Tapi ketika melaju saat lampu kuning menyala, kecepatan kendaraan tak boleh kebih dari 50 km per jam. Jika melaju lebih cepat dari 50 km per jam, lalu terekam kamera,maka pelanggarannya bukan karena menerobos lampu kuning, tapi karena kecepatan lebih dari 50 km per jam. Jadi, kalau lampu kuning menyala, sebaiknya berhenti sajalah!
Saya lalu teringat pada suatu kejadian di wilayah Pekalongan. Saya menyetir dengan kecepatan sekitar 60 km di sebuah persimpangan di Pantura. Lalu tiba-tiba ada seorang lelaki paruh baya menyeberang jalan, tanpa peduli pada kendaraan saya. Tentu saya mengerem mendadak dan ban berbunyi cesssssss, lalu seolah tanpa sadar, saya sigap membuka kaca jendela depan kemudian berteriak kasar: "Matamu simpan di mana? Udah bosan hidup?"
Kembali ke Belanda. Kasus Pekalongan itu tentu hampir mustahil terjadi di Belanda.Â
Seorang teman bercerita begini: di Belanda, jika terjadi pengendara mobil menabrak pejalan kaki atau pesepeda, yang mengakibatkan korban itu cacat seumur hidup, lalu pengadilan memutuskan bahwa korban itu diasumsikan bekerja pada suatu profesi dengan gaji katakanlah €3.000 per bulan, maka pengendara atau pihak asuransi harus membayar korban itu sebesar €3.000 per bulan seumur hidupnya, dan angka itu akan terus bertambah dengan asumsi gaji korban itu, seandainya bekerja normal dan tidak cacat, setiap tahun akan terus bertambah sekian persen.
Mendengar cerita itu, makin gagap dan gugup saja dalam menyetir.Â
Karena semua pengguna jalan relatif memahami hak dan kewajibannya ketika sedang di jalan, maka arus lalu lintas dan perjalanan relatif aman. Kasus kecelakaan di jalan dapat diminimalisasi serendah mungkin. Meski tak berarti bahwa Belanda steril total dari kecelakaan lalu lintas.
SyarifuddinAbdullah | Den Haag, 03 Februari 2019/ 28 Jumadil-ula 1440H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H