Pada Sabtu 09 Januari 2020, dunia penerbangan nasional kembali mengalami duka. Pesawat Sriwijaya, flight SJ182, dari Jakarta ke Pontianak jatuh di di perairan Pulau Seribu. Kemungkinan besar menewaskan semua penumpang dan awak pesawat (43 dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi).
Kronologi
Waktu: Sabtu, 09 Januari 2020/ 25 Jumadil-ula 1442H.
Pukul 14.55 WIB, pesawat Sriwijaya jenis Boeing 737-524 kehilangan kontak (loss contact) dengan tower dan hilang dari monitoring radar beberapa saat setelah take-off dari bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng (CGK), di saat pesawat terbang pada ketinggian sekitar 3.000 meter (10.000 kaki).
Lokasi kecelakaan
Posisi dan lokasi jatuh pesawat antara Pulau Laki dan Pulau Lancang di perairan Pulau Seribu. Dari Bandara Cengkareng berjarak sekitar 11 mil laut. Kedalaman laut di lokasi kecelakaan sekitar 20 - 23 meter.
Catatan singkat:
Pertama, Selama kurang dari satu tahun terakhir, memang ada beberapa catatan hitam terkait dengan pesawat Boeing jenis 737 MAX.
Pada 10 Maret 2019, pesawat Boeing 737 MAX milik Ethiopian Airlines (Flight 302) jatuh setelah take-off dari Addis Ababa, yang menewaskan 157 penumpangnya.
Selanjutnya pada 29 Oktober 2019, pesawat Boeing 737 MAX, milik Lion Air (flight JT610) jatuh di Laut Jawa, sekitar 12 menit setelah take-off dari Jakarta, yang menewaskan 189 penumpangnya.
Karena itu, pesawat Boeing model 737 MAX telah dihentikan operasinya dan perusahaan Boeing telah didenda sebesar $2,5 miliar, karena dituduh "lebih mengedepankan bisnis dibanding kejujuran" terkait pesawat Boeing 737 MAX.
Dan hari ini, 9 Januari 2021, kecelakaan terjadi lagi pada jenis pesawat yang hampir sama: Boeing 737-524 (berusia 27 tahun), milik Sriwijaya Air.
Tiga kecelakaan yang terjadi dalam rentang waktu kurang satu tahun tersebut adalah jenis pesawat yang modelnya sama atau mirip (dua Boeing 737 MAX dan satunya lagi 737-524). Ketiganya juga mengalami gagal kontak dengan tower dan radar tidak berapa lama setelah lepas landas.
Kedua, dalam keterangan persnya (9 Januari 2021), Basarnas menyatakan, alat ELC (Emergency Location Transmitter) yang ada di pesawat tidak memancarkan sinar, sehingga lokasi pesawat tidak bisa langsung dipastikan posisinya secara persis. Pihak terkait di Australia juga tidak menerima sinyal ELT-nya. Tentu saja, ini sebuah "keanehan" yang perlu mendapatkan penjelasan teknis: kenapa?
Ketiga, ada kabar yang belum terkonfirmasi bahwa sebagian "saksi" (mungkin nelayan) konon mendengar ledakan besar sesaat sebelum kecelakaan. Namun kabar seperti ini seharusnya menunggu konfirmasi dari tim KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). Sebab hentakan pesawat jenis Boeing 737 MAX (beratnya sekitar 63 ton dalam posisi tanpa bahan bakar dan tanpa penumpang) tentu saja akan memicu bunyi letusan dahsyat ketika jatuh dan menyentuh permukaan air.
Keempat, setiap kecelakaan, berapapun jumlah korbannya dan bagaimanapun tingkat kedahsyatannya adalah peristiwa luar biasa, terutama untuk keluarga korban. Namun sebaiknya mungkin kita menghindari sudut pandang klenis (perdukunan) dalam mengamati setiap kecelakaan. Dan kecelakaan dirgantara termasuk jenis kecelakaan yang biasanya penuh dengan penjelasan sangat teknis, penyelidikan penyebab kecelakaannya bisa berlangung berbulan-bulan, dan hasilnya pun baru dipublikasikan setelah publik "melupakan" kasusnya.
Kelima, sejauh ini beredar berita bervariasi terkait jumlah penumpang pesawat dan awak pesawat. Sebagian sumber menyebutkan 50 orang penumpang. Sumber lain mengatakan 53 orang (penumpang dan awak pesawat). Dan angka 53 orang itu adalah angka yang di-release Basarnas. Agar tidak bingung, kita tunggu saja management Sriwijaya mengumumkan manifest dan awak pesawat (pilot, co-pilot dan pramugara-pramugari) .
Keenam, dalam beberapa hari ke depan, perkembangan berita kecelakaan pesawat Sriwijaya flight SJ182 tentu akan menjadi trending topic di media-media reguler dan juga media sosial. Bisa diprediksi, untuk sementara akan mengalahkan intensitas berita tentang wabah covid-19, yang juga sedang hot-hotnya. Tapi saya pikir tak perlulah melihat sebuah kecelakaan dengan kacamata konspirasi atau rekayasa.
Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 09 Januari 2021M/ 25 Jumadil-ula 1442H.
Sumber foto: www.dw.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H