Pada Minggu 31 Oktober 2021, untuk kedua kalinya dalam sepekan, saya berada di tengah massa jemaat yang berjubel di alun-alun St Peter Basilica, Vatican City. Saya harus ikut antrian selama sekitar 30 menit dan diperiksa melalui pintu metal detector untuk bisa memasuki batas wilayah alun-alun St Peter Basilica.
Sekian menit setelah berada di tengah Basilica, tepat pukul 12.00 CET, Paus Fransiskus muncul di jendela nomor dua bagian atas dari sisi kiri gedung di sebelah kiri Basilica, yang ditandai karpet berukuran kira-kita 3x1 meter, berwarna merah hati.
Dari jauh, sebelum mulai berkhutbah, lamat-lamat terlihat Paus melambaikan tangan dengan gerakan memberkati.
Ketika Paus muncul di jendela (kira-kira berjarak sekitar 100 meter dari posisi saya berdiri), dan mulai berkhutbah, semua massa di alun-alun bersorak atau berteriak histeris, sambil melambaikan tangan, sebagian bertepuk tangan, sebagai ungkapan kegirangan dan kebahagiaan.
Pidato Paus berhenti pada menit ke-14 lebih sekian detik. Selama kurang lebih 15 menit itu, massa yang memenuhi nyaris setiap sudut-ruang di latar alun-lun Basilica, khusyuk mendengar. Sebagian besar berdiri, agak mendongak ke arah jendela tempat Paus berdiri dan berkhutbah. Mereka tak beranjak dari pijakan kakinya selama mendengar khutbah Paus.
Di latar alun-alun, terlihat tiga layar besar, yang memotret close dan menayangkan wajah Paus Fransiskus. Melalui tiga layar itu, massa Jemaat bisa melihat raut wajah Paus yang ceria dan damai.
Suaranya jelas dan intonasinya datar, artikulasi hurupnya terang dan tajam. Paus membaca teks, nyaris tanpa mimik dan hanya sesekali tangannya diangkat, yang dipahami sebagai gerakan memberkati. Dan lagi-lagi massa akan menyambutnya dengan teriakan atau tepuk tangan. Beberapa jemaat terlihat menangis sesunggukan tanda bahagia. Tak ada suara aneh dari tengah massa jemaat.
Catatan: saya seorang Muslim yang datang ke Basilica Vatican City sebagai pelancong, dan tak paham Bahasa Italia, yang digunakan oleh Paus ketika berkhutbah. Maka saya lebih fokus mengamati para jemaat yang khusyu mendengar khutbah. Sebagian besar massa-jemaah barangkali turis, yang mungkin sekali juga tak paham Bahasa Italia, seperti saya.
Dari garis wajah, tampak jelas sebagian besar massa jemaat yang hadir di St Peter Basilica hari itu datang dari berbagai suku-bangsa: Amerika-Eropa (bule), Asia, dan Amerika Latin. Hanya beberapa yang berparas Melayu.
Sekelompok jemaat, sembari khusyuk mendengarkan khutbah Paus, terlihat membentangkan banner bertuliskan “Saluti da Castro (greeting from Castro)”, mungkin mereka adalah turis dari Kuba.
Begitu Paus Fransiskus mengakhiri khutbahnya, dan menghilang dari jendela, massa membubarkan diri dengan tenang dan rapi. Umumnya sumringah.
Saya lantas membatin: sebuah kesempatan langka untuk mengalami dan menyaksikan langsung kualitas dan bobot kharisma Paus Fransiskus yang sungguh memukau.
Syarifuddin Abdullah | Roma-Italia, 31 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H