Sumber: screen-shot dari googlemap
Keempat, muncul dugaan bahwa ke-39 jenazah tersebut merupakan korban dari praktek
modern slavery (perbudakan modern) melalui praktek
human-trafficking (penyulundupan manusia lintas negara). Sebuah analisis mengatakan, untuk diselundupkan dari Bulgaria menuju Inggris, mafia penyelundupan memasang tarif sekitar 10.000 (sepuluh ribu) USD per orang. Dan kasus ini juga menunjukkan adanya celah dalam praktek/kebijakan tanpa check-poin perbatasan lintas negara yang berlaku di Uni Eropa, yang bisa dimanfaatkan para pelaku.
Kelima, ke-39 orang itu tampaknya tidak memiliki (atau tidak diberikan) alat komunikasi untuk dapat mengabarkan kondisi di dalam kontainer kepada orang di luar kontainer (minimal kepada supir). Hingga tulisan ini diolah, belum jelas betul penyebab kematian, bisa karena kelaparan, atau keracunan dan kedingingan di dalam sebuah kulkas raksasa, atau kehabisan oksigen.
Keenam, sungguh pemandangan yang mengerikan: 39 orang ditumpuk seperti ikan sarden dalam sebuah kontainer, bahkan yang berukuran 40 feet sekalipun (yang berdimensi panjang 12 meter, lebar 2,5 meter dan tinggi 2,6 meter). Nyaris tidak akan ada ruang yang tersisa untuk selonjoran apalagi tiduran. Kengerian bisa dibayangkan jika ke-39 orang itu tidak meninggal secara bersamaan. Seorang atau beberapa orang yang terakhir meninggal pasti mengalami pemandangan horor yang tak terbayangkan.
Ketujuh, oh iya, saya menggunakan istilah "kontainer jahannam" di judul artikel ini, lebih sebagai ekspresi kemarahan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kasus itu. Dan jika kasus kontainer jahannam seperti itu bisa terjadi di wilayah Eropa, yang notabene relatif jauh lebih ketat, orang bisa berasumsi bahwa di belahan bumi lainnya mungkin sudah-sedang-dan-akan terjadi juga.
Syarifuddin Abdullah | 24 Oktober 2019/ 25 Safar 1441H
Lihat Humaniora Selengkapnya