Di tingkat regional Eropa, Kuipers pernah terpilih menghakimi final Champions League UEFA tahun 2014 antara Real Madrid dan Atltico Madrid di Stadion Estdio do Sport Lisboa e Benfica di Lisbon pada 24 Mei 2014.
Dan Kuipers menjadi orang Belanda keempat yang dipercaya memimpin laga final European Cup (Piala Eropa) setelah Leo Horn (1957 dan 1962), Charles Corver (1978) dan Dick Jol (2001).
Catatan:
Pertama, wasit laga final sebuah turnamen sepakbola yang ditonton jutaan orang adalah ibarat menjadi "Ketua Majelis Hakim" dalam persidangan yang mengadili kasus yang menjadi perhatian publik. Seorang wasit akan berada pada situasi psikologis tertekan antara memutuskan secara adil sesuai tuntutan profesional dan/atau terpengaruh oleh tekanan publik. Apalagi pertandingan final Euro 2020 kali ini berlangsung di stadion Wimbley, London, di tengah publik Inggris yang dipastikan akan mendukung kesebelasan negerinya sendiri.
Kedua, proses seleksi ketat untuk menentukan seorang wasit dapat mempimpin pertandingan final sekelas Euro 2020, tentu tidak asal-asalan. Ada beberapa pertimbangan utama: rekam jejak secara nasional, regional dan internasional; kemampuan mengontrol setiap pemain dan mampu menjelaskan secara singkat untuk setiap keputusannya di lapangan. Dan yang unik, ternyata salah satu syarat utama wasit adalah juga mesti fasih-menguasai bahasa Inggris. Sebab komunikasi di lapangan berlangsung dalam bahasa Inggris.
Ketiga, bagi saya, sukses-gagalnya sorang wasit dalam memimpin sebuah pertandingan adalah ketika penonton di lapangan dan/atau penonon layar televisi, tidak banyak memprotes keputusan wasit. Dan puncak kegagalan seorang wasit adalah ketika penonton dan pemirsa mengasumsikan wasit cenderung berpihak kepada salah satu tim yang bertanding.
Keempat, dalam posisinya sebagai orang kaya, sangat kecil kemungkinan Kuipers bisa disogok untuk berpihak ke salah satu tim (Inggris atau Italia). Tapi ada asumsi lain, Euro 2020 ini berlangsung setelah Brexit, dan Inggris bukan lagi negara anggota Uni Eropa. Saya sih berharap agar "sentimen Brexit" tidak muncul dalam laga final Euro 2020 kali ini. Terkait hal ini, kita berharap Kuipers mengemban misi perwasitan UEFA, yang disimbolkan dengan emblem kecil bertuliskan kata RESPECT, yang ditempel di lengan kiri baju setiap wasit yang memimpin pertandingan Euro 2020.
Kelima, selama Euro 2020, pemandangan paling menarik dari seorang wasit adalah ketika tampak sedang berkomunikasi dengan seseorang, sambil sesekali memegang headset di telinganya, lalu tiba-tiba menggerakkan kedua tangannya yang membentuk segi empat, kemudian beralari menuju VAR (Video Assitance Referee), layar televisi di pinggir lapangan, sementara di layar penonton muncul teks yang biasanya berbunyi begini: check of potencially finalty (pengecekan kemungkinan hukuman finalti) atau check of potencially red card (pengecekan kemungkinan pemberian kartu merah). Jika sudah begitu, penonton akan merespon gembira dan/atau kecewa, jika si wasit tiba-tiba berlari sambil menunjuk ke titik finalti di depan gawang.
Keenam, secara personal, saya sih berharap laga final Euro 2020 kali ini berlangsung imbang sampai batas akhir waktu normalnya (90 menit), lalu diperpanjang dengan extra-time 2x15 menit. Saya tidak suka dan nggak seru lagi jika pertandingan terpaksa diakhiri dengan adu finalti (tos-tosan). Lagi pula, peran wasit di saat adu finalti tidak lagi begitu signifikan.
Ketujuh, sisa beberapa jam lagi dari sekarang (sejak artikel ini diupload), kita akan menyaksikan pertandingan final Euro 2020 antara Inggris versus Italia. Semua warga Italia diasumsikan akan mendukung tim nasionalnya. Begitu juga seluruh warga Inggris akan menyokong kesebelasan Inggris. Tapi dukungan untuk salah satu tim juga bisa muncul karena ikut bertaruh (judi) untuk salah satu tim.
Kedelapan, sebagai penikmat sepakbola yang selalu berusaha tidak berpihak, saya sih hanya ingin menikmati pertandingan yang enak ditonton dan menghibur, sambil memanjakan mata ketika mengamati upaya masing-masing tim membangun serangan dari bawah menuju wilayah lawan, lewat operan-operan kecil jarak pendek yang mengelebui pemain lawan, disertai aksi-aksi individual yang memukau, lalu dengan cepat bola digiring ke wilayah finalti lawan, dan berakhir dengan tendangan atau sundulan ke gawang lawan, dan tanpa sadar ikut berteriak sekerasnya: Gooooool.