Terkait dengan rencana pengoperasian kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta, ada cerita menarik dari Belanda yang layak dicermati.
Di Belanda, setiap orang hanya perlu satu kartu bayar yang disebut ov-chipkaart untuk membayar sewa tiga jenis angkutan publik sekaligus: bus, tram dan kereta. Kartu bayar itu dibanderol 5 Euro per biji, dan dapat diisi ulang berapa saja. Semua pengguna transportasi umum pasti memilikinya. Karena di Belanda, tak ada lagi transaksi tunai di angkutan publik.
Sekali waktu, saya penasaran ingin mengetes efektivitas kartu bayar transportasi (ov-chipkaart) yang saya beli dan isi ulang di Den Haag. Saya gunakan naik bus dari tempat domisili ke stasiun Den Haag Centraal.Â
Selanjutnya, dengan kartu yang sama, saya membayar kereta dari Den Haag ke Amsterdam yang berjarak sekitar 60 km; Setiba di stasiun Centrral Amsterdam, saya naik tram dalam kota Amsterdam, juga dengan kartu yang sama. Begitu juga ketika kembali lagi dari Amsterdam ke Den Haag.
 Mungkin inilah yang disebut integrated public transportation (transportasi publik yang terintegrasi).
Ilustrasi: suatu siang di Den Haag, seorang ibu ingin naik bus dari halte dekat domisilinya dengan tujuan Centraal Den Haag, yang merupakan pusat jaringan transportasi publik di Belanda. Begitu sang ibu menempelkan kartu bayarnya pada alat pendeteksi yang terpasang di dekat supir bus, kartunya langsung memicu bunyi khas, yang menunjukkan saldo (balance) di kartu ibu itu tidak cukup lagi untuk membayar.
Sang supir langsung memberitahu, "Saldo di kartu transportasi Anda tidak cukup untuk naik bus. Silahkan diisi ulang dulu."
Sang ibu agak ngotot dan mengatakan kepada supir bus, "Kalau begitu, saya bayar tunai saja".
Sang supir tegas menjawab, "Tidak ada bayar tunai, Ibu." Lalu sang supir menawarkan, "Ibu bisa menambah saldo kartu bayar transportasi ibu, dengan mengisi ulang melalui alat isi ulang yang berada di samping supir, dengan menggunakan kartu debit atau atau kredit bank ibu".
Rupanya, di samping supir bus itu, juga terdapat alat transaksi untuk kartu kredit dan debit, yang lazim digunakan di tempat-tempat belanja. Gunanya, mengantisipasi kasus seperti ibu yang kehabisan saldo di kartu transportasinya.
Mungkin karena ibu itu tidak membawa kartu debit atau kartu kredit untuk mengisi ulang kartu transportasinya, dengan santun sang supir kemudian mempersilahkan sang ibu untuk turun dari bus.
Tidak ada kompromi. Dan hanya ada satu peraturan yang berlaku untuk semua orang: pembayaran transportasi publik harus menggunakan kartu. Tidak ada pembayaran tunai. Saya membayangkan, jika seandainya ada seorang pejabat tinggi Belanda yang naik transportasi publik, ia tetap akan menggunakan kartu bayar transportasi. Tak ada kompromi.
***
Karena semua penumpang diwajibkan membayar pakai kartu (non tunai), dengan sendirinya, di semua angkutan publik, tak ada lagi kondektur yang berkeliling di dalam bus untuk memungut sewa dari penumpang. Hanya sesekali memang muncul petugas yang memeriksa untuk memastikan apakah setiap penumpang tram atau kereta sudah membayar atau belum. Petugas pemeriksa itu menggunakan alat khusus yang mendeteksi kartu transportasi penumpang.
Sebenarnya, kartu bayar ov-chipkaat mirip dengan kartu bayar isi ulang yang digunakan di kereta commuter Jabodetabek. Kelebihan ov-chipkaart karena penggunaannya sudah terintegrasi untuk semua angkutan publik: bus-tram-kereta, dan berlaku untuk semua wilayah Belanda dari ujung ke ujung.
Syarifuddin Abdullah | Den Haag, 28 Februari 2019/ 23 Jumadil-akhir 1440H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H