Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ta'ziyah untuk Seorang Pamanda

31 Januari 2021   19:32 Diperbarui: 31 Januari 2021   20:39 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Ahad, 31 Januari 2021, dari jauh saya menerima kabar duka: seorang pamanda dari pihak ayah, meninggal dunia di kampung, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, di usia yang mungkin saya sendiri belum tentu sampai. Pamanda Abdul Rasyid Lesang (ARL) menghembuskan napas terakhirnya di usia 83 tahun.

Almarhum Abdul Rasyid sudah lama dari kampung merantau ke Jakarta (sejak akhir tahun 1960-an), kemudian berdinas di militer. Dan setelah pensiun, almarhum memutuskan memilih pulang kampung di Mandar. Tanah leluhur yang menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.

Saya mengenang almarhum ARL, antara lain, sebagai seorang humoris, dalam setiap pertemuan keluarga, nyaris tidak pernah kehabisan bahan cerita-cerita lucunya.

Ketika masih aktif berdinas di militer, sekitar paruh kedua tahun 1985, beberapa kali saya diajak, dengan naik motor, oleh almarhum berkeliling dan mengenali kota Jakarta. Karena karakter pekerjaanya, almarhum mengenali secara baik hampir semua titik wilayah di Jakarta.

Dari teman-teman koleganya, ketika itu, saya mendengar cerita bahwa almarhum ARL termasuk seorang penembak jitu. Sering jadi juara dan menang taruhan (ditraktir makan) dalam pertandingan menembak benda bergerak (misalnya botol atau piring dibuang ke udara, lalu ditembak), mirip aksi-aksi film cowboy produk Hollywood.

Sudah lama, lebih dari 20 tahunan, saya tidak berkomunikasi langsung dengan almarhum. Hanya memonitor kabarnya melalui group chating keluarga. Terakhir saya mendengar rekaman suaranya, ketika almarhum berbicara dengan putri sulungnya (Sri), yang memastikan kondisi dan kabarnya, beberapa jam setelah gempa bermagnitude 6,2 mengguncang tanah Mandar (Mamuju dan Majene) pada 15 Januari 2021.

Almarhum Abdul Rasyid adalah paman terakhir dari pihak ayah. Dan untuk catatan keluarga, berikut keterangan singkat para pamanda dari pihak ayah.

* * *

Secara singkat, pamanda dan bibi dari pihak ayah total berjumlah delapan orang: enam bersaudara kandung, plus dua saudara seayah. Dan keenam pamanda bersaudara kandung itu adalah:

Pertama, Jalaluddin, paman sulung dari enam bersaudara kandung. Pensiunan tentara juga. Tapi saya tidak memiliki memori tentang Pamanda Jalaluddin. Karena almarhum meninggalkan kampung kami di Mapilli, Polewali Mamasa (sekarang bernama Polewali Mandar) ketika saya masih Balita, bahkan mungkin sebelum lahir. Ketika akhirnya saya masuk ke Jakarta tahun 1985, pamanda Jalaluddin sudah almarhum. Saya tidak pernah bertemu langsung.

Kedua, Haji Makmun (meninggal dunia pada 1 Maret 2020) adalah paman dari pihak ayah yang paling setia dengan kampung halaman: berkarir sebagai guru agama, memilih tetap berdomisili di kampung asli kakek-nenek sampai akhir hayatnya di Mapilli. Yang unik dari pamanda Haji Makmun, karena sampai akhirnya beliau menghembuskan napas terakhirnya, tetap berprofesi sebagai imam di masjid kampung asli: Bonra, Mapilli (lihat link ta'ziyah).

Ketiga, Abdul Rasyid, yang wafat hari ini 31 Januari 2021. Tentang usianya yang 83 tahun adalah angka perkiraan. Saya pernah mendengar langsung dari almarhum, ketika mengisi formulir untuk mendaftar di dinas militer, usianya "direkayasa" sekitar dua-tiga tahunan, guna menyesuaikan persyaratan usia. Tetapi saya tidak ingat persis apakah ditambah atau dikurangi dari usia aslinya. Yang pasti beliau adalah kelahiran sebelum kemerdekaan 1945. Di kampung dulu, pencatatan tanggal lahir kan belum ada.

Keempat, Abdullah, ayah saya, yang di kampung populer dengan panggilan Puaji Bu'dul (Haji Bu'dul), yang meninggal dunia pada 30 Mei 1975, persis ketika saya berusia 9 tahun, dan masih duduk kelas tiga Sekolah Dasar. Saya pun tidak memiliki banyak memori yang terekam secara intelektual tentang ayah saya.

Kelima, Abdul Wahid, yang juga belum lama meninggal dunia di Jakarta pada 25 Juni 2020 (lihat link ta'ziyah).

Keenam, Zainuddin, yang beberapa tahun sebelum akhir hayatnya memilih hidup dan berdomisili di Balikpapan, Kalimantan Timur. Karena satu dan lain hal, saya tidak memiliki banyak kenangan memori tentang almarhum pamanda Zainuddin.

* * *

Keabadian hanya milik Allah swt (al-baqa'u lillah wahdahu). Lambat atau cepat, semua kita pada akhirnya akan menyusul (wa inna bikumullahiqun).

Dari jauh menunaikan shalat ghaib, saya dan keluarga berdoa tulus semoga almarhum pamanda Abdul Rasyid Lesang dikaruniai rahmat Allah swt.

Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 31 Januari 2021M/ 18 Jumadil-tsani 1442H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun