Karena 9 juta penduduk kota Wuhan itu adalah manusia juga, yang harus disuplai kebutuhan pokoknya, tentu diperlukan management transportasi dan suplai kebutuhan.Â
Dalam beberapa hari pertama, kebutuhan pokok mungkin masih mengandalkan stok yang sudah ada dalam kota sebelum Coronavirus mewabah. Tapi karena periode blokade kota Wuhan (juga beberapa kota lainnya) belum bisa dipasitkan kapan akan berakhir, maka suplai kebutuhan pokok harus dipasok dari luar kota.
Ketiga, untuk menanggulangi wabah sekelas Coronavirus, yang berjangkit dan menyebar secara eksponensial, tentu diperlukan pendanaan yang bukan lagi besar, tapi massif.Â
Pada 2 Februari 2020, Pemerintah China mengumumkan telah menganggarkan lebih dari 170 miliar USD (sekitar Rp2.380 triliun dengan asumsi kurs 1 USD = 14.000) untuk mendanai apapun yang diperlukan untuk menaggulangi Coronavirus. Dana sebesar ini, mungkin tak pantas lagi disebut dana tanggap darurat.
Di sini China tak mengemis-ngemis bantuan dari negara lain (dan kayaknya tidak ada satupun negara lain yang menawarkan bantuan finansial kepada China), kecuali mungkin pernyataan Perdana Menteri China Li Keqiang, pada 01 Feburari 2020, yang meminta Uni Eropa berpartisipasi secara medis untuk menanggulangi Coronavirus.
(BERSAMBUNG)
Syarifuddin Abdullah | 02 Februari 2020/ 08 Jumadil-tsani 1441H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H