Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Catatan-catatan Menarik dari Wuhan, China (1)

3 Februari 2020   03:05 Diperbarui: 3 Februari 2020   03:43 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik berbagai perkembangan mencekam dan cerita-cerita negatif mengenai kemunculan dan persebaran Coronavirus di kota Wuhan, yang kemudian menyebar ke hampir semua provinsi di China, dan bahkan lintas negara, sebenarnya banyak hal yang tampaknya perlu diapresiasi. Sebagai catatan pendahuluan, artikel ini ingin mengulas tiga hal berikut:

Pertama, hanya dalam tempo 8 hari, Pemerintah China berhasil membangun fasilitas kesehatan raksasa untuk menanggulangi Coronavirus: "Houshenshan Hospital", yang berkapasitas 1000 (seribu) ranjang, yang akan mulai beroperasi mulai 3 Februari 2020.

Rumah sakit kedua, bernama "Leishenshan Hospital", yang berkapasitas lebih besar (1.600 ranjang) diperkirakan juga akan selesai pada 4 Februari 2020, dan akan langsung mulai beoperasi pada 5 Februari 2020.

Dua rumah sakit yang dibangun secara kilat itu (Houshenshan Hospital dan Leishenshan Hospital), kembali dan lagi-lagi China membuktikan kemampuan management konstruksi, yang mungkin belum pernah ada presedennya dalam sejarah konstruksi. Saya jadi ingat, pembangunan Tembok China.

Dan seperti diketahui, setiap pembangunan tentu memerlukan lahan. Bisa dibayangkan sulitnya, dan mungkin hanya di China, pemerintah mampu menyediakan lahan berhektar-hektar, yang harus ready untuk dieksekusi dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Untuk membangun Houshenshan dan Leishenshan Hospital, meski disebut rumah sakit darurat, yang berkapasitas seribu ranjang, bukan perkara enteng. Di sini diperlukan mobilisasi material dan peralatan konstruksi, yang berat-sedang-ringan dan juga yang besar-sedang-kecil; Untuk bisa menyelesaikannya dalam tempo 8 hari, diperlukan mobilisasi pekerja, puluhan insinyur, kendaraan yang mengangkut material. Dan karena dirancang selesai dalam 8 hari, tentu diperlukan management sumber daya yang rapi, tak boleh ada kesalahan.

Dan jika pun ada kesalahan, pemerintah China sudah mengantisipasinya. Sejak awal Pemerintah China sudah mewanti-wanti akan menghukum sangat berat bagi siapapun yang coba-coba mengambil untung atau menyalahgunakan wewenang dalam proses penanggulangan Coronavirus.

Kedua, memblokir sebuah kota sekelas Wuhan yang berpenduduk sekitar 9 (sembilan) juta jiwa, sama sekali bukan persoalan biasa. Sebab ini berarti menjadikan Wuhan mirip karantina raksasa, yang terbesar/terluas pertama dalam sejarah umat manusia. Agar blokade itu efektif, peraturan harus dibuat ketat, dan harus mengerahkan mungkin sampai puluhan ribuan petugas lapangan. Sebuah posko diperlukan untuk mengatur semua sisi berjalan secara efektif.

Untuk blokade kota sekelas Wuhan (penduduknya tak jauh beda dari Jakarta), Pemerintah China mesti menyediakan sarana transportasi yang hanya boleh beroperasi di dalam kota (atau di dalam wilayah provinsi), dan setiap petugas, begitu bertugas di dalam kota, ia tidak bebas lagi keluar-masuk kota.

Untuk menutup/membuka akses ke/dari kota Wuhan saja sudah membingungkan. Bisa dibayangkan betapa sulitnya, bila harus menutup kota Jakarta dari semua arah: utara-timur-selatan-barat dan juga udara.

Sebagai gambaran, Pemerintah China dan kota Wuhan memobilisasi kendaraan taksi dan supirnya, dan mereka digaji lebih besar dari rata-rata penghasilan harian mereka, agar mau bekerja melayani penduduk kota.

Karena 9 juta penduduk kota Wuhan itu adalah manusia juga, yang harus disuplai kebutuhan pokoknya, tentu diperlukan management transportasi dan suplai kebutuhan. 

Dalam beberapa hari pertama, kebutuhan pokok mungkin masih mengandalkan stok yang sudah ada dalam kota sebelum Coronavirus mewabah. Tapi karena periode blokade kota Wuhan (juga beberapa kota lainnya) belum bisa dipasitkan kapan akan berakhir, maka suplai kebutuhan pokok harus dipasok dari luar kota.

Ketiga, untuk menanggulangi wabah sekelas Coronavirus, yang berjangkit dan menyebar secara eksponensial, tentu diperlukan pendanaan yang bukan lagi besar, tapi massif. 

Pada 2 Februari 2020, Pemerintah China mengumumkan telah menganggarkan lebih dari 170 miliar USD (sekitar Rp2.380 triliun dengan asumsi kurs 1 USD = 14.000) untuk mendanai apapun yang diperlukan untuk menaggulangi Coronavirus. Dana sebesar ini, mungkin tak pantas lagi disebut dana tanggap darurat.

Di sini China tak mengemis-ngemis bantuan dari negara lain (dan kayaknya tidak ada satupun negara lain yang menawarkan bantuan finansial kepada China), kecuali mungkin pernyataan Perdana Menteri China Li Keqiang, pada 01 Feburari 2020, yang meminta Uni Eropa berpartisipasi secara medis untuk menanggulangi Coronavirus.

(BERSAMBUNG)

Syarifuddin Abdullah | 02 Februari 2020/ 08 Jumadil-tsani 1441H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun