[Nendy]
Ia berjilbab, dan untuk ukuran wanita seusianya yang mendekati 50-an tahun, Nendy (bukan nama sebenarnya) tergolong masih sangat energik. Punya dua anak yang dititipkan dan dirawat kakek-neneknya di rumahnya, di kampungnya yang terletak kira-kira 50 km ke arah selatan dari Jakarta.
Nendy mengaku sudah lebih tiga tahun berada di Belanda. Paspornya masih berlaku, tapi sisa enam bulan lagi. Dan tentu tidak punya izin tinggal resmi di Belanda.
Dengan bekerja serabutan di Amsterdam, sebagai asisten rumah tangga "tidak tetap" (mungkin malah lebih tepat disebut "semi tetap"), Nendy mengaku bisa mendapatkan rata-rata paling kurang 500 euro (setara Rp8 juta) per bulan.
Untuk menghemat, bersama seorang teman wanitanya asal Jawa Tengah, Nendy tinggal dan menyewa kontrakan satu kamar, dengan tarif 350 euro per bulan di Amsterdam.
"Aku bekerja pada tiga rumah tangga di kota Amsterdam. Salah satunya rumah tangga warga Belanda keturunan India. Pekerjaan saya bersih-bersih rumah: menyapu, merapikan, melap. Tidak mencuci, nggak menggosok juga. Keluarga India itu kaya, semua pakaian kotor keluarganya di-laundry," kata Nendy. Tapi di dua rumah lainnya, saya kadang diminta mencuci dan menggosok juga.
Dari hasil kerja itu, "Aku mengirim uang untuk dua anakku di Indonesia (yang besar kelas 3 SMP, yang kecil kelas 6 SD) antara 150 sampai 200 euro per bulan. Sisanya aku pake hidup di Belanda," lanjut Nendy.
"Rata-rata, pada setiap rumah tangga, bekerjanya berapa jam, Mbak?"
"Paling cepat 3 jam. Kadang sampai 4 jam. Tarifnya pun beda-beda. Ada yang 10 euro per jam. Ada juga yang 8 euro per jam", jawabnya.
Sekedar catatan, di Belanda banyak rumah tangga yang suka mempekerjakan PRT asal Indonesia, dengan alasan ribet urusan administrasi perizinanannya dan menghindari penggajian berdasarkan UMR yang relatif mahal. . Menurut aturan terbaru 2018 di Belanda, UMR PRT per bulan sebesar 1.620 euro (sekitar Rp26 juta, dengan asumsi kurs 1 euro = Rp16.000) per bulan.
"Dari hasil pekerjaannya, Mbak Nendy, bisa menabung nggak?"