonan melakukan ibadah umrah di Makkah dan masuk masjid.

Aplikasi Tawakkalna/Eatmarna cukup sederhana dan sangat mudah diakses. Nyaris tidak pernah mengalami gangguan koneksi. Cuma kedua aplikasi itu meminta agar feature location di handphone diaktifkan dengan model always. Tujuannya mungkin agar administrator aplikasi dapat memonitor pergerakan jemaah, terutama selama berada di Saudi Arabia.

Screen-shot tampilan halaman muka aplikasi Tawakkalna (dokumen pribadi)
Screen-shot tampilan halaman muka aplikasi Tawakkalna (dokumen pribadi)

Pemeriksaan tiga sampai empat lapis di Masjid Haram Makkah

Setiap jemaah yang ingin memasuki masjid Madinah, harus menunjukkan bahwa dirinya telah terdaftar melalui aplikasi Tawakkalna/Eatmarna (catatan: saya memilih menggunakan aplikasi Tawakkalna, bukan Eatmarna).

Mekanismenya, ketika akan masuk masjid haram (Makkah dan Madinah), setiap jemaah harus membuka aplikasi (Tawakkalna atau Eatmarna) di handphone-nya, lalu menunjukkannya kepada polisi/petugas jaga di setiap pintu masjid.

Di masjid Madina, pemeriksaannya terlihat relatif agak longgar. Karena pemeriksaan setiap jemaah yang ingin masuk wilayah masjid Nabawi hanya satu lapis, yakni persis di gerbang pagar luar masjid Nabawi.

Namun memasuki Masjid Haram di Makkah, pemeriksaannya sangat ketat. Saya perhatikan, pemeriksaan sebanyak empat lapis: dua kali pemeriksaan di jalan menuju masjid yang masih di luar kawasan masjid, plus dua kali pemeriksaan lanjutan di dalam wilayah masjid.

Jatah shalat di Raudhah dan ziarah maqam Rasul hanya satu kali

Begitu selesai checkin di hotel di Madinah, via online, pihak travel mengirimi saya izin untuk shalat di Raudhah dan ziarah makam Rasul. Dengan kata lain, travel mendaftarkan diri saya dan memintakan izin ziarah untuk saya.

Screen-shot izin fasilitas perusahaan untuk shalat di Raudhah dan berziarah ke maqam Rasul pada 6 Desember 2021, pukul 21.00 -- 23.59 (dokumen pribadi).
Screen-shot izin fasilitas perusahaan untuk shalat di Raudhah dan berziarah ke maqam Rasul pada 6 Desember 2021, pukul 21.00 -- 23.59 (dokumen pribadi).

Setelah melakukan shalat di Raudhah dan ziarah maqam Rasul berdasarkan izin fasilitas travel, saya coba mengajukan peromohonan izin secara mandiri melalui aplikasi Tawakkalna, dan ternyata disetujui.

Karena itu, selama di Madina, saya sempat dua kali melakukan shalat di Raudhah dan ziarah ke maqam Rasul.

Oleh karena peziarah dibatasi dan waktunya ditentukan masing-masing sekitar 30 menit untuk setiap rombongan, maka suasana di Raudhah dan maqam Rasul sangat longgar. Setiap slot waktu ziarah berlangsung sekitar 30 menit dan diberikan untuk sekitar 100-an jemaah per group/gelombang.

Dengan kata lain, pada setiap slot waktu ziarah di Raudah dan Maqam Rasul, yang berdurasi 30 menit, hanya ada sekitar 100-an jemaah. Hasilnya, suasana beribadah di Raudhah menjadi sangat kondusif dan nyaman. Tidak ada dan tidak perlu saling serobot, seperti halnya di musim sebelum pandemi.

Screen-shot izin yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk shalat di Raudhah dan berziarah ke maqam Rasul pada 7 Desember 2021, pukul 01.30 -- 02.00 (dokumen pribadi).
Screen-shot izin yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk shalat di Raudhah dan berziarah ke maqam Rasul pada 7 Desember 2021, pukul 01.30 -- 02.00 (dokumen pribadi).

Sebagai gambaran ilustrasi: para jemaah laki-laki peziarah maqam Rasul dan Raudah di Masjid Nabawi, diarahkan masuk ke masjid melalui pintu Al-Salam (Babussalam) atau pintu bernomor-1 di Masjid Nabawi. Sebelum tiba di pintu nomor-1, ada dua kali pengecekan untuk memasikan apakah peziarah memiliki izin sesuai dengan waktu ziarah yang tertera di aplikasi Tawakkalna.

Selanjutnya masuk ke ruang masjid melalui pintu nomor satu (Babussalam), yang searah dengan koridor di depan maqam Rasul dan Rauddah. Setiap jemaah yang melewati pintu Babussalam, akan dikumpulkan di sisi kanan Raudhah, sambil menunggu rombongan yang sedang berada di area Raudhah.

Begitu rombongan yang sedang berada di Rauddah diperintahkan untuk keluar (karena slot waktunya sudah cukup), petugas akan mengarahkan rombongan berikutnya untuk memasuki Raudhah, dan begitu seterusnya dengan rombongan berikutnya.

Sekali lagi, setiap rombongan yang punya izin ziarah pada slot waktu yang bersamaan, kira-kira berjumlah sekitar 100 orang.

Jatah umrah hanya satu kali

Demikian juga pelaksanaan umrah. Berdasarkan prosedur selama musim pandemi, selama di Makkah, setiap jemaah umrah hanya dimungkinkan mendapatkan jatah satu kali melaksanakan umrah. Artinya, tidak lagi seperti sebelum pandemi (dimana setiap jemaah bisa berkali-kali melakukan umrah selama bermukim di Makkah).

Namun jatah satu kali umrah tersebut dapat disiasati dan ternyata berhasil. Sebagai gambaran, saya mendapatkan jatah umrah (yang didaftarkan oleh travel), dan jatah ini saya gunakan ketika berangkat dari Madinah (8 Desember 2021), mengambil miqat umrah di masjid Dzul Hulaifah (dekat Madinah) dan langsung melakukan umrah (tawaf-sai) begitu tiba di Makkah pada hari yang sama.

Screen-shot izin melakukan umrah yang didaftarkan melalui fasilitas perusahaan untuk tanggal 8 Desember 2021, pukul 21.00 -- 23.59 (dokumen pribadi)
Screen-shot izin melakukan umrah yang didaftarkan melalui fasilitas perusahaan untuk tanggal 8 Desember 2021, pukul 21.00 -- 23.59 (dokumen pribadi)

Besoknya (9 Desember 2021), dengan menggunakan aplikasi Tawakkalna, saya mengajukan sendiri izin untuk melakukan umrah pada 11 Desember 2021, dan alhamdulillah disetujui juga, untuk waktu yang sudah ditentukan (tiga jam: 06.00 s.d 09.00 Waktu Makkah).

Catatan: setiap izin pelaksanaan umrah (tawaf-sai) di Masjid Haram Makkah hanya diberikan waktu selama 3 (tiga) jam. Dan ketika mengajukan permohonan izin melalui aplikasi Tawakkalna/Eatmarna, setiap jemaah umrah pemohon bisa memilih waktu pavoritnya misalnya jam 07.00 hingga 10.00 atau jam 09.00 hingga 12.00, dan begitu seterusnya. Dalam izin untuk melakukan umrah juga ada dua pilihan pintu akses masuk ke Masjid Haram Makkah.

Screen-shot permohonan melakukan umrah yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk tanggal 11 Desember 2021, pukul 06.00 -- 09 .00 (catatan: izin umrah kedua ini saya gunakan melakukan umrah dengan mengambil miqat di Masjid Aisyah, Tanim). (dokumen pribadi).
Screen-shot permohonan melakukan umrah yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk tanggal 11 Desember 2021, pukul 06.00 -- 09 .00 (catatan: izin umrah kedua ini saya gunakan melakukan umrah dengan mengambil miqat di Masjid Aisyah, Tanim). (dokumen pribadi).
Setelah menunaikan umrah pada 11 Desember 2021, saya coba lagi mendaftar sendiri untuk menunaikan umrah ketiga untuk pukul 18.00 hingga 21.00, dan juga disetujui. Namun jatah/izin umrah ketiga ini, saya gunakan untuk melakukan tawaf wada' saja (tawaf perpisahan atau tawaf memohon pamit sambil berdoa semoga bisa kembali lagi).

Screen-shot izin yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk melakukan umrah pada 11 Desember 2021, pukul 18.00 -- 21.00 (catatan: izin umrah ketiga ini saya gunakan untuk tawaf wada'). (dokumen pribadi).
Screen-shot izin yang saya ajukan sendiri melalui aplikasi Tawakkalna untuk melakukan umrah pada 11 Desember 2021, pukul 18.00 -- 21.00 (catatan: izin umrah ketiga ini saya gunakan untuk tawaf wada'). (dokumen pribadi).

Dengan demikian, ketika berada di Makkah selama empat malam lima hari (8 hingga 12 Desember 2021), saya bisa melakukan umrah sebanyak tiga kali. Meskipun izin umrah yang ketiga (terakhir), saya gunakan untuk tawaf wada' saja.

Tidak dimungkinan melakukan tawaf sunat 

Peraturan yang berlaku di Masjid Haram Makkah saat ini, lantai satu (pelataran Ka'bah) hanya bisa diakses untuk jemaah yang mau melakukan tawaf umrah. Karena itu, jika pembaca memperhatikan siaran live (real-time) di sekitar Ka'bah, semua laki-laki yang bertawaf, pasti mengenakan pakaian ihram. Tidak terlihat petawaf pria yang mengenakan pakaian normal (baju dan/atau celana).

Dengan kata lain, tidak ada jemaah yang diizinkan masuk pelataran tawaf (lantai dasar/satu) untuk sekedar melakukan tawaf sunnat.

Bagi orang yang ingin melakukan shalat jamaah di Masjid Haram Makkah, hanya boleh mengakses/masuk ke Masjid Haram di lantai dua dan tiga (ada jalur dan pintu khususnya), yang tidak memungkinkan turun ke lantai dasar. Dan sekali lagi, setiap kali akan masuk masjid, setiap jamaah harus menunjukkan aplikasi Tawakkalna/Eatmarna di handphonenya.

Sebenarnya, setiap jemaah/orang yang tidak memiliki izin umrah, bisa saja melakukan tawaf sunnat di lantai dua. Namun ketika saya berada di Makkah, jalur tawaf di lantai dua dan lantai tiga sedang ada proyek renovasi. Saya mencermati, langit-langit lantai dua ditinggikan, beberapa menara masjid Haram Makkah juga direnovasi, dan ada pembangunan menara tambahan.

Berdasarkan pengamatan saya selama 4 malam lima hari di Makkah, tidak ada jemaah/orang yang bertawaf di lantai dua atau lantai tiga masjid Haram Makkah.

Masjid Haram Makkah dan Madinah yang Sepi

Jika dibandingkan dengan musim-musim umrah pada periode sebelum pandemi, Masjid Haram Makkah dan Madinah memang sangat sepi. Tentu sulit memperkirakan jumlah jemaah secara persis.

Namun berdasarkan pengamatan langsung, saya memperkirakan kasar kapasitas masjid Haram Makkah dan Madinah mungkin hanya terisi sekitar 10 hingga 15 dari kapasitas normalnya.

Seperti diketahui, Masjid Nabawi di Madinah saat ini memiliki kapasitas normal yang bisa menampung sekitar 1.000.000 (satu juta) orang dalam satu kali pelaksanaan shalat limat waktu. Namun ketika berada di Madina selama tiga malam tiga hari, suasananya sangat sepi.

Hajar Aswad: jangankan dicium, disentupuh tidak bisa

Demikian juga suasana di Masjid Haram Makkah. Selain sepi, salah satu pemandangan suasana tawaf yang mencolok adalah tidak satupun jemaah yang dibolehkan menyentuh apalagi mencium hajar aswad. Jadi, jangankan dicium, disentuhpun tidak bisa.

Tidak terlihat jemaah petawaf yang berdesak-desakan berebut untuk mencium Hajar Aswad.

Sebagai gambaran, Ka'bah dikelilingi dua garis (semacam garis polisi): Garis pertama, mengelilingi Ka'bah pada jarak sekitar 1 sampai 2 meter di semua sisi dari dinding Ka'bah. Ruang/space antara garis pertama dan dinding Ka'bah adalah wilayah steril. Tidak ada jemaah yang boleh mendekat. Karena itu, sekali lagi, Hajar Aswad tidak mungkin disentuh, apalagi dicium.

Kemudian ada lagi garis pembatas kedua, yang posisinya berjarak sekitar 5 sampai 7 meter dari semua sisi Ka'bah. Ruang/space tawaf yang terletak antara garis pertama dan kedua dijadikan/difungsikan semacam koridor tawaf khusus untuk pengguna kursi roda. Dan Maqam Nabi Ibrahim berada di antara garis pertama dan kedua. Di bagian luar garis kedua itulah, semua jemaah umrah lainnya melakukan tawaf (lihat gambar ilustrasi).

2021-12-13-lika-liku-dan-plus-minus-menunaikan-umrah-di-musim-pandemi-foto-2-61b7d94706310e07c1159a82.jpg
2021-12-13-lika-liku-dan-plus-minus-menunaikan-umrah-di-musim-pandemi-foto-2-61b7d94706310e07c1159a82.jpg

Gambar ilustrasi dua garis pembatas yang dipasang menyerupai "garis polisi", untuk mengatur ruang gerak jamaah yang melakukan tawaf mengelilingi Ka'bahpada Desember 2021 (dokumen pribadi)

Gelang identitas jemaah umrah

Jika Anda pembaca adalah orang Indonesia yang pernah menunaikan haji melalui jalur reguler sebelum pandemi, pasti tahu dan akrab dengan gelang perak, yang bertuliskan beberapa informasi: "jemaah haji Indonesia", "tahun", "nomor kloter", lengkap dengan logo "Garuda" dan gambar bendera "Merah-Putih". Gelang perak ini berfungsi sebagai Identitas jemaah haji Indonesia.

Sebagai catatan, identitas jemaah haji berupa gelang perak ini awalnya hanya digunakan oleh jemaah haji Indonesia. Namun beberapa tahun terakhir, beberapa negara lain mencontoh jemaah haji Indonesia, dan ikut menggunakan gelang yang mirip dan bertuliskan identitas sesuai dengan asal negaranya.

Dulu sebelum pandemi, gelang yang difungsikan sebagai identitas khusus untuk jemaah umrah tidak pernah ada. Namun di musim pandemi, setiap jemaah umrah juga harus mengenakan gelang yang terbuat dari plastik, yang disambungkan/dikunci mati (tidak bisa lepas kecuali digunting dari pergelangan selama berada di Makkah dan Madinah). Tujuannya, sebagai identintas sebagai jemaah umrah, dan bisa dijadikan semacam izin memasuki masjid.

Dengan kata lain, ketika akan memasuki Masjid Haram di Makkah dan Madinah, cukup memperlihatkan gelang plastik yang ada di lengan Anda. Petugas penjaga pintu akan memahaminya bahwa Anda memang jemaah umrah.

Berdasarkan pengamatan saya, gelang umrah ini berbeda-beda warna. Tergantung perusahaan/travel mana yang menghandle Anda sebagai jemaah umrah selama berada di Makkah-Madinah-Jeddah.

Foto salah satu
Foto salah satu "gelang umrah" yang dipakai jemaah umrah di musim pandemi pada Desember 2021 (dokumen pribadi).

PCR sebelum kepulangan

Seperti lazimnya di setiap negara, setiap orang yang akan naik pesawat, harus melakukan test PCR dan/atau test antigen maksimal 72 jam sebelum keberangkatan.

Sesuai jadwal tiket, saya mestinya meninggalkan Saudi Arabia melalui Jeddah pada Minggu 12 Desember 2021, pukul 06.30. Artinya, biar aman, saya mestinya sudah melakukan test PCR paling lambat tanggal 10 Desember 2021, biar hasil testnya dapat diperoleh pada pada 11 Desember 2021 (sehari sebelum kepulangan).

Tapi karena satu dan lain hal, antara lain mungkin karena keasyikan menikmati suasana Makkah, saya lupa dan lengah melakukan test PCR. Saya baru ingat soal test PCR pada Sabtu malam, 10 Desember 2021. Artinya saya hanya punya kesempatan melakukan test PCR pada 11 Desember 2021, atau kurang dari 24 jam sebelum keberangkatan.

Pada Sabtu pagi (11 Desember 2021), saya coba mengontak beberapa lokasi test di dekat hotel meningap di Makkah. Dan sialnya, semua lokasi test di dekat hotel hanya bisa menyiapkan hasil test PCR dalam tempo paling cepat 24 jam setelah ditest/swab. Dan itu berarti saya tidak bisa pulang pada 12 Desember 2021 pada pukul 06.30.

Setelah kasak-kusuk dan juga atas bantuan beberapa teman di Makkah dan Jeddah, saya akhirnya menemukan klinik test PCR, yang dapat mengeluarkan sertifikat PCR dalam tempo 6 (enam) jam setelah swab-test. Tentu dengan membayar lebih. Lokasinya di wilayah Aziziyah (dekat Mina), sekitar 7 km ke arah timur dari Masjid Haram Makkah.

Pada Sabtu pagi 11 Desember 2021, saya melakukan test PCR sekitar pukul 09.00 (pagi), dan menerima sertifikat PCRnya sekitar pukul 16.00, yang dikirimkan melalui email. Alhamdulillah, aman untuk terbang pulang, keluar dari Saudi Arabia melalui Jeddah.

Sebagai informasi tambahan, jika ada jemaah yang mana tahu juga lengah seperti saya, di lokasi test PCR di Aziziyah tersebut, juga tersedia layanan test PCR yang hasilnya dapat diterima dalam tempo 3 (tiga) jam setelah diswab-test. Sekali lagi, harganya tentu akan beda dengan layanan test PCR yang normal.

Tawaf-sai, ziarah Raudha dan maqam Rasul relatif Nyaman

Karena harus mendaftar lebih dulu untuk bisa umrah (tawaf-sai) di Masjid Haram Makkah dan/atau berziarah ke Raudhah dan maqam Rasul di masjid Madinah, maka jumlah pelaku tawaf-sai dan peziarah relatif sedikit pada setiap setiap slot waktu.

Dengan kata lain, gelombang petawaf dan peziarah diatur dalam jumlah tertentu melalui aplikasi pendaftaran. Akibat positifnya, suasana tawaf dan ziarah menjadi lebih rileks (dan mungkin juga menjadi lebih khusyu'). Dan ini yang saya maksud bahwa keribetan administrasi dan mekanisme pelaksanaan umrah (tawaf-sai) atau ziarah makam Rasul dan Raudhah mungkin berimbang dengan tingkat kenyamanan beribadah.

Meski harus segera diberikan catatan penting, bahwa potensi keterkabulan doa atau ibadah tidak selalu paralel dengan tingkat kenyamanan dan/atau ketidaknyamanan ketika berdoa atau menunaikan ibadah terentu.

Jamaah umrah asal Indonesia pertama selama periode pandemi

Sejak di Madinah kemudian lanjut ke Makkah, yang berlangsung selama tujuh hari, saya tidak pernah bertemu dengan jemaah umrah asal Indonesia.

Dan terus terang, saya sempat membatin sambil cemburu hati, karena jemaah umrah asal Asia Tenggara yang banyak saya temui di hotel, di pasar dan di masjid Haram dan Masjid Nabawi hanya jamaah asal Malaysia dan Singapura.

Berdasarkan keterangan beberapa teman di Makkah dan Madinah, juga informasi dari sejumlah relasi di KBRI Riyadh dan Konjen Jeddah, sejak periode pandemi, belum ada jemaah umrah dari Indonesia yang masuk ke Saudi Arabia, yang berangkat dari Indonesia dengan menggunakan visa umrah.

Dan konon, saya termasuk jemaah umrah asal Indonesia pertama selama masa pandemi 2021, dalam pengertian datang/masuk ke Saudi Arabia dengan menggunakan visa umrah, meskipun saya berangkat dan mengambil visa umrah di Kedutaan Saudi Arabia di Den Haag, Belanda.

Di semua titik ibadah yang saya amati, ditempat pengambilan miqat di Dzul-Hulaifah, di Ja'ranah dan di Tan'im, juga di mataf (tempat tawaf di sekeliling Ka'bah), di jalur sai antara Safa-dan-Marwah, di makam Rasul dan Raudhah, memang tidak terlihat jemaah umrah asal Indonesia, yang biasanya relatif menonjol di antara dari sekian banyak jemaah lainnya.

Memang ada beberapa delegasi resmi dari Indonesia (dengan tujuan kunjungan yang berbeda-beda), yang masuk ke Saudi menggunakan visa ziarah, dan melalui fasilitas khusus dari pihak pengundang (instansi resmi di Saudi), mereka juga bisa menunaikan umrah. Tapi jumlahnya sangat sedikit. Tidak terlihat di antara ribuan jemaah dari negara-negara lain.

Negosiasi masih sedang berlangsung

Menurut keterangan teman-teman di KBRI Riyadh dan KJRI Jeddah, saat ini masih sedang berlangsung proses negosiasi G-to-G antara Pemerintah Indonesia (cq Kemenag RI) dengan seluruh pihak terkait urusan haji di Saudi Arabia.

Saya tidak tahu persis sudah sampai di mana proses negosiasi tersebut. Yang jelas, agar jemaah asal Indonesia segera dapat menunaikan umrah (dan nantinya juga haji), Pemerintah Indonesia (cq Kemenag dan Kemenkes) plus biro-biro haji-umrah Indonesia harus memenuhi semua syarat yang ditetapkan oleh Saudi Arabia terhadap semua negara yang mengirim jemaah umrah-haji.

Dan setidaknya ada beberapa persyaratan yang perlu disingkronkan yaitu:

Pertama, syarat paling utama adalah soal vaksin. Dan seperti disebutkan di awal tadi, ada empat vaksin yang diakui oleh Saudi Arabia yaitu Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Johnson & Johnson. Artinya hanya orang yang divaksin dengan salah satu dari empat vaksin itu yang bisa menunaikan umrah.

Kedua, singkronisasi bukti vaksinasi (berupa sertifikat cetak di kertas atau online berupa barcode). Dengan kata lain, barcode vaksin dan PCR Indonesia harus dapat dibaca dan di-scan oleh instansi terkait di Saudi. Syarat ini memang belum terpenuhi.

Ketiga, kerjasama antara biro umrah Indonesia dengan biro/travel/perusahaan mitra kerjanya di Saudi Arabia. Karena itu, perwakilan perusahaan-perusahaan biro haji Indonesia harus dilibatkan dalam proses negosiasi sejak awal.

Jenis-jenis visa masuk ke Saudi Arabia

Sebagai gambaran dan sekedar informasi, agar dapat memahami prosedur masuk ke Saudi Arabia (dalam kaitannya dengan pelaksanaan ibadah umrah dan haji), perlu diketahui jenis-jenis visa bagi warga asing ketika memasuki Saudi Arabia. Setahu saya, setidaknya ada empat jenis visa masuk ke Saudi Arabia:

Pertama, visa haji yang memang khusus berlaku di musim haji, dengan periode ewaktu terbatas, yakni mulai dari 1 Syawwal hingga 29/30 Dzul Qa'dah.

Kedua, visa umrah (dikeluarkan dan berlaku) selama periode sekitar 9 bulan, mulai dari 1 Muharram hingga 29/30 Ramadhan. Artinya, visa umrah cuma berlaku untuk melakukan umrah dan hanya boleh digunakan mengunjungi tiga kota (Jeddah-Makkah-Madinah), alias tidak boleh digunakan berkunjung ke kota lain di Saudi Arabia;

Ketiga, visa ziarah (digunakan untuk kunjungan biasa/resmi oleh individu atau delegasi resmi, misalnya kunjungan delegasi pemerintah dari negara lain); Dan sebenarnya, visa ziarah ini tidak bisa digunakan untuk umrah.

Pada periode sebelum pandemi, warga Muslim dari negara lain, yang masuk ke Saudi dengan visa ziarah, biasanya juga dimungkinkan menunaikan umrah.

Namun selama periode pandemi ini, visa ziarah ini juga sangat sulit bahkan tidak bisa lagi digunakan untuk menunaikan umrah, kecuali jika visa ziarah (kunjungan) itu adalah undangan dari salah satu instansi resmi di Saudi (misalnya Departen Haji atau Rabitah Alam Islami), dan instansi itulah yang menfasilitasi pelaksanaan umrah bagi warga pemegang visa ziarah.

Keempat, visa turis (ini jenis visa baru), yang dibuat khusus untuk kunjungan wisata ke obyek-obyek wisata tertentu di Saudi Arabia (saya tidak memiliki informasi yang cukup tentang mekanisme pelaksanaan visa turis ini).

Namun menjelang meninggalkan Makkah pada 12 Desember 2021, saya memperoleh informasi terakhir dari seorang kawan di KJRI Jeddah, bahwa warga Indonesia yang masuk ke Saudi Arabia dengan visa ziarah, tetap dimungkinkan menunaikan ibadah umrah, dengan cara mengikuti beberapa prosedur sebagai berikut:

Pertama, yang paling penting sudah divaksinasi dua dosis dengan salah satu vaksin yang diakui Saudi (Pfizer, AstraZeneca, Moderna dan Johnson&Johnson).

Kedua, sebelum berangkat ke Saudi Arabia, mendaftarkan diri atau mengisi formulir arrival registration (tasjil-qudum) melalui aplikasi yang tersedia via beb (https://muqeem.sa).

Ketiga, setelah tiba di Saudi, pengunjung dengan visa ziarah membeli kartu SIM lokal Saudi Arabia, kemudian setelah aktif, meng-install aplikasi Tawakkalna dan/atau Eatmarna untuk mengambil-mendaftarkan diri untuk mendapatkan slot umrah, shalat di Masjid Haram Makkah, atau Ziarah ke maqam Rasul dan Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah.

Peraturan dan prosedur umrah yang dinamis

Semua informasi tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan umrah, yang diuraikan dalam artikel ini, tetap harus diposisikan bersifat sementara.

Dengan kata lain, ketika Anda melakukan umrah pada periode berikutnya, prosedur dan mekanisme pelaksanaan umrah di artikel ini mungkin sudah berubah, bisa dilonggarkan dan/atau malah diperketat. Karena setiap prosedur dan mekansime bersifat sangat dinamis, sesuai dengan perkembangan kasus covid-19 di Saudi Arabia dan juga di negara asal jemaah umrah.

Yang pasti, suasana dan mekanisme atau prosedur umrah di musim pandemi sangat jauh berbeda dengan pelaksanan umrah di musim sebelum pandemi. Kesimpulan ini mengacu pada pengalaman riil.

Sekedar catatan tambahan, pada periode antara tahun 1986 hingga 1996, ketika masih menjadi mahasiswa dan bekerja di Kairo Mesir, saya sempat menunaikan sebanyak 7 (tujuh) kali haji sambil bekerja sebagai pemandu jemaah haji. Pada periode tersebut, berpuluh-puluh kali saya menunaikan ibadah umrah. Dan ibadah umrah yang terakhir saya lakukan ketika terlibat penugasan dalam proses evakuasi WNI dari Jeddah pada 2017.

Catatan ini sengaja saya sampaikan untuk menegaskan bahwa saya relatif memiliki otoritas keilmuan yang berbasis pengalaman untuk bercerita cukup detail tentang pelaksanaan umrah-dan-haji di masa normal, lalu membandingkannya dengan mekanisme pelaksanaan umrah-dan-haji di musim pandemi.

Karena itu, saya cukup beralasan untuk mengambil kesimpulan sementara bahwa ke depan, semua umat Islam, termasuk umat Islam calon jemaah umrah/haji asal Indonesia, harus mempersiapkan diri secara mental dan fisik untuk menunaikan ibadah umrah/haji di tengah kondisi yang sesuai dengan tuntutan suasana pandemi.

Mengakhiri umrah dengan doa pamungkas

Selama sepekan, setiap kali punya kesempatan berada di titik/lokasi mustajab (di mataf/tempat tawaf, multazam, di pelataran antara ka'bah dan maqam Ibrahim, di jalur sai safa-marwah dan di raudhah Madinah, atau bahkan ketika berada di pelataran sambil sekedar memelotiti bangunan Ka'bah), saya selalu memanjatkan doa yang biasanya saya sebut doa pamungkas:

"Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu (labbaika allahumma labbaika). Dan aku telah berusaha semaksimalnya agar doa-doaku layak dikabulkan untuk diriku sendiri, keluarga, handai tolan, sahabat dan orang-orang terkasihi. Namun jika Engkau menilai doa-doaku tidak/belum layak dikabulkan, saya yakin bahwa ketika saya berada di Makkah dan Madinah, di antara dari sekian banyak jemaah, pasti ada di antara mereka orang yang telah memiliki derajat kewalian yang engkau terima doanya. Maka masukkanlah doa-doaku, ya Allah, ke dalam doa para walimu yang Engkau terima doanya".

Umratan Mabruratan, Ya Rabb.

Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 13 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun