Hari ini, 7 Juli 2021, saya baru menyadari bahwa selama kurang lebih satu pekan terakhir, ternyata setiap hari, saya menulis dan mengirimkan rata-rata dua-tiga kalimat duka (inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) untuk warga yang meninggal dunia akibat covid-19.
Dalam catatan saya, para korban tewas itu cukup bervariasi dari segi latar belakang sosial maupun wilayah domisili persebarannya.
Sebagian korban itu saya kenal secara personal, baik karena relasi profesional ataupun bagian dari ranting keluarga atau tetangga. Beberapa di antaranya adalah anggota keluarga inti dari orang-orang yang saya kenal pribadi. Sebagian lainnya kenalannya teman.
Dan seperti biasanya, terutama karena faktor sedang berada jauh di luar negeri, saya hanya bisa mengirimkan dan menyampaikan duka melalui pesan Whatsapp, baik di group atau langsung kepada keluarga-teman-kolega yang sedang berduka.
Sebagai catatan, di awal-awal pandemi dan selama tahun 2020, setiap kali bertemu WNI di Belanda, saya biasanya bertanya santun: apakah ada anggota keluarga intinya di tanah air yang terpapar virus covid-19, atau apakah ada yang sudah meninggal dunia?Â
Ketika itu, sampai akhir awal tahun 2021, para WNI itu jarang yang menjawab: ada anggota keluarganya yang meninggal dunia. Satu dua orang menjawab ada kenalan atau tetangganya yang meninggal dunia.
Namun sejak Juni hingga Juli 2021, setiap kali bertemu dengan WNI di Belanda, dan saya dengan santun melontarka pertanyaan yang sama: apakah ada anggota keluarga-kenalan-tetangganya yang menjadi korban covid-19. Dan umumnya menjawab: iya.
Dan semua tahu, tiap duka adalah rangkaian cerita tentang tangis, kesedihan, kehilangan. Dan karena semua ini terjadi di tengah pandemi, dukanya terasa begitu menusuk dan menukik. Terutama untuk kasus-kasus tertentu.
Sekedar berbagai cerita: pada 7 Juli 2021, di kota Semarang. Saya menerima berita duka tentang seorang pasien covid-19 yang tak punya pilihan kecuali terpaksa dirawat di rumah, karena tak lagi menemukan ranjang di berbagai rumah sakit.Â
Kondisi kesehatannya mulai kritis sejak 5 dan 6 Juli 2021, dan akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu dinihari, 7 Juli 2021. Oleh karena pasiennya dirawat di rumah, maka semua anggota keluarga yang hidup serumah juga diasumsikan ikut positif covid-19. Artinya, cerita duka itu berpotensi terus berlanjut di jajaran anggota keluarga lainnya yang serumah dan bahkan terhadap warga tetangga.
Fakta ini menunjukkan bahwa persebaran penularan virus itu sudah benar-benar lebih merata, tidak pandang bulu dan sepertinya belum mencapai puncaknya. Kondisi dan situasinya benar-benar dan sungguh memprihatinkan. Duka Berantai berpotensi masih akan terus berlanjut.