Semua negara Eropa tanpa kecuali, dan saya yakin juga negara-negara lain, saat ini mempersiapkan diri menghadapi skenario terburuk penyebaran Covid-19, dan itu berarti mengantisipasi skenario Italia.
Lantas apa sesungguhnya yang terjadi di Italia?
Kronologis kasus Italia
Sejak tanggal 31 Januari sampai 20 Februari 2020 (selama 21 hari), di Italia sebenarnya sudah ada tiga kasus positif Covid-19: yakni lelaki-30-tahun, yang merupakan bagian dari 56 warga Italia yang dievakuasi dari Wuhan pada 2 Februari 2020; plus dua wisatawan China, yang dirawat di RS Lazzaro Spallanzani National Institute di kota Rome (dan keduanya dinyatakan negatif pada 22 dan 26 Februari 2020).
Sebagai langkah antisipasi, sejak 31 Januari 2020, Pemerintah Italia sudah memberlakukan "State of Emergency (keadaan darurat nasional) yang bersifat umum dan berlaku sampai 31 Juli 2020, dan salah satu kebijakan taktis perdananya adalah menangguhkan semua penerbangan ke-dari China. Dalam catatan saya, Italia termasuk negara paling awal mengambil kebijakan penangguhan penerbangan ke-dari China.
Namun sekitar tiga minggu kemudian, pada 21 Februari 2020, tiba-tiba muncul beberapa kasus baru di wilayah Lombardy (wilayah regional di utara Italia yang mencakup kota Milan), dan mengakibatkan korban meninggal pertama pada 22 Februari 2020, yakni seorang wanita-77-tahun.
Lalu pada 23 Februari 2020 (saat total kasus di Italia baru 155 kasus positif Covid-19), pemerintah Italia mengambil kebijakan drastis: memberlakukan lockdown terbatas terhadap 10 kota di Lombardy dan satu kota di Veneto. Hanya memang, mekanisme lockdown ini tidak seketat yang diberlakukan oleh Pemerintah China terhadap kota Wuhan.
Karena kebijakan lockdown pertama dianggap belum efektif, sekitar dua minggu kemudian, pada 08 Maret 2020 (kasusnya sudah berjumlah 7.375orang), Pemerintah Italia kembali memutuskan mengisolasi seluruh wilayah regional Lombardy (mencakup kota Milan) plus 15 provinsi lainnya di wilayah utara, yang mewakili sekitar seperempat luas teritori Italia, dan dinyatakan berlaku efektif sampai 3 April 2020.
Namun, kebijakan peningkatan wilayah lockdown pada 08 maret 2010 tersebut hanya berlangsung kurang dari 48 jam. Sebab pada 9 Maret 2020, PM Italia akhirnya mengumumkan total lockdown untuk seluruh wilayah Italia, yang dinyatakan berlaku hingga 3 April 2020 (yang hampir pasti akan diperpanjang).
Guna mengantisipasi pelanggaran terhadap kebijakan lockdown, Pemerintah membuat aturan denda: 206 euros (sekitar Rp3,3 juta) bagi yang melanggar. Tapi ancaman denda itu ternyata belum efektif juga, masih banyak yang melanggar.Â
Akhirnya, pada Selasa 24 Maret 2020, Pemerintah Italia kembali mengumumkan denda baru: dari 400 (empat ratus) sampai 3.000 (tiga ribu) euros atau sekitar (Rp6,4 juta sampai Rp50 juta) bagi yang melanggar peraturan pembatasan mobilitas warga. Kebijakan berjenjang seperti ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan warga dalam mengikuti peraturan lockdown.
Periodisasi mingguan
Berdasarkan data sejak 21 Februari 2020, ketika kasus positif Covid-19 masih di angka 15 kasus, situasinya masih dalam kondisi terkontrol. Namun dalam tempo seminggu berikutnya, total kasus di Italia sudah mencapai 650 kasus (pada 27 Februari 2020). Trend pertambahan kasus pada minggu pertama ini juga terjadi di banyak negara.
Memasuki minggu kedua (28 Februari-05 Maret 2020), jumlahnya meloncat ke angka 3.858 kasus.
Minggu ketiga (06-12 Maret 2020), angka terus bertambah menjadi 15.113 kasus.
Minggu keempat (13-19 Maret 2020), angka terus meningkat menjadi 41.035 kasus.
Dan saat ini, Italia sudah memasuki periode minggu kelima (20-26 Â Maret 2020), dan angka kasusnya terus bertambah secara eksponensial: 69.176 pada 25 Maret 2020, sementara kasus meninggal dunia sebanyak 6.820 orang.
Pertambahan eksponensial kasus Covid-19 di Italia juga bisa digambarkan dengan cara lain:
Angka 10.000 pertama (dari 4 menjadi 10.000 kasus) berlangsung cukup lama, yakni sekitar tiga minggu (21 Februari 2020 sd 10 Maret 2020).
Angka 10.000 kedua (dari 10.000 menjadi 20.000) hanya berlangsung 3 hari (dari 11 Maret sd 14 Maret 2020).
Angka 10.000 ketiga (dari 20.000 menjadi 30.000), terjadi dalam 3 hari (dari 15 Maret sd 17 Maret 2020)
Angka 10.000 keempat (dari 30.000 menjadi 40.000), terjadi dalam 3 hari (dari 18 Maret sd 21 Maret 2020)
Angka 10.000 kelima (dari 40.000 menjadi 50.000), terjadi dalam 2 hari (dari 22 Maret sd 23 Maret 2020).
Angka 10.000 keenam (dari 50.000 menjadi 60.000), juga terjadi dalam 2 hari (dari 22 Maret sd 23 Maret 2020).
Angka 10.000 ketujuh (dari 60.000 menjadi 70.000), pun terjadi dalam 2 hari (dari 24 Maret sd 25 Maret 2020).
Pertambahan kasus secara eksponensial dan agersif seperti ini membuka peluang bahwa angka kasus Covid-19 di Italia akan melampaui angka kasus di China. Hanya persoalan waktu saja.
Dan jika mengacu pada skenario Wuhan (sejak China mengumumkan endemik pada 31 Desember 2019 hingga kunjungan Presiden Xi Jinping ke Wuhan pada 10 Maret 2020, dan sekitar seminggu kemudian, China mengalami pertambahan zero case Covid-19 pada 18 Maret 2020, dan bahkan Cina sudah mencabut lockdown terhadap Wuhan pada 24 Maret 2020, dan periode itu berlangsung sekitar 13 minggu), berarti Italia yang masih berada di minggu kelima, masih memerlukan beberapa minggu lagi untuk sedikit bernapas. Sampai kapan persisnya? No body knows. Kita berharap secepatnya.
Angka kasus dan tewas Italia lebih tinggi dibanding China
Ada dua hal menarik terkait skenario Italia: pertambahan kasus hariannya lebih agresif, dan angka tewas juga sudah melewati angka meninggal di Wuhan. Terkait fakta ini ada sejumlah analisa tentang faktor penyebabnya:
Pertama, Italia merupakan negara yang memiliki komposisi penduduk lanjut usia (Lansia) yang cukup tinggi (nomor dua di dunia setelah Jepang). Dari total penduduk Italia yang sekitar 60 juta jiwa, terdapat kurang lebih 14 juta (sekitar sepertempat dari total penduduk) yang berusia 65 tahun atau lebih.
Bahkan 7 persen dari total penduduk Italia berusia lebih dari 80 tahun. Dan seperti disebutkan banyak pakar, kelompok usia paling rentan dengan gempuran Covid-19 adalah kelompok lanjut usia.
Kedua, kebijakan lockdown yang diberlakukan di Italia relatif longgar, jika dibanding dengan kontrol kebijakan lockdown yang diberlakukan oleh China terhadap kota Wuhan dan sekitarnya. Ini terlihat dari banyaknya kasus pelanggaran lockdown yang terjadi di Italia.
Kesimpulannya:
Pertama, tanpa kebijakan lockdown, setiap negara berpotensi mengalami pertambahan eksponensial jumlah kasus dan jumlah tewas akibat Covid-10, yang boleh jadi melebihi skenario Italia.
Kedua, kalau mau jujur, sebenarnya tidak ada satu pun negara di dunia yang benar-benar siap menghadapi wabah virus corona. Bahkan Amerika Serikat pun tampak kewalahan.Â
Artinya jika ada negara lain yang mengalami skenario Italia, kemungkinan akan berantakan juga. Sebab, meskipun sistem kesehatan di negara-negara maju relatif bagus, namun fasilitas kesehatan yang ada terbuki tidak didesain untuk menghadapi jumlah kasus yang bertambah secara eksponensial.Â
Karena itu, salah satu kesuksesan China dalam kasus Wuhan adalah kebijakan awal China yang membangun secara kilat (dalam tempo sepuluh hari) dua rumah sakit dengan kapasitas masing-masing sekitar 1.000 (seribu) ranjang, dan itupun sebenarnya tidak cukup.
Ketiga, wabah Covid-19 ini belum ada presedennya dalam sejarah, baik dari segi tingkat kecepatan penyebarannya ataupun tingkat fatalitas dan mortalitasnya. Jangan heran jika prediksi para pakar penyakit menular pun berbeda-beda. Konsekuensinya, semua orang sepakat bahwa obat paling mujarab mencegah wabah Covid-19 adalah stay at home. Belum ada pilihan lain.
Keempat, meskipun skenario Italia cukup mencemaskan, namun sebenarnya yang lebih berpotensi menjadi skenario lebih buruk adalah skenario Amerika Serikat. Ketika artikel ini ditulis (berdasarkan data worldometer), kasus positif di Amerika sudah mencapai 60.539 kasus, sementara Italia berada di posisi kedua (69.176 kasus) setelah China (81.221 kasus).Â
Dan mengacu pada trend pertambahan kasus baru di Amerika selama beberapa hari terakhir, saya cukup pede berkesimpulan bahwa pada akhirnya, angka kasus Covid-19 di Amerika akan menyalip angka kasus di Italia dan China.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 25 Maret 2020/ 01 Sya'ban 1441H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H