Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meminimalisir Bobot Parmrih di Hari Raya Kurban

19 Juli 2021   23:18 Diperbarui: 19 Juli 2021   23:39 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan.kompas.com

Jika pamrih itu diilustrasikan dalam skala 1 sampai 10, maka semakin kecil angkanya, makin besar bobot ikhlasnya. Sebaliknya, makin besar angkanya, semakin tinggi pula tingkat ketidakikhalasannya.

Tapi jujur saya mengakui, saya termasuk salah seorang yang sulit secara maksimal melakoni ungkapan yang mengatakan "berbuat kebaikan tanpa pamrih".

Sebelum lanjut, apa sih itu pamrih? Dalam KBBI, lema pamrih dijelaskan sebagai maksud tersembunyi dalam memenuhi keingingan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Artinya pada setiap pamrih, ada keinginan dan keuntungan pribadi pelakunya.

Dan saya menilai barangkali kurang tepat ungkapan berbuat kebaikan tanpa pamrih. Mungkin lebih tepat kalau disebut "meminimalisir tingkat dan bobot pamrih pribadi" dalam setiap perbuatan kebaikan.

Meskipun terus berusaha, namun sekali lagi, jujur saya termasuk orang yang amat sulit menihilkan (me-nol-kan) tingkat-bobot pamrih dalam setiap perbuatan baik kepada orang lain.

Dan perbuatan baik yang tanpa pamrih biasanya digambarkan sebagai perbuatan yang total tanpa kepentingan pribadi. Artinya, perbuatan itu dilakukan semata karena berharap ridha Allah swt. Meskipun harapan akan ridha Allah swt adalah juga salah satu bentuk pamrih, yang bahkan bersifat sangat personal.

Selain itu, ridha Allah juga tidak mesti selalu identik dengan imbalan pahala, yang sekali lagi bersifat sangat personal.

Perbuatan yang dilakukan semata untuk mendapatkan ridha Allah swt adalah jenis perbuatan yang dilakukan semata karena mengikuti perintah Allah dan Nabi-Nya. Itu saja: mengikuti perintah.

Menjelang dan selama periode lebaran Idul Adha 2021/1442H yang jatuh pada Selasa, 20 Juli 2021, yang disimbolkan dengan pengurbanan, adalah momentum untuk berusaha melatih diri meminimalisir tingkat pamrih dalam setiap perbuatan baik, termasuk ketika kita mungin ikut berqurban: membeli dan menyembelih hewan qurban.

Namun melakoni semangat dan pesan berqurban tentu tidak harus disimbolkan dengan menyembelih hewan qurban.

Di tengah pandemi yang lagi mengganas saat ini, semangat dan pesan pengurbanan itu bisa dilakukan melalui solidaritas sosial, menahan ambisi pribadi yang berpotensi membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Dan secara khusus melalui artikel ini, saya ingin menyampaikan salut-ta'dzim kepada para tenaga kesehatan tanpa kecuali, yang sungguh telah-sedang-dan-akan melakoni semangat dan pesan pengurbanan yang luar biasa untuk menyelamatkan umat manusia, meskipun sebagian di antara mereka juga banyak yang meninggal dunia.

Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 20 Juli 2021/ 10 Dzul-hijjah 1442H

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun